Kampanyekan Sandiaga Uno, Perawat RS Banjar Dipolisikan TKD Jabar

Bandung, IDN Times – Rombongan Tim Kampanye Daerah Jawa Barat (TKD Jabar) mendatangi Markas Besar Polisi Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) untuk melaporkan berbagai aktivitas masyarakat yang merugikan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Joko “Jokowi” Widodo-Ma'ruf Amin di Jawa Barat, Rabu(27/3). Salah satu laporan TKD Jabar ialah terkait Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diduga bersikap tidak netral.
Laporan tersebut didapat TKD Jabar dua hari lalu, kata Abdy Yuhana, Sekretaris TKD Jabar, di Markas Polda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Banjar sebenarnya sudah memanggil ASN yang bersangkutan pada Selasa (26/3). Namun, TKD tetap ingin membawa pelanggaran tersebut ke ranah kepolisian.
1. ASN bekerja di RSUD Banjar

Dalam laporan yang diserahkan TKD ke Polda Jabar, nama ASN tersebut berinisial TS, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di Unit Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Banjar. ASN itu, kata Abdy, aktif mengampanyekan Sandiaga Uno, Calon Wakil Presiden nomor urut 02 dalam Pilpres 2019.
“Satgas (Satuan Petugas Anti Hoax TKD) juga sudah periksa, dan itu benar. Yang ASN ini kami laporkan juga, dia petugas medis di RS Banjar. Netralitas ASN harus dijaga dengan baik, maka itu kami laporkan,” kata Abdy.
2. Akun Facebook sebagai bukti

Salah satu medium yang digunakan ASN tersebut dalam mengampanyekan Sandiaga Uno adalah media sosial Facebook. Maka itu, TKD Jabar telah memantau segala aktivitas terlapor di Facebook, merekamnya, kemudian menjadikannya barang bukti yang kini telah diterima Polda Jabar.
Ketika ditanya bukti, Abdy mengeluarkan gawainya dan menunjukkan berbagai ketidaknetralan ASN tersebut di Facebook. IDN Times sudah mencoba menghubungi TS lewat akun Facebook-nya. Namun, hingga saat ini ia belum memberikan balasan.
3. Laporkan perusakan APK di Sukabumi

Tak hanya TS yang dipolisikan TKD Jabar, melainkan juga seorang warga yang merusak Alat Peraga Kampanye (APK) Jokowi-Maaruf di Sukabumi, Jawa Barat. Sama dengan Tina, meski warga terlapor telah meminta maaf kepada pemilik APK, TKD Jabar tetap menyeret namanya ke jalur hukum.
“Itu dirusak, lalu kemudian si pelakunya minta maaf. Tapi bagi kami, meski sudah meminta maaf, tetap ingin hukum berjalan,” kata Abdy. Menurut dia, pelaku hanya mengaku sebagai warga Warung Kiara, Sukabumi, Jawa Barat.
4. Laporkan 30 temuan hoax di Jawa Barat

Selain kedua kasus di atas, TKD Jabar juga melaporkan temuan-temuan berupa informasi bohong yang tersebar di media sosial. “Masa kampanye ini harusnya diisi dengan hal yang sifatnya mendidik, kemudian juga dengan harapan-harapn untuk Indonesia yang lebih baik. Bukan dengan fitnah, hoax. Pelaporan kami hari ini untuh mencegah gibah yang lebih luas di Jawa Barat.
Totalnya, kata Abdy, TKD Jabar melaporkan 30 hoax yang tersebar di media sosial. Laporan pun sudah diterima kepolisian, di bawah penanganan Tim Cyber Crime Polda Jabar.
5. Facebook, Instagram, dan WhatsApp

Tiga media sosial yang menjadi tempat hoax bersebaran, lanjut Abdy, ialah Facebook, Instagram, dan WhatsApp. Ada beberapa isu palsu yang tersebar di ketiga media sosial itu, memang, tapi sebagian besar terkait isu Jokowi anti Islam.
“Di beberapa daerah seperti Kota Banjar, misalnya, ada hoax yang menyebut jika Jokowi menang pasantren ditutup dan adzan dilarang berkumandang. Itu yang berbahaya, karena informasi tersebut benar-benar salah,” ujarnya.
Abdy memang tak bisa memastikan berapa besar pengaruh informasi hoax terhadap elektabilitas pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Joko “Jokowi” Widodo-Ma'ruf Amin. Namun, ia menilai bahwa maraknya pemberitaan bohong sedikit banyak dapat menggerus suara Jokowi di Jawa Barat.
“Hoax itu, pertama tidak memiliki aspek politik, lalu tidak sesuai dengan kaidah kampanye. Ketiga, tentunya bagi masyarakat awam yang tanpa filter informasi, ini akan berdampak pada elektabilitas Jokowi,” tutur Abdy.
Jawa Barat memang menjadi salah satu daerah tersulit bagi Jokowi untuk mendulang suara. Di provinsi dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) terbanyak di Indonesia, yakni 37 juta suara, Jokowi punya pengalaman buruk.
Pada Pilpres 2014, Jokowi kalah telak di Jawa Barat karena hanya mendapat 40,22 persen suara, dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan total 59,78 persen suara.