Komentar Dedi Mulyadi Soal Penggusuran Sekolah SLBN A Pajajaran

Bandung, IDN Times - Gedung Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran, Kota Bandung, digusur untuk dijadikan Sekolah Rakyat. Siswa-siswi sementara dipindahkan ke SLB Cicendo tepat di belakang kediaman Gubernur Dedi Mulyadi, Gedung Pakuan.
Merespons hal ini, Dedi mengatakan, SLBN A Pajajaran ini sebetulnya bukan digusur atau dibongkar, melainkan kini sedang tahap perbaikan untuk Sekolah Rakyat, program dari Kementerian Sosial (Kemensos).
"Sebenarnya bukan dibongkar dan diganti Sekolah Rakyat. SLB itu ada alokasi anggaran dari Kementerian PU, kemudian dibangun Sekolah Rakyat," ujar Dedi, Sabtu (17/5/2025).
1. Sekolah saat ini tengah dalam perbaikan

Dedi memastikan, setelah sekolah selesai direnovasi, nantinya para siswa yang kini dipindahkan sementara untuk proses belajar mengajarnya ini akan kembali ke SLBN A Pajajaran. Artinya, pemindahan ini dipastikannya hanya sementara.
"Kemudian, setelah pembangunannya itu, nanti teman-teman SLB tetap sekolah di situ. Bersama-sama. Sekolah dibagusin," katanya.
2. Pihak sekolah sebut penggusuran mendadak

Adapun pembongkaran dilakukan oleh Kepala Sentra Balai Wiyataguna di mana terdapat dua gedung yang sudah dikosongkan dan dibongkar yakni gedung C dan D. Wakil Ketua Komite SLBN A Pajajaran, Tri Bagio mengatakan, informasi pembongkaran itu sangat cepat sehingga para siswa tak memiliki banyak waktu untuk persiapan pindah.
"Kami kaget. Dalam waktu yang mendesak, kami harus mengosongkan. Anak-anak sedang ujian, kami tidak tahu harus belajar di mana," ujar Tri.
Permintaan pengosongan ini mulanya dijanjikan ditunda terlebih dahulu hingga 23 Mei, namun kemudian diminta tetap segera dikosongkan sesuai jadwal semula yakni 15 Mei 2025. Sementara, siswa tengah dalam proses ujian.
"Kepala sekolah sudah mencoba mengajukan penjadwalan ulang, tetapi surat penundaan itu malah ditarik kembali," katanya.
3. Pembelajaran jadi tidak efektif

Gedung C dan D yang akan dikosongkan masing-masing memiliki sekitar 8–9 ruangan. Gedung tersebut digunakan oleh siswa tingkat SD, SMP, dan siswa dengan disabilitas ganda. Saat ini, SLBN A hanya memiliki tiga ruang kelas aktif tersisa, dari idealnya 37 ruang kelas untuk sekitar 111 siswa.
Kondisi ini memaksa beberapa kelas digabung, bahkan siswa dengan latar belakang disabilitas berbeda, harus belajar bersama dalam satu ruangan.
"Kenyataannya, dengan pembelajaran seperti itu tidak efektif," ucapnya.
Bagi siswa tunanetra, pembelajaran yang efektif membutuhkan ruangan senyap dan luas cukup, agar suara pengajar bisa diterima dengan baik sebagai satu-satunya jembatan informasi.
"Kalau satu ruangan ada tiga guru mengajar, itu berisik, sering terjadi miskomunikasi," katanya.
Komite sempat mengusulkan agar pembangunan Sekolah Rakyat menggunakan ruang atau lahan lain yang masih kosong di kompleks Wiyataguna.
"Komplek Wiyataguna ini kan luas, banyak lahan dan gedung yang masih kosong, sementara ini kami berharapnya jangan dulu ganggu SLB," katanya.