Pemprov Jabar Larang Kegiatan Wisuda Bagi PAUD-SMA

Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara tegas memberikan larangan terhadap kegiatan wisuda atau perpisahan dengan biaya tinggi bagi siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Larangan ini dikeluarkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat lewat Surat Edaran (SE) nomor: 42/PK.03.04/KESRA yang disebarkan ke seluruh satuan pendidikan yang ada di Jabar, yang diterbitkan 30 April 2025 dan diteken secara elektronik oleh Gubernur Dedi Mulyadi.
Dalam SE itu, nomor satu poin C menerangkan bahwa seluruh sekolah PAUD, SD, SMP, SMA/SMK diminta tidak menyelenggarakan wisuda/perpisahan dan kegiatan yang bersifat seremonial dengan biaya tinggi.
Sebenarnya, pada poin keempat menyatakan, Pemerintah Provinsi Jabar memperbolehkan kegiatan wisuda/perpisahan diselenggarakan apabila tidak menimbulkan beban biaya kepada orang tua atau wali siswa.
Kegiatan tersebut juga harus dilaksanakan secara sederhana, bersifat kreatif, edukatif, dan mencerminkan nilai-nilai kebersamaan serta keberhasilan belajar.
1. Tidak boleh ada wisuda dengan biaya yang tinggi

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi pun menegaskan, larangan ini dilakukan karena kerap kali gelaran wisuda dan perpisahan itu mengharuskan orangtua untuk mengeluarkan biaya yang tinggi.
"Penegasannya sudah jelas. Tidak boleh ada wisuda, tidak boleh ada perpisahan berbiaya tinggi," ujar Dedi saat ditemui di Gedung Sate, Senin (5/5/2025) malam.
Dedi menjelaskan, wisuda atau perpisahan ini kerap membuat orangtua melakukan berbagai cara agar anaknya bisa turut merayakan dengan teman-temannya. Bagi yang tidak mampu, akhirnya meminjam uang ke bank emok di mana bunganya tinggi dan mencekik.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi mengeluarkan SE larangan wisuda atau perpisahan tersebut.
"Tidak boleh ada kegiatan-kegiatan yang membebani orangtua, kenapa? Karena dampaknya mereka pinjam rentenir," tuturnya.
Kendati demikian, Dedi menyarankan agar sekolah khususnya yang berstatus sekolah negeri bisa menggelar perpisahanini dengan biaya yang minim dan tidak diskriminatif untuk seluruh kategori ekonomi orangtua sisawa. Seperti SMK Negeri 1 Tambelang, Kabupaten Bekasi yang merayakan kelulusan sederhana dengan bermandikan air dari mobil pemadam kebakaran yang disemprotkan di lapangan sekolah.
Menurutnya, kegiatan tersebut bisa menjadi contoh untuk sekolah lainnya agar tidak merayakan perpisahan secara berelbihan hingga terkesan menghambur-hamburkan uang.
"Tadi banyak anak-anak posting tuh disemprot pakai Damkar saja sudah bahagia, kata dia.
2. Kegiatan wisuda siswa berpotensi maladministrasi

Perwakilan Ombudsman Provinsi Jawa Barat menilai kegiatan wisuda yang kerap kali mengharuskan adanya biaya yang harus merogoh uang orangtua berpotensi menimbulkan maladministrasi. Hanya saja, aturan larangan ini pada prinsipnya sudah ada dalam Surat Edaran Kemendikbud Nomor 14 tahun 2023 tentang Kegiatan Wisuda Pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini hingga Menengah.
Adapun prinsip-prinsip yang tertuang dalam surat edaran, yaitu sekolah tidak menjadikan upacara wisuda sebagai kegiatan wajib, tidak membebani orangtua atau wali peserta didik.
"Serta melibatkan komite sekolah serta orangtua untuk bermusyawarah dapat dijadikan acuan bagi pemerintah daerah untuk mengatur hal tersebut sesuai dengan kewenangan serta kondisi masyarakat di daerah masing-masing," ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Jabar, Dan Satriana.
Ia juga mengimbau agar SE yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah kabupaten dan kota, agar sekolah tidak menggelar wisuda dan perpisahan dengan biaya yang tinggi. Di sisi lain, ia juga meminta adanya sanksi kepada pelanggar.
"SE dan larangan ini dapat menjadi acuan, selanjutnya menjadi kewenangan gubernur memberikan sanksi kepada pelaksana sesuai peraturan perundangan, sebagaimana rencana sanksi yang beliau sampaikan terhadap kepala sekolah yang melanggar larangan melakukan study tour sebelumnya," tuturnya.
3. Perlu ada aturan khusus untuk kegiatan wisuda siswa

Pengamat Kebijakan Pendidikan sekaligus Dekan FPIPS UPI, Cecep Darmawan juga sangat setuju agar gelaran wisuda dan perpisahan ini tidak dengan biaya yang tinggi dan dibebankan kepada wali murid. Menurutnya, acara ini tidaklah mendidik.
"Jadi saya termasuk yang tidak suka ya, acara wisuda-wisuda itu gebyar, itu gak suka ya. Itu kurang mendidik lah gitu ya. Wisuda itu harusnya suasana hikmat, dengan kesederhanaan, hikmat, nah itu wisuda," kata dia.
Selain itu, wisuda yang digelar oleh pihak sekolah kerap kali dibuat dengan secara megah dan memakan biaya yang tinggi dan lebih banyak hura-huranya. Seharusnya, suasana perpisahan ini sebagai ajang refleksi.
"Dan yang lebih penting lagi adalah forum atau dimensinya harus ada dimensi refleksi. Jadi bukan hura-hura, Itu bukan budaya pendidikan orang-orang itu ya. Apalagi setelah sudah, misalnya corat coret, bajunya, segala itu enggak boleh," kata dia.
Cecep juga mendukung agar pemerintah turut bisa memperhatikan wacana wisuda ini, sebab aturannya perlu diperjelas agar para sekolah tidak lagi menggelar kegiatan yang sangat kental dengan diskriminatif ini.
Lebih lanjut, ia juga menyarankan agar pemerintah bisa menggratiskan kegiatan ini agar tidak ada beban terhadap orangtua sekaligus diskriminatif kepada siswa. Sehingga, peraturan khusus ini dirasa perlu ada.
"Belum ada (aturan jelas larangan wisuda), makanya harus diatur, walaupun saya katakan aturannya itu ada, tapi itu pasti umum ya. Misalnya ada peraturan menteri tentang kegiatan wisuda, satu bahwa wisuda itu harus dalam konteks pendidikan, inklusif, berbiaya murah, atau bahkan tidak berbiaya," ujarnya.