Sekda: ASN di Lingkungan Pemprov Jabar Belum Boleh Gelar Rapat di Hotel

- Pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta ASN di OPD atau dinas untuk tetap menggelar rapat di kantor masing-masing, bukan di hotel.
- Gubernur Dedi Mulyadi juga meminta agar rapat-rapat dinas tetap digelar di kantor pemerintahan, tidak di hotel.
- Wali Kota Bandung Farhan mengizinkan ASN untuk kembali menggelar kegiatan rapat di hotel bintang tiga atau dua demi mendukung pemulihan industri perhotelan yang terdampak lemahnya perekonomian.
Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta seluruh jajaran ASN di organisasi perangkat daerah (OPD) atau dinas tetap menggelar rapat di kantor masing-masing, tidak di hotel. Meskipun Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tidak mengizinkan pemerintah daerah menggelar rapat di hotel dan restoran.
Sekda Jabar, Herman Suryatman memastikan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat saat ini masih, berpegangan dengan ketentuan ini sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja negara dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Sehingga, Herman meminta seluruh kepala dinas dan OPD di lingkungan Pemprov Jabar tetap menggelar rapat di kantor masing-masing.
"Kan sudah ada surat-surat edaran. Sudah kami share. Intinya, sesuai dengan Impres Nomor 1 Tahun 2025, Pak Gubernur meminta agar ASN di Pemda Provinsi Jawa Barat, demikian juga Kabupaten Kota, memerhatikan Impres tersebut," kata Herman singkat, Rabu (18/6/2025).
1. Dedi Mulyadi ikuti arahan Presiden Prabowo

Sementara itu Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga meminta agar rapat-rapat dinas tetap digelar di kantor pemerintahan tidak di hotel-hotel. Bahkan, aturan ini juga berlaku untuk pemerintah kabupaten dan kota.
"Terkait kebijakan dibolehkannya kembali pemda untuk rapat di hotel, maka Pemprov Jabar tetap memutuskan dan meminta seluruh bupati wali kota kami rapat menggunakan kantor yang ada," kata Dedi.
Dedi berpandangan, pemerintah daerah lebih baik menggunakan fasilitas sendiri karena sudah mumpuni untuk menggelar rapat. Bahkan, keputusan ini bisa diambil di ruang kerja masing-masing.
"Karena kantor yang ada sudah cukup untuk kita rapat, toh seluruh keputusan bukan hanya diambil di rapat. Seluruh keputusan diambil di ruang kerja kita masing-masing selesai," katanya.
2. PHRI Jabar hanya bisa pasrah

Sementara, Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Dodi Ahmad mengatakan, statement dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang masih melarang kegiatan tersebut digelar di hotel dan restoran, berbeda dengan arahan dari Kemendagri yang sudah mengizinkan kembali kegiatan-kegiatan rapat dan lainnya di perhotelan.
"Kalau tidak boleh mah itu di luar kewenangan kita. Tidak bisa memaksakan berarti tidak mengikuti saran menteri dalam negeri. Mendagri itu kan atasan gubernur bupati dan wali kota, dan mudah-mudahan mengikuti arahan tersebut ya. Kesimpulannya itu," lanjutnya.
Di sisi lain, Dodi mengakui jika anggaran untuk MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) telah direalokasi. Karenanya, dia menginginkan agar di APBD perubahan 2025, anggaran rapat di hotel bisa kembali disediakan.
"Saya berharap di anggaran perubahan atau di 2026 nanti bisa dianggarkan lagi. Itu harapan kami ya, tapi terserah kepada gubernur bupati dan wali kota karena kita tidak punya kewenangan apa-apa," katanya.
3. Pemkot Bandung tidak patuhi Surat Edaran Dedi Mulyadi

Sementara itu Pemerintah Kota Bandung tidak mengikuti surat edaran dari Gubernur Dedi Mulyadi. Wali Kota Farhan mengizinkan aparatur sipil negara (ASN) untuk kembali menggelar kegiatan rapat di hotel bintang tiga atau dua demi mendukung pemulihan industri perhotelan yang terdampak lemahnya perekonomian.
Farhan mengatakan, izin ini diberikan sebagai langkah strategis untuk menggerakkan kembali sektor perhotelan, khususnya hotel-hotel kelas menengah yang paling terdampak.
“Kami akan mulai lakukan secara perlahan, adaptasi karena tujuan utama kami adalah membantu menghidupkan kembali hotel-hotel bintang tiga dan bintang dua,” kata Farhan di Bandung, Senin (16/6/2025).
Farhan menyebut kebijakan tersebut difokuskan pada hotel-hotel yang mengalami penurunan okupansi dan terindikasi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Ia memastikan hanya hotel dengan kondisi tertentu yang akan menjadi sasaran kegiatan pemerintahan.
“Saatnya kita berikan insentif pada pelaku industri pariwisata. Ini penting agar sektor ini bisa bertahan,” ujarnya.
Untuk memperkuat dukungan, Pemkot Bandung juga tengah merancang skema insentif bagi hotel-hotel yang memenuhi syarat. Salah satunya adalah komitmen untuk tidak melakukan PHK selama masa pemberian insentif berlangsung.
“Nanti akan ada insentif tambahan untuk semua hotel bintang tiga, bintang dua sampai ke melati dengan persyaratan yaitu meniadakan PHK selama mereka terima insentif,” katanya.