Alasan Pemprov Jabar Kekeuh Lahan SMAN 1 Bandung Bukan Milik PLK

Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Barat segera melangsungkan banding dalam sengketa lahan SMAN 1 Bandung. Banding dilayangkan setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung memutuskan sekaligus mengabulkan gugatan Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK).
Diketahui, gugatan Perkumpulan Lyceum Kristen menggugat Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung, serta intervensi ke Dinas Pendidikan Jawa Barat (Jabar) dengan objek sengketa di SMAN 1 Bandung dengan daftar nomor 164/G/2024/PTUN.BDG sejak 4 November 2024.
1. Menuntut agar sertifikat lahan SMAN 1 Bandung dibatalkan

Mereka menggugat supaya sertifikat hak milik yang tercatat atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandung dengan Nomor: 00011/Kelurahan Lebak Siliwangi pada 19 Agustus 1999 dan Surat Ukur Nomor 12/1998 seluas 8.450 M2 yang saat ini berdiri bangunan SMAN 1 Bandung dibatalkan.
PLK lantas meminta supaya dokumen itu dicabut dan dicoret dari daftar buku tanah sertifikat hak pakai. Tuntutan itu pun dikabulkan oleh majelis hakim PTUN Bandung.
"Mengadili, dalam eksepsi, mengatakan eksepsi tergugat dan tergugat II intervensi tidak dapat diterima seluruhnya," demikian bunyi putusan Majelis Hakim PTUN Bandung, dikutip Sabtu (19/4/2025).
"Dalam pokok sengketa, mengabulkan gugatan penggugat (PLK) untuk seluruh," ujarnya.
2. Hakim PTUN kabulkan tuntutan ini

Putusan dibacakan Hakim PTUN Bandung pada Kamis (17/4/2025) melalui e-Court. Hakim pun memerintahkan supaya sejumlah dokumen yang digunakan Disdik Jabar untuk keperluan administrasi SMAN 1 Bandung dibatalkan.
"Menyatakan batal Sertipikat Hak Pakai Nomor : 11/Kel. Lebak Siliwangi, terbit tanggal 19 Agustus 1999, Surat Ukur tanggal 12-4-1999 No.12/Lebak Siliwangi 1999, luas 8.450 M2, atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Cq. Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat," kata Hakim.
Hakim kemudian mewajibkan agar tergugat dalam hal ini BPN Bandung dan juga Disidik Jabar mencabut sertifikat Hak Pakai Nomor: 11/Kel. Lebak Siliwangi, terbit tanggal 19 Agustus 1999, Surat Ukur tanggal 12-4-1999 No.12/Lebak Siliwangi/1999, luas 8.450 M2.
"Mewajibkan tergugat untuk memproses perpanjangan dan menerbitkan sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama Penggugat, sebagaimana dimuat dalam Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor : 1228/Kel. Lebak Siliwangi, Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor1229/Kel. Lebak Siliwangi, dan Sertifikat hak Guna Bangunan Nomor 1232/Kel. Lebak Siliwangi," kata dia.
3. Hakim dinilai mengabaikan fakta persidangan

Meski begitu, Analis Hukum Ahli Madya, Biro Hukum Setda Pemprov Jabar, Arief Nadjemudin mengatakan, lahan tersebut bukan merupakan milik PLK, pemerintah provinsi juga memiliki bukti hukum yang kuat dan pernah disampaikan ke persidangan.
"Kami sudah mengajukan bukti-bukti yang jelas, dari pihak BPN juga sudah jelas sertifikat itu diterbitkan secara sah, tidak ada masalah.Malah kalau dilihat dari legal standing penggugat ini sebelumnya, mengklaim sebagai terusan dari HCL," ujarnya.
Dia menegaskan, persoalan HCL itu sendiri sudah dibubarkan sejak lama, namun tiba-tiba muncul penerus dan mengakui memiliki lahan, seharusnya itu menjadi perhatian hakim.
"HCL itu kan sudah dibubarkan, tapi kok ada penerusnya, secara logika saja, kalau suatu perkumpulan dibubarkan masa ada yang meneruskan. Apalagi perkumpulan ini sudah lama dibubarkan," katanya.
Belum lagi, mengenai perpanjangan SHGB yang harus diperpanjang. Menurutnya ini juga hal yang tidak masuk dalam logika.
"Kedua, kalau dilihat dari putusan supaya tergugat untuk memperpanjang SHGB yang sudah berakhir tahun 1980, itu semua aturannya sudah tidak masuk menurut logika hukum, sementara sertifikat kita tahun 90 sudah jelas itu sah," kata dia.
Belum lagi PLK merupakan salah satu kelompok yang pernah terlibat dalam pemalsuan akta dan salah satu perkumpulannya pun sempat di bui.
"Paling penting kami juga menyampaikan juga di fakta persidangan bahwa si PLK ini ini pernah melakukan tindak pidana pemalsuan akta perkumpulannya dan pernah di pidana, ada salah satu pengurusnya," katanya.