Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pakar ITB: Penertiban ODOL Melindungi Sopir dari Ekploitasi Pengusaha

IMG_20250623_115206.jpg
Spanduk memprotes aturan ODOL dipasang di badan truk. (IDN Times/Fariz Fardianto)
Intinya sih...
  • Pemerintah pusat gencar penertiban ODOL untuk melindungi sopir truk dari eksploitasi pengusaha.
  • Sopir truk di Kabupaten Sukabumi menolak RUU ODOL karena dinilai tidak adil dan merugikan mereka.
  • Dosen ITB menyatakan penertiban ODOL penting untuk keselamatan lalu lintas, namun banyak pertentangan dari pemilik truk dan barang.

Bandung, IDN Times - Penertiban kendaraan over dimension dan over loading (ODOL) kini tengah digencarkan oleh pemerintah pusat. Namun, di sisi lain rencana tersebut justru mendapatkan kontra dari sejumlah sopir truk di beberapa wilayah.

Salah satunya di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, sopir truk beramai-ramai turun ke jalan untuk meminta agar pemerintah memperhatikan kondisi mereka. Ada sebanyak puluhan sopir truk mendatangi Kantor Dinas Perhubungan, Sukabumi, mendesak rancangan Undang-Undang ODOL ini ditunda karena dinilai tidak adil dan merugikan pengemudi.

Koordinator aksi, Windi Wisana mengatakan, ketentuan dalam RUU ODOL tidak berpihak kepada sopir. Menurutnya, dimensi kendaraan biasanya sudah ditentukan oleh pemilik armada atau perusahaan, namun yang terkena sanksi justru pengemudi di lapangan.

Windi menegaskan bahwa sebagian besar sopir di Sukabumi hanya menggunakan truk kecil seperti colt diesel untuk mengangkut barang. Mereka pun tidak melakukan modifikasi dimensi, melainkan hanya memuat barang sesuai kebutuhan pemilik barang.

"Kami tidak nambahin dimensi, hanya pas muatannya saja kadang overload. Tapi hukumannya tetap ke kami. Pengusaha duduk manis di rumah, yang antar kami, tapi yang kena ancaman sopirnya," jelasnya.

Ia juga menyebut ancaman pidana dan denda yang tinggi dalam RUU ODOL membuat para sopir semakin khawatir. Menurutnya, dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan, membayar denda pun menjadi hal yang sulit.

"Kami bukan menolak aturan, tapi tolong dilihat juga bagaimana kehidupan kami di jalan. Denda mahal, kami keberatan. Perekonomian kami kecil," ucapnya.

1. Penegakan aturan masalah keberanian

IMG_20250623_112705.jpg
Salah satu truk engkel dipasangi spanduk bernada menolak aturan ODOL. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Menanggapi hal ini, Dosen Teknik Sipil sekaligus pakar transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) R Sony Sulaksono Wibowo mengatakan, pada dasarnya kebijakan penertiban ODOL ini sudah lama dibahas oleh pemerintah. Namun, kurang keberanian untuk menegakkannya.

Menurutnya, aturan ini memang sudah saatnya untuk ditertibkan, apalagi rencana ini sudah lama, namun tidak urung diterapkan.

"Kalau aturan ini masalah keberanian pemerintah, kemarin saya sempat menyesalkan ada demo, dan akhirnya sempat ditunda lagi. zero ODOL sudah dari 2015-2016 sudah ada cuma ditunda 2019 ditunda sampai 2023 ditunda. Harus diterapkan," katanya Sony saat dikonfirmasi, Jumat (27/6/2025).

Selain itu, ODOL ini sendiri sudah berdampak kepada masyarakat terutama keselamatan lalu lintas kendaraan. Belum lagi, kondisi truk bermuatan lebih itu rawan menyebabkan kecelakaan dan kerusakan jalan.

"Itu benar merusak jalan, belum lagi menyebabkan banyak kecelakaan. Jadi memang harus ditertibkan. Tahun 2016 rencana sudah ada untuk menertibkan itu, tapi tidak pernah berhasil karena banyak pertentangan," jelasnya.

Pada dasarnya para sopir truk sudah mengetahui ODOL ini merusak jalan. Namun Sony merasa heran banyak sopir yang turun ke jalan menggelar aksi menolak rencana penertiban ini. Padahal, penertiban itu dapat melindungi mereka.

"Kemarin pihak kepolisian menyasar para pemilik sopir truk dan pemilik barang tapi yang demo sopir kan aneh. Penertiban ini kan ujungnya buat mereka juga biar tidak dieksploitasi," ucapnya.

"Karena masalah ODOL ini di pemilik barang dan pemilik truk kalau perusahaan truk yang bener mereka taat karena takut dicabut izinnya. Pemerintah menangani ODOL harus secara keseluruhan harus utuh tidak hanya sopir truk saja. Perusahaan juga harus diingatkan," tuturnya.

2. Vietnam dan Thailand sudah tidak ada ODOL

IMG_20250623_113324.jpg
Personel kepolisian memantau ratusan sopir truk yang demo memprotes ODOL di jalan utama Pantura Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Persoalan paling penting juga soal adanya truk pribadi, dan itu membuat pemerintah saat ini tengah melakukan pendataan, siapa saja pemilik truk, perusahaan barangnya. Sehingga, sopir nantinya bisa terlindungi, dan tidak dieksploitasi oleh para kelompok tersebut.

Hal lain yang membuat ODOL ini harus ditertibkan yaitu, bercermin dari negara-negara tetangga. Menurutnya, di Malaysia dan beberapa negara lain di Asia sudah benar aturan mengenai hal ini.

"Beda jauh negara lain, di Vietnam, di Thailand, Malaysia tidak ada ODOL karena jelas aturannya dan semua angkutan ini berbentuk badan hukum, dan perusahaan jadi nyangkutnya gampang," katanya.

Dengan sudah ada aturan yang jelas, maka pengangkutan barang jadi lebih mudah dan meminimalisir terjadinya peristiwa kecelakaan hingga merusak jalan, karena sudah ada izinnya, spesifikasinya jelas. Misalnya untuk mengangkut barang kimia, dan kontener berbahaya lainnya itu harus jelas aturannya.

"Jadi gak sembarangan. kita kan selama ini liar, tapi penertiban ini mau mulai dilakukan ini banyak pertentangan tapi yang demo sopir mau dilindungi. Aturan pengangkutan barang gak boleh sembarangan dan aturan kendaraan sudah ada aturan tidak boleh dimodifikasi dan ini harus ditindak," ujar Sony.

Di sisi lain, karena penegakan aturan ini terus di persoalkan, dampaknya kepada sopir truk itu sendiri. Sony mencontohkan, terjadi kecelakaan angkutan muatan di salah satu jalan tol hingga membuat adanya korban jiwa. Dari peristiwa ini tentu yang disalahkan adalah sopir itu sendiri.

Kemudian, jika terjadi razia kendaraan dan kedapatan muatan berlebih. Pihak kepolisian tentunya mengamankan sopirnya. Sehingga, aturan ODOL perlu ditegakkan untuk melindungi sopir.

"Setiap kecelakaan odol sekarang kan yang kena sopir nah regulasi ini nantinya akan mengatur bahwa tidak sepenuhnya kecelakaan ini oleh sopir. Ada pemilik barang dan pemilik truk ini didata siapa saja, pemilik truk dan pemilik barang," jelasnya.

"Artinya kan di sini sopir harus tahu jangan diperalat sekarang posisi begitu, kalau gak mau ngangkut ya udah cari yang lain. makanya zero ODOL ini supaya melindungi mereka, ketika ada kecelakaan kita kejar dan terlindungi sopirnya tidak disalahkan saja, harusnya sadar," tegas Sony.

Dia mengatakan, yang menolak ditertibkan saat ini adalah pemilik barang dan pemilik truk yang menggunakan sopir sebagai Beginning position. Adapun dampak yang terasa saat ini yaitu, adanya kerusakan jalan di provinsi, nasional, daerah, dan kecelakaan.

"Setiap kecelakaan yang disalahkan sopir. anehnya kenapa sopir demo padahal pemerintah ingin melindungi mereka," ucapnya.

3. Pemprov Jabar pastikan penertiban ODOL tetap dilaksanakan

Truk fuso tanrakan beruntun di GT Ciawi 2 Bogor, Senin (2/6/2025). (Istimewa).
Truk fuso tabrakan beruntun di GT Ciawi 2 Bogor, Senin (2/6/2025). (Istimewa).

Sementara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, memastikan sosialisasi zero ODOL masih tetap dilakukan dan tidak ditunda. Saat ini pemerintah masih melakukan sosialisasi kepada asosiasi, pengusaha angkutan, pengelola pelabuhan, pengelola jalan tol, pengelola kawasan industri, pengelola pool kendaraan.

"Selama sosialisasi dari tanggal 11-24 Juni 2025 tercatat total ada sebanyak 2.154 kendaraan over dimensions, dan 11.106 kendaraan over load. Dari data tersebut, ada sebanyak 6.572 kendaraan milik perusahaan, dan 6.688 kendaraan pribadi," jelas Kepala Dinas Perhubungan Jabar Dhani Gumerlar saat dikonfirmasi, Kamis (27/6/2025).

Meski begitu, saat ini pemerintah dan pihak kepolisian masih memberikan sosialisasi. Adapun pada Juli 2025 akan dilakukan dua tahapan penegakan hukum, dimana pada dua pekan pertama Juli (1-13 Juli) akan dilakukan peringatan pada pelanggar di lapangan.

"Sisanya penegakan hukum lewat operasi patuh. Penindakan nanti tidak hanya bersifat di hulu tapi juga hilir. Karena hasil evaluasi tidak efektif melakukan tindakan di lapangan karena lebih pada ke supir yang mengangkut," katanya.

"Sementara perintah mengantar barang ada di pengusaha maupun industri. Sekarang penindakan juga dari mereka yang memesan barang," jelasnya.

Berdasarkan penjelasan Kakorlantas RI, ada resistansi tinggi (dari supir, pengusaha tranportasi dan angkutan) karena faktor ekonomi dan sosial sebagai alasan. Meski begitu aturan tetap harus ditegakkan.

Adapun over dimension merupakan tindak pidana kejahatan lalu lintas ancamannya ada pada pasal 277 UU LLAJ no 22 tahun 2009. Sementara, over loading merupakan tindak pidana pelanggaran sesuai dengan pasal 307 UU LLAJ no.22 tahun 2009.

"Tidak ada efek jera karena untuk pelanggaran over loading denda maksimum Rp500 ribu namun putusan pengadilan rata- rata diputus Rp100-Rp200 ribu. Perbuatannya diulangi terus, banyak sopir angkutan barang terpaksa membawa muatan berlebih akibat tekanan perusahaan yang menetapkan target ketat," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us