736 Mahasiswa di Bandung, 48,6 persennya Bergejala Gangguan Mental

Bandung, IDN Times - Penyakit kejiwaan, gangguan mental kini banyak dialami oleh berbagai kelompok usai, dan berbagai latar belakang pekerjaannya. Seperti di Kota Bandung misalnya, dari 736 mahasiswa baru ada beberapa yang mengalami gangguan mental.
Data ini didapatkan dari survei Ruang Empati pada Bulan September 2024. Ketua Ruang Empati, Teddy Hidayat mengatakan, dari survei ini ditemukan beberapa mahasiswa baru ada yang mengalami gejala gangguan mental hingga ada yang memiliki ide bunuh diri.
"Dari 736 mahasiswa baru, didapatkan angka gejala gangguan mental emosional (termasuk depresi) 48,6 persen, merasa tidak bahagia 21,2 persen dan 5,3 persen atau 39 orang diantaranya mempunyai ide bunuh diri," ujar Teddy saat dikonfirmasi melalui sambung telfon, Jumat (18/10/2024).
1. Mahasiswa juga ada kecenderungan malas berolah raga

Dalam survei ini juga menyatakan, dari 736 mahasiswa baru sebagian besar atau 76,3 persen memiliki kebiasaan jarang atau tidak pernah olahraga, 32,5 persen sedang merokok, dan 36,6 persen masalah dengan Berat Badan.
Kemudian, kondisi lain yang juga mengkhawatirkan adalah penggunaan medsos dan gadget yang demikian masif sejak anak–anak. Sebab hal ini nanti aku memicu anak memiliki kepedulian yang rendah.
"Kondisi yang paling dikhawatirkan adalah lahirnya generasi dengan keterampilan sosial yang kurang dan rendahnya kepedulian terhadap lingkungannya," jelasnya.
2. Kasus kesehatan mental secara umum juga masih tinggi

Kemudian, Teddy menjelaskan, ada lebih dari 350 juta orang di dunia menderita depresi dan diprediksi pada 2030 beban akibat depresi menempati nomor satu diatas gangguan jantung dan pembuluh darah (Dalys).
"Di Indonesia ada 11.315.500 orang penderita depresi, yang menjalani pengobatan medik hanya 9 persen (Riskesdas 2018). Survey PDSKJI 35 persen populasi depresi, CED-S Unpad 47 persen dan Ruang Empati 50 persen mahasiswa mengeluh depresi (2020)," katanya.
Selain itu, berdasarkan data WHO, kata Teddy, setiap 40 detik 1 orang bunuh diri dan 80-90 persen mempunyai psikopatologi (depresi), "Fakta di Indonesia 50.000 orang per tahun atau 1.500 orang per hari orang bunuh diri 41 persen gantung diri dan 23 persen minum pestisida," ucapnya.
3. Kasus kesehatan mental masih belum jadi perhatian pemerintah

Menurutnya, data dan hasil riset ini menunjukkan bahwa persoalan gangguan mental tidak bisa dianggap sebelah mata, dan perlu adanya intervensi dari pemerintah pusat. Berbicara gangguan jiwa, dikatakan akan turut terdampak pada IQ.
Teddy mengatakan, rata-rata tingkat kecerdasan orang Indonesia berada pada urutan 130 menurut World Population Review 2022 dari sekitar 199 negara di dunia. Ia menyebutkan, angka tersebut termasuk rendah.
"Angka ini termasuk rendah atau kurang cerdas. Sulit dibayangkan bagaimana mereka harus bersaing dengan negara –negara lain yang rata-rata IQ nya lebih tinggi," jelasnya.
4. Pemprov Jabar akui masih belum prioritaskan penanganan kesehatan mental

Sementara, Dinas Kesehatan Jawa Barat membenarkan bahwa persoalan kesehatan mental masih belum menjadi prioritas. Bahkan, untuk kebutuhan data atau diteksi dini terhadap para remaja juga belum memiliki data pastinya.
"Masalah kesehatan mental itu kan harusnya kita lakukan skrining dan itu teman-teman kabupaten kota yang turut melakukan tentang kesehatan remaja. Ini datangnya belum datang ke kami, dan kami belum bisa masuk ke sekolah-sekolah," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jawa Barat, Rochady Hendra Setia Wibawa.
Meski begitu memiliki data, Rochady menjelaskan, persoalan kesehatan mental sangat luas dan banyak faktornya. Seperti, penderita pernah mengalami bullying baik di lingkungan sekolah dan main.
"Kesehatan mental ini kalau disebutnya sangat luas. Memang kesehatan mental yang memang disebabkan oleh ada kekerasan fisik atau kekerasan psikologis, seperti senioritas. Kesehatan mental yang disebabkan oleh penggunaan zat narkoba, psikotropika kan ada juga ya," jelasnya.
Rochady memastikan ke depannya akan turut melakukan mitigasi dan penindakan terhadap kasus kesehatan jiwa di Jabar,.dengan berkolaborasi bersama peneliti dari universitas untuk mencari langkah jitu menangani persoalan itu.
"Nanti kita kemungkinan akan berkolaborasi seperti dengan Unpad untuk membuat salah satu sistem atau aplikasi gawai mengetes kesehatan mental para remaja dan secara umum," kata dia.