Pola Asuh Buruk Jadi Alasan Sulitnya Mencegah Stunting

Purwakarta, IDN Times - Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta mengklaim berhasil menurunkan angka stunting sekitar tiga persen pada saat ini. Langkah tersebut diakui belum maksimal karena terkendala sejumlah faktor.
Sekretaris Dinkes Purwakarta Elitasari Kusuma Wardani menyebutkan sedikitnya tiga kendala yang dialami di lapangan. Salah satu kendala mereka berkaitan dengan konvergensi penanggulangan stunting.
“Belum harmonis antar OPD (Organisasi Perangkat Daerah), lembaga sosial kemasyarakatan dan keagamaan, akademisi, dan media massa,” kata Elita saat dihubungi, Senin (14/11/2022).
Ke depannya, kerja sama antar pihak diharapkan bisa semakin harmonis.
da f1. aktor lain yang menjadi kendala penurunan stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Kondisi gagal tumbuh pada anak bayi di bawah lima tahun (balita) itu disebabkan oleh kekurangan asupan gizi dalam waktu lama ditambah dengan terjadinya infeksi berulang.
Elita menambahkan, kendala lainnya berupa pola asuh anak di tengah masyarakat yang dinilai belum sesuai karena stunting juga dipengaruhi aspek perilaku. Terutama, pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita.
“Kemudian, pemantauan pertumbuhan balita terutama di atas satu tahun, belum optimal. Karena, masih ada balita yang tidak datang ke posyandu untuk dilaksanakan pemantauan tumbuh kembangnya,” tutur Elita menambahkan.
2. Penurunan angka stunting ditargetkan hingga 14 persen

Sementara itu, Dinkes Purwakarta Deni Darmawan menyampaikan pencapaian program penurunan angka stunting saat kegiatan Diseminasi dan Publikasi Stunting pekan lalu. “Pemerintah menargetkan prevalensi penurunan stunting sebesar 14 persen di tahun 2024,” katanya.
Menurut hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021, prevalensi stunting di Kabupaten Purwakarta menunjukkan penurunan yang signifikan dibandingkan 2019 lalu. Yaitu, dari 23,42 persen di tahun 2019 menjadi 20,6 persen tahun 2021.
Sedangkan, prevalensi stunting berdasarkan hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) tahun lalu tercatat sebesar 5,8 persen. Angka tersebut juga menurun menjadi tiga persen pada tahun ini.
3. Dinkes terus melakukan pemetaan sasaran program

Penurunan angka stunting diakui memerlukan peran serta berbagai komponen masyarakat. Karena itu, Dinas Kesehatan setempat juga terus melakukan pemetaan sasaran dan intervensi yang terfokus secara spesifik untuk menghadapi berbagai kendala dan permasalahan yang terjadi.
"Faktor penyebab hal itu di antaranya dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1000 HPK,” tutur Deni.
Seorang anak dikatakan tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang berlaku.