Kisah Devit: Dapat Sumbangan dari Warga Desa untuk Berangkat Kuliah ke ITB

- Latar belakang keluarga tak hentikan mimpi Devit Siswa SMAN 1 Bukittinggi tidak punya latar belakang keluarga yang mapan. Kedua orang tua Devit, Julimar dan Doni Afrijal, bekerja sebagai kuli angkut dan tukang sisir kulit kayu manis.
- Sempat ragu karena biaya kuliah Dengan latar belakang keluarga ini, Devit sempat berpikir apakah dia bisa kuliah di ITB atau tidak karena biaya pendidikan cukup tinggi. Dia mencari skema beasiswa yang bisa tidak bayar sampai kelulusan.
- Ingin kembangkan teknologi di Indonesia Devit ingin mendalami pengembangan semikondutor yang bisa digunakan sebagai otak dari art
Bandung, IDN Times - Bagi sebagian orang, mendapatkan kesempatan menempuh ilmu di ITB menjadi sebuah kebanggaan. Hingga saat ini, sebagai salah satu kampus terbaik di Indonesia, ITB menjadi salah satu perguruan tinggi dengan peminat yang banyak setiap tahunnya.
Jelang perkuliahan tahun baru, salah satu mahasiswa yang diterima di ITB adalah Devit Febriansya. Siswa asal Kabupaten Agam, Sumatera Barat ini berhasil lolos ke ITB lewat Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025.
Yang menarik dari Devit ialah kisah perjalanannya menuju ke ITB, di mana mendapatkan bantuan dari warga di desanya untuk bisa berangkat ke Bandung. Uang ini dikumpulkan karena para masyarakat bangga ada warganya yang bisa masuk ke ITB.
"Jadi pas tahu lulus ini saya coba ajukan proposal pembiayan ke Ikatan Keluarga Malala (IKM) untuk ongkos dan kebutuhan selama di Bandung. Dari sana, ternyata banyak juga warga yang ingin sumbang buat biaya Devit kuliah," kata dia saat dihubungi IDN Times, Minggu (15/6/2025).
Untuk proposal yang diajukan ke IKM sendiri awalnya Devit mengajukan untuk biaya perjalanan pulang-pergi, biaya asrama, biaya makan, hingga membeli laptop. Di proposal awal, pengajuan anggarannya capai Rp20 juta.
Namun, sampai sekarang ia belum mendapat uang itu karena dari IKM pun masih mencari pendanaan dari berbagai pihak. Meski demikian, IKM memastikan akan membantu Devit dalam pembiayaan perkuliahan di ITB.
"Belum tahu ini nanti siapa saja yang sumbang dan dapat totalnya berapa. Masih penggalangan dana," kata dia.
1. Latar belakang keluarga tak hentikan mimpi Devit

Siswa SMAN 1 Bukittinggi ini tidak punya latar belakang keluarga yang mapan. Kedua orang tua Devit, Julimar dan Doni Afrijal, bekerja sebagai kuli angkut dan tukang sisir kulit kayu manis, di mana penghasilannya tidak menentu.
Kondisi perekonomian orangtua yang terbatas justru menjadi pelecut bagi Devit untuk menembus kampus ternama. Selama masa SMA dia ikut ekstrakulikuler yang fokus pada kegiatan olimpiade. Berbagai lomba diikuti dan penghargaan pun didapat Devit. Ini yang membuatnya berani ikut dalam seleksi ke ITB lewat jalur prestasi hingga akhirnya mendapat beasiswa penuh pemerintah sampai menyelesaikan pendidikannya di Teknik Elektro dan Informatika.
"Jadi pas SMA ini mikir kalau lanjut kuliah baiknya di mana. Nah terpikir kenapa gak di ITB saja kan, ini jadi kampus besar di Indonesia dan internasional juga," ujarnya.
2. Sempat ragu karena biaya kuliah

Dengan latar belakang keluarga, Devit sempat berpikir apakah dia bisa kuliah di ITB atau tidak karena biaya pendidikan cukup tinggi. Dia sempat mengecek uang kuliah semesteran di ITB di mana mencapai Rp12,5 juta. Belum juga untuk uang harian yang dibutuhkan Devit selama menempuh pendidikan dalam empat tahun.
"Devit pikir rasanya gak sanggup untuk bayarkan itu," ungkapnya.
Meski demikian, dia kemudian mencari tahu bagaimana agar bisa berkuliah tanpa biaya dengan berbagai skema beasiswa di ITB. Hingga akhirnya dia coba masuk ke ITB lewat jalur prestasi dan mencari skema beasiswa yang bisa meringankan beban finansialnya hingga lulus.
3. Ingin kembangkan teknologi di Indonesia

Pemilihan jurusan teknik elektro pun bukan tanpa pemikiran panjang, Devit menyebut bahwa teknik ini ke depannya akan sangat dibutuhkan. Dia ingin mendalami pengembangan semikondutor yang bisa digunakan sebagai otak dari artifical intelegent (AI).
"Devit tertarik untuk mengembangkan bidang itu, yaitu chip semikonduktor itu, itulah kenapa Devit pilih jurusan itu, dan kenapa saya memilih ITB," kata dia.
Rektor ITB, Prof. Tata terharu saat bertemu langsung dengan calon mahasiswa tersebut. Ia kemudian memberikan semangat dan motivasi agar mereka tidak mudah menyerah dalam menjalani pendidikan tinggi di ITB.
“Di kampus nanti, kalian akan bertemu banyak mahasiswa hebat. Harus tetap berusaha yang terbaik dan jangan putus asa,” tutur Prof. Tata.
Menurutnya, Devit merupakan satu dari sekian banyak semangat juang generasi muda Indonesia yang tidak menyerah pada keterbatasan. Dukungan dari keluarga, masyarakat, institusi pendidikan, pemerintah dan industri menunjukkan bahwa harapan dan mimpi bisa terwujud dengan kerja keras dan kolaborasi.