Pasar Kerja di Rebana Timpang: Majalengka Melaju, Kuningan Tertinggal

- Majalengka memiliki TPT terendah di Rebana, capai 3,82 persen
- Kuningan tertinggal dengan TPT 7,59 persen, terjebak ekonomi tradisional
- Indramayu dan Cirebon berada di zona tengah, hadapi tantangan berat dalam menurunkan pengangguran
Cirebon, IDN Times - Majalengka menempati posisi sebagai wilayah dengan tingkat pengangguran terendah di Kawasan Metropolitan Rebana berdasarkan rilis BPS Jawa Barat melalui Sakernas Agustus 2025.
Dengan TPT hanya 3,82 persen, Majalengka menjadi satu-satunya daerah di Ciayumajakuning yang mampu menekan pengangguran di bawah empat persen.
Capaian ini menempatkan Majalengka sebagai indikator penting perubahan dinamika ekonomi di kawasan timur Jawa Barat yang sejak lama menghadapi ketimpangan kesempatan kerja antardaerah.
Kepala BPS Jawa Barat, Darwis Sitorus, menyebut struktur ekonomi Majalengka kini bergerak menuju integrasi yang lebih solid antara sektor agraris, perdagangan, pariwisata, dan kegiatan penunjang Bandara Internasional Kertajati.
Kombinasi tersebut dianggap membentuk daya serap tenaga kerja yang lebih stabil. “Majalengka berkembang dengan pola ekonomi adaptif. Pertanian, perdagangan, dan aktivitas pendukung Kertajati menciptakan penyerapan tenaga kerja yang konsisten,” ujar Darwis, Rabu (11/9/2025).
Ia menambahkan, dalam tiga tahun terakhir Majalengka menunjukkan tren penurunan pengangguran yang cukup tajam, sejalan dengan percepatan pembangunan kawasan industri baru di sekitar Kertajati dan koridor logistik Rebana. Meski belum beroperasi penuh, proyek-proyek tersebut mulai memunculkan peluang kerja baik di sektor formal maupun informal.
1. Kuningan menanggung TPT tertinggi, terjebak ekonomi tradisional

Di sisi berlawanan, Kabupaten Kuningan mencatat TPT tertinggi di Ciayumajakuning dengan 7,59 persen. BPS menilai rendahnya penciptaan lapangan kerja dan minimnya basis industri skala besar membuat pasar kerja Kuningan stagnan.
“Struktur ekonomi Kuningan masih didominasi sektor tradisional. Mobilitas tenaga kerja menuju pusat pertumbuhan seperti Cirebon atau Bandung belum meningkat signifikan,” jelas Darwis.
Situasi tersebut menunjukkan adanya tekanan struktural yang tidak terselesaikan, mulai dari terbatasnya diversifikasi ekonomi hingga lambatnya transformasi sektor produktif.
BPS menilai, ketiadaan motor industri membuat kemampuan Kuningan dalam menyerap pekerja baru semakin terbatas, terutama di tengah meningkatnya penduduk usia produktif.
2. Indramayu dan Cirebon berada di zona tengah, hadapi tantangan berat

Di luar dua ekstrem tersebut, Indramayu mencatat TPT 6,47 persen, dipengaruhi fluktuasi sektor migas serta menurunnya produktivitas perikanan.
Kenaikan jumlah angkatan kerja baru tidak diimbangi dengan penciptaan lapangan kerja lokal yang memadai, sehingga angka pengangguran tetap tinggi.
Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon juga berada dalam rentang serupa dengan TPT masing-masing 6,42 persen dan 6,41 persen. Darwis menilai kawasan metropolitan Cirebon saat ini berada dalam fase transisi menuju penguatan sektor jasa, perdagangan, dan logistik.
Namun pertumbuhan angkatan kerja yang lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja menyebabkan terjadinya mismatch sementara. “Pertumbuhan tenaga kerja melampaui pertumbuhan lapangan kerja, sehingga angka pengangguran tetap terjaga pada level tinggi,” ujar Darwis.
3. BPS minta kebijakan tenaga kerja lebih presisi di setiap daerah

BPS menilai Ciayumajakuning merupakan kawasan dengan karakteristik ekonomi yang sangat beragam, sehingga solusi penurunan pengangguran tidak dapat diseragamkan.
Majalengka berhasil menekan pengangguran melalui ekonomi agraris modern dan dampak infrastruktur baru, sementara Kuningan masih berkutat pada ekonomi tradisional. Indramayu dan Cirebon menghadapi tekanan transformasi struktural yang kompleks.
Darwis menegaskan bahwa pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten/kota harus mempercepat diversifikasi ekonomi di wilayah ber-TPT tinggi agar kesenjangan antarwilayah Rebana tidak makin melebar.
“Konteks tiap wilayah sangat berbeda. Penguatan industri penting, tetapi peningkatan kualitas tenaga kerja harus berjalan bersamaan,” ujarnya.

















