Lima Pabrik di Jabar Tutup, Serikat Buruh Minta Pemda Kawal Hak Mereka

Bandung, IDN Times - Sebanyak lima pabrik di Jawa Barat dipastikan berhenti beroperasi atau tutup di tahun 2025. Dampaknya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat mencatat ada ribuan pegawai mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Adapun lima pabrik ini yaitu PT. Sanken Indonesia akan berhenti operasi per Juni 2025, total PHK mencapai 459 orang; PT. Yamaha Music Product Asia tutup mulai Maret 2025, dengan total PHK 200 orang; PT. Tokai Kagu, total PHK 195 orang; PT. Danbi internasional Garut total PHK 2.079 orang, dengan catatan posisi dipailitkan; dan PT. Bapintri ada 267 orang kena PHK.
1. PHK dilakukan tanpa informasi yang jelas

Merespons hal ini, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto meminta, agar pemerintah provinsi dan daerah bisa mengawal hak-hak dari buruh yang terkena PHK di lima pabrik tersebut.
Terutama dari PT Danbi. Berdasarkan data yang diterimanya, kabar pabrik ini tutup cukup mengejutkan pegawai dan buruh, karena perusahaan masih berjalan normal, namun para pekerjanya tidak diberitahu sama sekali bahwa pabrik tersebut tutup.
"Mereka diberitahu langsung oleh manajemen pada tanggal 19 (Februari 2025), ketika mereka sedang bekerja tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Pabrik mereka dipailitkan karena tidak bisa membayar utang pada suplier," ucap Roy, Senin (3/3/2025).
2. Pemerintah daerah harus desak perusahaan untuk memenuhi hak buruh

Roy memastikan, serikat buruh tengah melakukan proses pengawalan dan penelusuran data karyawan untuk mengajukan tagihan ataupun perhitungan yang menjadi hak-hak para pekerja di sana yang belum dibayarkan.
Adapun pengadilan telah menunjuk kordinator untuk menuntaskan hak-hak karyawan.
"Selanjutnya pemerintah Garut harus mengambil langkah agar perusahaan masih bisa berjalan, karena proses penutupannya terjadi ketika karyawan sedang bekerja, kemudian sorenya ditutup, tidak ada tanda-tanda di awal. Jadi normal pas pulang kerja tim datang, bahwa perusahaan ditutup berdasarkan putusan pengadilan," ucapnya.
3. Pasar domestik harus dibangkitkan

Roy meminta agar pemerintah Garut tidak membiarkan adanya PHK pada para pegawai ini. Ia mendorong agar pemerintah mengupayakan agar PT Danbi tetap berjalan.
"Kalau alternatif itu tidak bisa diterima, maka pemerintah Garut harus kawal hak-hak buruh agar segera terselesaikan sesuai UU. Kami khawatir proses pailit ini tidak terselesaikan," ucapnya.
Di sisi lain, Roy berkomentar alasan pabrik tutup karena adanya penurunan order. Menurutnya, hal ini harus jadi pembahasan pemerintah pusat dan provinsi untuk memajukan pasar domestik, mengingat terus melemahnya pasar internasional.
"Karena yang pertama kalau bicara kondisi perusahana padat karya itu persoalannya mereka enggak punya order. Mereka punya barang tapi enggak laku. Di sisi lain dipasarkan di domestik Indonesia malah dibanjiri barang impor yang murah sehingga barang-barang yang diproduksi dalama negeri kalah bersaing," ungkapnya.
Lebih lanjut, Roy menambahkan, pemerintah perlu melakukan mitigasi tentang alasan perusahaan paling tidak dalam satu tahun terkhir penyebab perusahaan tutup untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan solusi yang terbaik.
Terakhir, pemerintah pun perlu membuka lahan kerja untuk industri-industri padat karya agar dapat menyerap angkatan kerja baru maupun korban PHK.
"Sekarang kan banyaknya padat modal yang penyerapan tenaga kerjanya sedikit. Jabar harus mendorong agar investor itu banyak meyerap yang PHK dan lulusan sekolah, dan pemerintah harus membuka keran ekspor ke negara lain jangan hanya bergantung pada Eropa."
"Kalau tetap begitu, ketika ada masalah geopolitik, perdagangan jadi terganggu," tutur Roy.
Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Firman Desa mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat kelima perusahaan ini tutup.
"Kalo Bapintri memang selalu mengalami kerugian pada saat pandemik, dan puncaknya sekarang mereka tutup. Kemudian untuk Danbi mereka dipailitkan oleh salah satu vendornya," kata Firman.
"Tapi memang Danbi ini dari tiga tahun sebelumnya sudah bermasalah, yang awalnya dipicu oleh krisis ekonomi global, di mana permintaan order sangat menurun dari pasar Eropa," tuturnya.