Indeks Kepuasan Masyarakat di 8 SKPD Bandung Turun Jelang Akhir 2022

Bandung, IDN Times - Indonesian Politics Research and Consulting (IPRC) telah mengeluarkan survei mengenai tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Wali Kota Bandung Yana Mulyana. Hasilnya, terjadi kenaikan signifikan tingkat penerimaan publik terhadap kinerja Wali Kota Bandung. Pada Bulan Juli 2022, tingkat kepuasan publik sebesar 52 persen. Pada November 2022, tingkat kepuasan publik sebesar 74,3 persen.
Namun apakah survei itu relevan dengan kinerja satuan kinerja perangkat daerah (SKPD/OPD)?
Berdasarkan data survei kepuasan masyarakat melalui aplikasi e-SKM pada laman skm.bandung.go.id terdapat penurunan nilai di beberapa sektor pelayanan pada semester II dibandingkan semester I 2022 di era Yana Mulyana menjabat sebagai Wali Kota Bandung.
Setidaknya ada delapan SKPD yang nilainya turun yaitu, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), Dinas Pengendalian Penduduk dan KB, Satpol PP, Dinas Perhubungan, Dinas Pendidikan, Dinas Penanaman Modal dan PTSP, Dinas Lingkungan Hidup, serta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Parahyangan, Trisno Sakti Herwanto menuturkan, survei tentang kepuasan publik terhadap seorang kepala daerah atau pemerintahan tidak bisa dilakukan hanya dengan meminta pendapat masyarakat puas atau tidak. Yang harus disorot apakah capaian selama dia memimpin sudah sesuai dengan rancangan pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2018-2023.
Artinya kepala daerahnya sudah memiliki target dalam lima tahun ketika terpilih menjadi pemimpin daerahnya. RPJMD ini memiliki basis dan indikator yang harus bisa diukur.
"Inilah yang harus menjadi acuannya. Kalau itu (survei kepuasan publik) sangat bias jadinya," kata Sakti kepada IDN Times, Jumat (16/12/2022).
1. Sektor penting justru nilai kepuasannya turun

Kaprodi Ilmu Administrasi Publik FISIP UNPAR ini juga menyebut, sesuai dengan data SKM yang telah dirilis, masih banyak SKPD yang nilainya justru turun pada semester II 2022. Beberapa SKPD yang mengalami penurunan nilai bahkan masuk dalam kategori penting bagi masyarakat.
Sakti mencontohkan, saat ini Diskominfo tengah menjadi SKPD terdepan dalam pengembangan konsep Smart City di Kota Bandung. Namun, pada SKM selama 2022 nilainya turun dari 88,25 pada semester I menjadi 85,20 pada semester II. Kemudian Dinas Pendidikan dari 85,099 menjadi 84,656, Dinas Perhubungan dari 84,057 menjadi 83,487, Dinas Lingkungan Hidup dari 93,200 jadi 85,781. DPMPTSP yang sedang didorong oleh pemerintah juga nilai kepuasannya justru turun dari 86,490 menjadi 82,925.
"Untuk PTSP ini bisa saja nilai investasi yang masuk besar, tapi ternyata pelayanannya ini tidak mudah," ujarnya.
Data seperti ini, lanjut Sakti, yang seharusnya dijadikan acuan apakah masyarakat puas atau tidak dengan kinerja kepala daerah. Termasuk dengan evaluasi dari RPJMD yang memperlihatkan seberapa besar capaian telah sesuai rencana awal.
2. Sampah hingga transportasi jadi hal yang harus disoroti

Menurutnya, terdapat beberapa isu yang saat ini menjadi sorotan masyarakat Kota Bandung, di antaranya adalah sampah dan ketersediaan transportasi publik. Untuk sampah misalnya, Sakti menilai program Kang Pisman (kurangi, pisahkan, manfaatkan) tak ubahnya konsep 3R atau reduce, reuse, recycle.
Program yang diiniasi sejak awal oleh Pemkot Bandung dibawah komando almarhum Oded M Danial belum menyelesaikan permasalahan sampah di masyarakat. Kurangnya ketegasan dalam program ini membuat sampah dari hulu ke hilir tetap saja menumpuk.
Pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat masih kurang sehingga warga Bandung pun akhirnya mayoritas tetap acuh menumpuk semua jenis sampah dalam satu tempat pembuangan.
"Jadi masalah sampah sampai sekarang masih juga belum cukup teratasi ," ungkap Sakti.
Kemudian dari segi transportasi umum, Pemkot Bandung belum bisa memecahkan persoalan agar masyarakat mau berpindah dari penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Dengan jalanan di kota yang sempit, penambahan jumlah kendaraan pribadi terus terjadi setiap tahunnya.
Maka harus ada pendekatan rasional agar masyarakat secara rasional mau menggunakan kendaraan umum. "Bisa dengan menaikkan tarif parkir kendaraan atau memberikan insentif lebih besar pada pengguna kendaraan umum," paparnya.
Persoalan transportasi ini memang tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu sebentar. Namun, tetap harus ada inisiasi agar ke depan penggunaan kendaraan umum semakin tinggi jumlahnya. Tidak seperti sekarang dimana tren jumlah kendaraan umum justru turun yang mengindikasikan bahwa masyarakat enggan memakai kendaraan umum.
3. Jalankan program secara rasional bagi masyarakat Bandung

Sakti pun meminta Pemkot Bandung maupun calon pemimpin daerah berikutnya untuk bisa menjalankan program yang rasional.
Contohnya, saat ada program plastik berbayar tempat berbelanja modern dengan harus membayar Rp500 justru tidak membuat sampah bekurang. Karena masyarakat dengan mudah membayar itu ketika belanja.
Yang bagus justru menghilangkan plastik dan menggantinya langsung dengan kantung belanja yang harganya lebih mahal. Harapannya masyarakat ketika berbelanja bisa membawa kantung dari rumahnya sendiri.
Kemudian harus ada program yang dibuat dengan mekanisme insentif dan disinentif. Ini bisa menyesuaikan seperti pemberian insentif untuk pengguna angkutan umum atau disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi.
"Semua cara ini bisa dilakukan dengan tetap melakukan kajian mendalam lebih dulu. Sehingga tahu apa yang harusnya dilakukan sehingga target yang direncakanan bisa tercapai," kata Sakti.