Minim Dokter Hewan di Kabupaten Cirebon, Ancaman PMK Semakin Serius

Cirebon, IDN Times - Krisis tenaga dokter hewan di Kabupaten Cirebon semakin memprihatinkan di tengah ancaman Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang terus mengintai para peternak sapi.
Dengan jumlah tenaga medis yang jauh dari ideal, penanganan kasus PMK di daerah ini menghadapi tantangan besar, mulai dari keterlambatan vaksinasi hingga minimnya edukasi bagi peternak.
Saat ini, hanya ada tujuh dokter hewan yang bertugas untuk menangani seluruh wilayah Kabupaten Cirebon. Dengan luas wilayah yang mencakup 40 kecamatan dan ribuan peternak yang menggantungkan hidup pada usaha sapi perah dan sapi potong, jumlah ini dinilai sangat tidak mencukupi.
1. Tenaga dokter hewan tak sebanding dengan kebutuhan

Menurut drh Nina Triyana, perwakilan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Kabupaten Cirebon, jumlah dokter yang tersedia sangat jauh dari standar ideal. Dalam situasi normal pun, jumlah ini sudah terlalu sedikit, apalagi dalam kondisi wabah seperti PMK yang membutuhkan respons cepat.
"Jika melihat kebutuhan, idealnya satu kecamatan memiliki minimal dua dokter hewan. Lebih bagus lagi jika di setiap desa ada satu dokter hewan. Namun kenyataannya, kami hanya memiliki tujuh dokter untuk seluruh Kabupaten Cirebon. Jumlah ini jelas sangat kurang untuk menangani wabah seperti PMK, apalagi jika ada lonjakan kasus," ungkap Nina, Rabu (29/1/2025).
PMK adalah penyakit yang sangat menular dan dapat menyebar dengan cepat melalui kontak langsung antarternak, udara, atau peralatan yang terkontaminasi. Dalam situasi seperti ini, kecepatan penanganan menjadi kunci utama untuk mencegah penyebaran lebih luas.
Namun, dengan jumlah dokter hewan yang minim, respons terhadap wabah sering kali tertunda. Proses vaksinasi dan pengobatan tidak bisa dilakukan secara merata dan tepat waktu, sehingga banyak peternak yang harus menghadapi konsekuensi buruk dari lambatnya penanganan penyakit ini.
2. Peternak merugi, sapi dipotong paksa

Minimnya tenaga dokter hewan dirasakan langsung oleh para peternak, yang kini harus berjuang sendiri menghadapi ancaman PMK. Sutrisno (48 tahun), seorang peternak sapi di Desa Kubang, merasakan betul dampak keterlambatan penanganan ini.
Dalam satu bulan terakhir, ia kehilangan dua ekor sapi akibat PMK.
"Awalnya saya kira hanya sakit biasa, tapi ternyata malah tambah parah. Kakinya gak kuat berdiri, akhirnya dipotong. Tapi harganya jatuh, cuma laku separuh dari harga normal," ujar Sutrisno.
Menurutnya, harga sapi sehat biasanya berkisar Rp20 juta per ekor. Namun, karena terpaksa dipotong paksa akibat PMK, sapi miliknya hanya laku Rp10 juta. “Itu pun karena ada pembeli yang kasihan. Kalau terus begini, peternak kecil seperti saya bisa rugi besar,” tuturnya.
Bagi peternak, kehilangan satu ekor sapi berarti kehilangan aset berharga. Tidak hanya karena harganya anjlok, tetapi juga karena harus mengeluarkan biaya tambahan untuk merawat sapi yang sakit dan membeli pakan selama proses pemulihan.
3. Kasus PMK terus bertambah

Hingga saat ini, Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon mencatat sebanyak 40 ekor sapi telah terpapar PMK. Dari jumlah tersebut, tiga ekor sapi harus dipotong paksa, sementara 20 ekor dinyatakan sembuh, dan sisanya, yakni 17 ekor, masih dalam perawatan intensif.
PLT Kabid Peternakan Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, Durahman, menyatakan bahwa pemotongan paksa dilakukan sebagai langkah pencegahan agar virus tidak menyebar lebih luas.
Selain itu, langkah ini juga diambil untuk menjaga nilai ekonomi ternak yang masih memungkinkan dijual sebelum kondisinya semakin buruk.
"Dari 40 sapi yang terkena PMK, tiga di antaranya sudah dipotong paksa. Jadi, daripada semakin parah dan merugikan peternak, lebih baik dilakukan pemotongan agar harga jual tetap ada," kata Durahman.
Namun, langkah ini bukan solusi jangka panjang. Jika tenaga dokter hewan tidak ditambah, maka ancaman PMK akan terus berulang dan merugikan lebih banyak peternak. Untuk mengatasi permasalahan ini, berbagai pihak mendesak pemerintah daerah agar segera menambah tenaga dokter hewan di Kabupaten Cirebon.
Menurut Nina Triyana, salah satu solusi yang bisa diambil adalah dengan merekrut tenaga medis hewan tambahan atau memperbanyak program pelatihan bagi tenaga kesehatan hewan di tingkat desa.
"Kami berharap pemerintah bisa lebih serius dalam menanggapi persoalan ini. Jika tenaga dokter hewan tidak segera ditambah, maka kasus PMK akan terus berulang dan merugikan peternak," ujarnya.
Selain itu, edukasi bagi peternak juga harus diperkuat. Banyak peternak yang masih kurang memahami cara pencegahan PMK, seperti menjaga kebersihan kandang dan membatasi kontak dengan ternak lain yang berpotensi terinfeksi.