DKP Jabar Klaim Sertifikat Laut di Subang Berbeda dengan Bekasi

Bandung, IDN Times - Persoalan ratusan hektare Sertifikat Hak Milik (SHM) yang mencatut nama nelayan di perairan wilayah Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan Legonkulon, Kabupaten Subang, kini menjadi polemik.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Barat, Hermansyah mengatakan, persoalan sertifikat objek laut di wilayah tersebut berbeda dengan kasus pagar laut di Bekasi.
Menurutnya, kasus pagar laut di Bekasi jelas menempuh kerja sama pemerintah dengan pihak swasta yaitu PT. Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) untuk penataan dan pengembangan Kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pal Jaya. Sedangkan, di wilayah perairan Cirewang tidak ada proyek apapun.
"Sertifikat tersebut menjadi kewenangan ATR/BPN dan sampai saat ini tidak ada informasi akan adanya kegiatan proyek di sana," ujar Herman saat dikonfirmasi, Rabu (29/1/2025).
1. Tidak ada jual beli

Selain itu, Herman memastikan, pagar laut di Bekasi mengalami proses jual beli lahan antara para pemilik tanah dengan pengembang PT. TRPN. Sementara, di Kabupaten Subang tidak ada proses jual beli tersebut.
Ia memastikan hal ini sudah ditelusuri oleh timnya, dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara juga menyatakan tidak ada jual beli tanah dari tahun 2018 sampai saat ini.
"Belum ada laporan baik dari masyarakat maupun Pokmaswas terkait masalah jual beli tanah perairan laut, ataupun terkait pemanfaatan ruang laut Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan legonkulon, Subang," ujarnya.
2. DKP Jabar tidak tahu proses jual beli objek laut

Dengan begitu, Herman mengungkapkan, perbedaan antara sertifikat laut di Bekasi yang dipasangi pagar bambu dengan di Kabupaten Subang ada pada proses jual beli dan adanya pengerjaan proyek pemerintah. Meski begitu, ia tidak mengetahui persis proses jual belinya seperti apa.
"Yaa betul, ada proses jual beli. Namun saya tidak tau juga persisnya prosesnya (jual beli) seperti apa," kata dia.
Ia menegaskan, SHM di objek laut Kabupaten Subang ini tidak memiliki rencana pembangunan proyek apapun.
"Sepengetahuan kami tidak ada rencana (pembangunan proyek) apapun," ucapnya.
3. Legislator pastikan ada kaitannya dengan pagar laut di Tangerang dan Bekasi

Sementara itu Ketua Fraksi PPP DPRD Jawa Barat, Zaini Shofari telah mengantongi beberapa fakta baru persoalan ini. Ia mengaku sudah mengonfirmasi beberapa nelayan yang turut dicatut namanya, dan mereka mengakui diberi uang Rp100 ribu oleh orang tak dikenal untuk tanda tangan.
"Semalam saya video call dengan beberapa warga dan mengaku nama mereka dicatut, mereka gak tahu apa-apa. Katanya pernah ada orang yang kasih kertas putih mereka tandatangan, dikasih Rp100 ribu cuma gak tahu buat apa," ujarnya.
Lebih lanjut, berdasarkan data yang didapatkannya, warga yang dicatut namanya ini mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Zaini menduga kasus ini masih berkaitan dengan kasus pagar laut di Tangerang dan Bekasi. Hanya saja, hal ini baru sebatas dugaannya saja.
"Kalau di sana (Bekasi) dipasang bambu. Kalau di Subang hanya dipatok bambu, radius berapa dipatok bambu lagi. Bahkan pernah ada alat berat di situ beroperasi, tapi ketika ada nelayan yang mendekat tidak beroperasi," kata Zaini.
"Sampai saat ini kami baru mendengarkan warga yang memang mengeluh namanya dicatut, terus ini bisa jadi bersambung dengan kasus di Tangerang, Bekasi itu atau jangan-jangan memang seluruh pesisir pantai itu memang sudah terkondisikan, tapi itu praduga karena polanya hampir sama," tuturnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, informasi sertifikat tanah ini juga disampaikan langsung oleh Aktivis Lingkungan Subang Asep Sumarna Toha. Ia mengatakan, laut yang disertifikatkan ada 307 bidang dengan luas 460 hektare.
Adapun saat itu penerbitan SHM ini berlangsung pada masa kepemimpinan kepala BPN Subang sebelumnya yaitu Joko Susanto, dan dipindahkan ke Kabupaten Tangerang.
Asep menduga kasus ini memiliki korelasi juga dengan kegiatan yang sekarang ramai dengan pagar laut di Tanggerang. Selain itu, ia mencurigai sertifikat bermasalah ini ada juga di wilayah perairan sekitar Pelabuhan Patimban, Subang.