Dari Majalengka ke Amerika Latin, JaF Tampil di Bienal de São Paulo Brasil

- JaF menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia di Bienal de São Paulo Brasil
- JaF membawa kegiatan kebudayaan hidup dari Majalengka ke Brasil
- Partisipasi JaF bukan hanya seni, tapi juga misi lingkungan dan belajar dari Amazon
Majalengka, IDN Times - Jatiwangi art Factory (JaF) kembali menembus panggung seni internasional. Setelah tampil pada Documenta di Kassel, Jerman, pada 2022 lalu, komunitas seni budaya asal Majalengka ini kini bersiap menuju Bienal de São Paulo Brasil, salah satu ajang seni paling bergengsi di dunia. Mereka bertolak pada 9 Desember 2025 dan akan menjalankan program selama sekitar sepekan.
Direktur JaF, Ismal Muntaha, mengatakan keikutsertaan ini adalah bentuk dialog budaya dan keberanian kampung kecil berbicara di panggung global. “Doakan perjalanan dan acaranya lancar,” ucapnya dengan nada hangat.
1. Satu-satunya dari Indonesia, diundang langsung kurator Bienal

Undangan tampil pada Bienal de São Paulo tak datang tiba-tiba. Kurator Bienal memantau perjalanan JaF selama bertahun-tahun dan mengundang mereka untuk hadir sebagai peserta resmi—sebagai satu-satunya perwakilan dari Indonesia.
“Mereka bilang tertarik dengan kegiatan JaF. Kami diminta membuat program di sana,” cerita Ismal. Dari ratusan peserta dunia, JaF berdiri bersama delegasi dari Singapura untuk mewakili Asia Tenggara.
Bienal ke-36 ini digelar di Paviliun Ciccillo Matarazzo, ikon seni di tengah rimbunnya Parque do Ibirapuera di São Paulo, Brasil—ruang besar di mana gagasan dan praktik kebudayaan dunia saling bertemu.
2. Bawa Ruh Majalengka, dari Rampak Genteng hingga Tanah Kasungka

Berbeda dari mayoritas peserta yang memamerkan karya rupa, JaF justru hadir dengan kegiatan kebudayaan hidup, praktik yang biasa mereka lakukan bersama warga di Jatiwangi.
“Mereka sudah tahu Rampak Genteng, Perhutana, dan forum 27-an. Mereka ingin kami membuat kegiatan itu di Brasil, bersama warga di sana,” kata Ismal.
Transportasi alat menjadi tantangan tersendiri. Genteng tidak mungkin dibawa melintasi benua, tapi satu benda simbolik tak akan tertinggal: secarik tanah Majalengka, Tanah Kasungka, yang menjadi identitas musik genteng dan akar budaya tanah Jatiwangi.
3. Lebih dari Seni: Misi Lingkungan dan Belajar dari Amazon

Keikutsertaan JaF bukan hanya pertunjukan. Mereka membawa misi: kampanye lingkungan dan kerja kolektif. Lewat program Perhutana, JaF ingin menunjukkan bahwa kota kecil pun punya peran dalam menghadapi perubahan iklim global.
“Kami ingin bertemu masyarakat adat Amazon, para aktivis lingkungan di sana. Kami ingin bicara bahwa kota kecil juga bisa berkontribusi,” jelas Ismal.
Sebaliknya, JaF juga ingin belajar. Belajar tentang perlawanan ekologis, sedangkan Brasil bisa belajar dari kuatnya tradisi keguyuban di Majalengka—yang terwujud lewat Rampak Genteng, forum 27-an, dan program Perhutana.
Bagi kalangan seniman, Bienal de São Paulo berdiri sejajar dengan Documenta di Jerman dan Biennale di Venice, Italia—tiga pameran paling prestisius di dunia seni. Kini, nama Majalengka kembali tercatat di antara panggung besar itu.

















