Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Survei LSI Denny JA: Ini Kekuatan di Pilkada Kabupaten Bandung 2020

IDN Times/Humas KPU Jabar

Bandung, IDN Times - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network Denny JA merilis hasil riset peluang tiga pasangan calon kepala daerah di Pilkada Serentak Kabupaten Bandung pada 9 Desember 2020, nanti.

Dari hasil survei, tak ada pergerakan elektabilitas yang dinamis karena semua kandidat dalam posisi dukungan yang relatif stabil. Namun, calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Bandung, Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan masih konsisten mengungguli dua kandidat lainnya, Kurnia-Usman dan Yena-Atep.

Seperti diketahui, Pilkada Kabupaten Bandung 2020, diikuti tiga paslon, yakni nomor urut 1 Nia Kurnia Agustina-Usman Sayogi, nomor urut 2 Yena Iskandar Ma'soem-Atep Rizal, dan nomor urut 3 Dadang Supriatna-Syahrul Gunawan.

1. Hasil survei kekuatan dari tiga paslon di Pilkada Kabupaten Bandung

Ilustrasi pilkada serentak. (IDN Times/Mardya Shakti)

Peneliti senior LSI Denny JA Toto Izzul Fatah mengatakan, melalui survei terbaru menjelang hari pencoblosan, 9 Desember mendatang, LSI memetakan kekuatan masing-masing paslon.

Dia menyebutkan, hasil survei diketahui pasangan calon yang populer dengan sebutan BEDAS ini masih setia di posisi elektabilitas yang kurang lebih sama dengan survei dua minggu sebelumnya, yaitu 45,7%.

Sementara, pasangan Kurnia-Usman harus puas di posisi 28,2% dan Yena-Atep 14,0%. Sebelumnya, Dadang-Sahrul 45,9%, Kurnia-Usman 28,9% dan Yena-Atep naik dalam margin off errror dari 13,4 menjadi 14,0%.

2. Potensi suara di nilai menyebar dan merata di semua segmen

Ilustrasi Pilkada (IDN Times/Mardya Shakti)

Dia menyebutkan, dari temuan data terbaru LSI Network Denny JA, beberapa faktor penting yang membuat pasangan BEDAS ini konsisten di posisi elektabilitas tertinggi, yaitu 45,7%, karena dukungan yang relatif merata di semua segmen demografis baik gender, suku, agama, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, usia, profesi pemilih partai, pemilih ormas dan bahkan dukungan setiap zona dapil.

Dalam simulasi personal, elektabilitas Dadang Supriatna juga relatif aman di posisi 40% an. Hanya, bedanya dengan dua pasangan lainnya, pasangan BEDAS ini mendapat suntikan elektabilitas yang cukup besar dari calon wakilnya, Sahrul Gunawan, yaitu 48,9%. Bandingkan dengan calon wakil lainnya, Usman Sayogi hanya 16,3% dan Atep Rizal 20,0%.
Kenaikan elektabilitas pasangan BEDAS juga terjadi pada pemilih yang berkategori strong supporter, dari sebelumnya, 24,5% menjadi 29,5%.

Ini artinya, pasangan BEDAS sudah punya bekal suara militan 29,5% yang tak akan berubah sampai hari H pencoblosan. Bandingkan dengan modal suara militan pasangan Kurnia-Usman yang 19,6% dan Yena-Atep hanya 8,5%.

3. Survie menggunakan metode multistage random sampling sebanyak 1.050 responden

pixabay/andibreit

Seperti biasa, survei menggunakan metodologi standar, yaitu multistage random sampling, wawancara dilakukan dengan tatap muka menggunakan kuesioner, dengan 1.050 responden dan margin of error 3,1%. Survei dilakukan pada periode selama 30 November sampai 1 Desember 2020.

Dari pengalaman LSI Denny JA melakukan ratusan kali survei, posisi elektabilitas dengan selisih diatas 15% dalam H-Seminggu seperti terjadi di Kabupaten Bandung, biasanya tidak pernah mengubah posisi urutan pemenang.

Dinamika mungkin akan terjadi pada selisih perolehan suara yang lebih mendekati urutan diatasnya. Misalnya, bisa saja, Kurnia-Usman naik dengan elektabilitas diatas 30%, tapi cukup sulit untuk bisa menyalip Dadang-Sahrul diatas 45%.

4. Waspadai tsunami politik dan money politic

ilustrasi politik uang (perludem.org/istimewa)

Hanya tsunami politik dan money politic yang biasanya mengubah drastis posisi elektabilitas seperti itu. Meskipun, tak mudah buat dua kompetitor Dadang-Sahrul untuk membuat dua isu besar, tsunami politik dan money politic itu terjadi. Sebab, rumus umumnya, seperti berlaku pada tsunami politik, yaitu seberapa mayoritas publik tahu, dan seberapa mayoritas publik percaya.

Begitu juga dengan money politic, jika tidak dilakukan massif, tentu tak akan banyak memberi efek signifikan. Bahkan, bisa jadi, alih-alih ingin mendongkrak suara, yang terjadi malah diskualifikasi. Dengan kata lain, baiknya semua kandidat berpikir ulang untuk melakukan itu karena selain akan merusak tatanan demokrasi, juga berpotensi kena diskualifikasi.

Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us