Siswa Bermasalah Dikirim ke Barak, DPRD Jabar Beri Kritikan

Bandung, IDN Times - Anggota Komisi V sekaligus Ketua Fraksi PPP DPRD Provinsi Jawa Barat, Zaini Shofari memberikan kritik terhadap rencana Gubernur Dedi Mulyadi membina siswa bermasalah lewat pendidikan militer.
Menurutnya, ada baiknya langkah yang pertama harus dilakukan yaitu dengan memastikan ketahanan keluarganya. Dengan mencari tahu akar masalah dari aspek keluarga maka akan diketahui akar masalah dari siswa yang sulit dibina tersebut.
"Saya punya saran ketika ada anak sulit dibina itu harus dipastikan dulu ketahanan keluarganya. Alih-alih kita membina anak-anak, ternyata keluarganya juga memang sulit. Artinya tidak bisa dikendalikan dan akan terus bermunculan masalah itu," ucap Zaini saat dihubungi, Selasa (29/4/2025).
1. Pendekatan keluarga juga penting

Siswa yang sulit dibina itu, dijelaskan Zaini, bisa jadi disebabkan karena faktor rumah tangga orangtuanya. Oleh sebab itu, dia menyarankan agar penyelesaian harus dilakukan dengan cara mengamati terlebih dahulu masing-masing kondisi siswa-siswi tersebut.
"Misal remaja broken home, akhirnya dia bikin karakternya sendiri. Maka kuncinya adalah keluarga jadi hal yang terpenting, artinya menyasar keluarga dengan melakukan pembinaan, pengajaran itu jadi salah satu kunci. Termasuk soal moralitas dan pendidikan keagamaan," katanya.
2. Guru BK juga dimaksimalkan

Selain itu, ada cara lain yang bisa dilakukan dengan lingkungan pendidikan, yaitu mengoptimalkan fungsi guru bimbingan dan konseling (BK) di sekolah. Guru BK kata dia bisa lebih aktif untuk mengawasi kondisi psikologis siswa agar tidak melakukan hal-hal negatif.
"Kan di sekolah ada guru BK, kenapa tidak dioptimalkan. Jadi tidak sekadar konseling, harus bersinergi dengan murid, orangtua, dan guru. Jadi penguatan sekolah, keluarga menjadi penting," tegasnya.
Di sisi lain, Zaini setuju jika keterlibatan TNI Polri dapat meningkatkan kedisiplinan seseorang. Namun, kedisiplinan seharusnya bisa dibentuk dari rumah tanpa harus mengikuti kegiatan yang seakan wajib militer.
"Saya setuju pada wilayah kedisiplinan di TNI Polri, tapi pada wilayah karakter saya tidak setuju. Kalau kedisiplinan juga bisa dibangun dari rumah, banyak orang disiplin tapi tidak pernah mendapat pendidikan dari TNI Polri," ujarnya.
3. Bisa pakai cara pesantren

Dedi Mulyadi, kata Zaini, bisa juga merujuk kebiasaan yang ada di lingkungan pesantren untuk membentuk karakter siswa yang bermasalah tersebut. Menurutnya, beberapa opsi ini bisa dipertimbangkan.
"Model seperti itu bisa jadi rujukan, cara pesantren menangani santrinya. Artinya kesempatan untuk mendekatkan diri dengan sang khalik, dia (siswa) akan menghindari hal negatif," ungkapnya.
Kemudian, pemerintah juga seharusnya bisa hadir memfasilitasi segala kebutuhan masyarakat, termasuk anak muda dalam menyalurkan minat dan bakatnya. Sebab siswa yang kerap melakukan balap liar, misalnya, punya kecenderungan pada dunia otomotif.
"Iya jadi kalau dijadikan satu-satunya cara untuk anak itu saya kurang setuju. Misal anak suka motor, dia memang sukanya begitu. Sekarang di 27 Kabupaten kota ada gak fasilitas untuk anak-anak itu melampiaskan hobinya, bakatnya, seperti ruang publik untuk meningkatkan interaksi sosial," katanya.
"Kemudian contoh tawuran, kenapa gak disiapkan di tiap desa, kecamatan tempat sarana olahraga, salah satunya tinju misalnya. Jadi terlampiaskan yang punya bakat bela diri dan ada aktivitas. Artinya hasrat olahraga dapat, aturan dipakai, gak lagi pakai senjata tajam dan tidak mencederai," katanya.