5.000 Anak Miskin Cirebon Berebut 1.100 Kursi Sekolah Rakyat

- Sekolah Rakyat direncanakan menampung 1.100 siswa, sementara lebih dari 5.000 anak miskin di Cirebon.
- Meski kemiskinan anak di Cirebon tinggi, pembangunan sekolah mengikuti standar nasional tanpa penyesuaian signifikan.
- Ribuan anak antre sebagai calon siswa, namun kepastian pembangunan dan kapasitas masih belum jelas.
Cirebon, IDN Times - Pemerintah pusat merencanakan pendirian Sekolah Rakyat berasrama di Kabupaten Cirebon yang ditargetkan mulai dibangun awal 2026. Proyek ini digadang-gadang menjadi salah satu program pendidikan inklusif bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem.
Namun, di lapangan, sejumlah kalangan mempertanyakan kepastian realisasinya karena hingga kini persiapan dinilai lamban dan informasi teknis masih minim.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Cirebon, Hafidz Iswahyudi, membenarkan rencana tersebut telah mendapat lampu hijau secara prinsip dari pemerintah pusat.
Meski demikian, ia mengakui belum ada kepastian terkait rancangan bangunan, besaran anggaran, maupun jadwal pelaksanaan yang final.
“Lahan sudah kami siapkan di Kaliwadas, Kecamatan Sumber, tetapi detail desain dan anggaran sepenuhnya masih menunggu keputusan kementerian,” katanya, Sabtu (9/8/2025).
Menurut Hafidz, tim teknis dari kementerian terkait memang sudah melakukan survei lokasi. Informasi lanjutan dijadwalkan baru akan diterima pemerintah daerah pada awal tahun depan.
1. Kapasitas terbatas versus jumlah anak miskin yang tinggi

Sekolah Rakyat yang akan dibangun tersebut direncanakan memiliki kapasitas sekitar 1.100 siswa dari tingkat SD hingga SMA. Konsepnya meliputi asrama siswa, fasilitas olahraga, perumahan guru, serta sarana pendukung lain. Dengan sistem lima kelas per jenjang dan 25 siswa per kelas, sekolah ini akan menampung siswa dalam skala terbatas.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan kesenjangan besar antara kapasitas sekolah dengan jumlah anak miskin di Cirebon.
Data sementara yang dihimpun Dinsos mencatat lebih dari 5.000 anak dari keluarga penerima Program Keluarga Harapan (PKH) masuk kategori rentan dan berpotensi menjadi calon peserta
“Kami sudah lakukan pendataan awal, jumlahnya jauh melebihi kuota yang disediakan. Pertanyaannya, bagaimana dengan ribuan anak yang tidak terakomodasi?” kata Hafidz.
2. Standarisasi pembangunan, Cirebon dapat porsi sama

Meski angka kemiskinan anak di Cirebon relatif tinggi dibanding banyak daerah lain, pembangunan Sekolah Rakyat mengikuti standar nasional yang ditetapkan pemerintah pusat.
Standarisasi ini membuat setiap daerah penerima program mendapat jatah infrastruktur dan kapasitas yang sama, tanpa penyesuaian signifikan berdasarkan kondisi lokal.
“Harapan kami, daerah dengan tingkat kemiskinan lebih tinggi dapat tambahan kapasitas. Tetapi untuk saat ini, model pembangunan yang dilakukan pusat masih seragam. Peran daerah hanya menyiapkan lahan dan data calon penerima manfaat,” ujar Hafidz.
Pemerintah daerah saat ini memfokuskan diri pada tahap pendataan. Proses verifikasi calon siswa melibatkan koordinasi lintas instansi, termasuk pemerintah desa, untuk memastikan hanya anak dari keluarga miskin ekstrem yang benar-benar memenuhi syarat.
Hafidz menyebutkan, seleksi ini perlu ketat agar bantuan tepat sasaran.
3. Antrean ribuan calon siswa, kepastian masih menunggu

Meski gedung sekolah belum dibangun, minat masyarakat terhadap program ini sudah sangat tinggi. Hafidz mengungkapkan, ribuan anak sudah masuk antrean sebagai calon siswa, dan jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah seiring sosialisasi yang dilakukan.
"Antusiasmenya besar, tapi kami hanya bisa menampung 1.100 siswa. Itupun kalau jadwal pembangunan berjalan sesuai rencana,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan apabila proses desain dan persiapan tidak segera dimulai, target pembangunan pada awal 2026 bisa meleset. Hal ini dikhawatirkan akan memengaruhi kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah pusat.
Dengan situasi saat ini, kata Hafidz, masyarakat Cirebon masih harus menunggu kepastian konkret dari pemerintah pusat.
Bagi banyak keluarga miskin, Sekolah Rakyat berasrama ini diharapkan menjadi pintu keluar dari lingkaran kemiskinan melalui akses pendidikan yang lebih terjamin.
"Namun, tanpa percepatan persiapan dan penambahan kapasitas, program ini berpotensi hanya menjadi solusi parsial bagi masalah yang jauh lebih besar," katanya.