Bahan Baku Industri Kimia di Indonesia Masih Tergantung Impor
.jpg)
Bandung, IDN Times - Saat ini hampir semua kebutuhan kimia dalam negeri dipenuhi dari luar neger alias impor. Salah satunya soda ash yang merupakan bahan baku produk-produk yang dibutuhkan masyarakat seperti deterjen; kaca beserta produk turunannya seperti gelas, cermin, dan lain-lain; serta pasta gigi.
Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri Hari Supriyadi mengatakan, banyak produk yang dibutuhkan masyarakat berbahan baku soda ash yang pemenuhannya didominasi impor. Selain produk-produk yang saat ini banyak digunakan, kendaraan listrik yang disebut-sebut merupakan transportasi masa depan pun membutuhkan soda ash untuk pembuatan baterainya.
"Untuk baterai mobil listrik juga menggunakan soda ash. Jadi sangat banyak turunan dari soda ash. Tapi kenapa Indonesia masih impor," katanya saat konferensi pers virtual terkait lomba esai nasional yang diselenggarakan dalam rangka memperingati 80 tahun Pendidikan Tinggi Teknik Kimia di Indonesia, Senin (21/6/2021).
1. Sekitar 90 persen kebutuhan bahan baku industri kimia masih di impor

Dia menyebut, dalam setahun Indonesia membutuhkan sekitar 1,2 juta ton soda ash. Dari jumlah itu, 90% dipenuhi dari hasil impor.
"Kebutuhan di ASEAN 2,9 juta ton," ujarnya.
Menurut dia, kebutuhan ini akan terus meningkat terutama jika penggunaan kendaraan listrik sudah semakin banyak. Sebagai contoh, kebutuhan soda ash di Tiongkok terus meningkat hingga 2 juta ton per tahun. Karena itu, dia berharap, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan soda ash sendiri sehingga tidak perlu impor lagi.
"Kita rindu memiliki industri kimia soda ash," katanya.
2. Indonesia bisa memenuhi kebutuhan dengan bahan baku dan SDM mumpuni

Dia menilai, untuk mewujudkan hal itu sangat memungkinkan terutama mengingat Indonesia memiliki bahan baku dan sumber daya manusia yang kompeten.
"Kita punya resources yang kuat, kita punya banyak SDM yang mumpuni. Tapi kenapa mencari mudahnya saja dengan memilih impor," katanya.
Terlebih, menurutnya saat ini terdapat pabrik kaca terbesar di Batang Jawa Tengah yang tentunya membutuhkan soda ash dalam jumlah yang besar. "Alangkah baik ya kalau pabrik kaca ini soda ash-nya disuplai dari dalam negeri. Agar memberi nilai tambah, menghemat devisa, membuka lapangan kerja, dan banyak sekali keuntungannya," kata dia.
Dia menyebut bahwa industri kimia termasuk soda ash pernah dibangun pada 1990-an. "Ada kendala, saat krisis ekonomi 1998. Pernah juga dibangun di NTT yang dekat dengan sumber garam (bahan baku soda ash), tetap tak bisa juga," katanya seraya kembali menyebut Indonesia kaya akan bahan baku soda ash.
3. Sosialisasi industri kimia dijadikan lomba secara nasional

Ketua panitia 80 tahun Pendidikan Tinggi Teknik Kimia di Indonesia, Tirto Prakoso
Brodjonegoro menjelaskan, lomba esai nasional ini sebagai wadah sosialisi industri kimia di Indonesia. Menurutnya, soda ash atau umumnya dikenal sebagai soda abu merupakan suatu komponen dasar kimia yang kurang dikenal keberadaan dan fungsinya oleh masyarakat.
"Walaupun produk akhirnya sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari," katanya seraya menyebut dalam jumlah yang aman, soda abu juga digunakan
dalam industri pangan setelah melalui sejumlah proses tertentu.
Dengan begitu, dia berharap lomba esai ini dapat membangkitkan
kesadaran dan kepedulian akan industri kimia di Indonesia. "Selain sebagai wadah sosialisasi akan industri soda ash dan manfaatnya, lomba esai ini diharapkan dapat menjadi pendorong pembangunan industri di dalam negeri," katanya.
Menurutnya, lomba esai ini terbuka bagi seluruh warga negara Indonesia, baik mahasiswa, pelaku industri, pendidik, maupun masyarakat umum. Siapa pun dapat mengirimkan karya esainya melalui email 80tahunTK@ia-tk-itb.org.
Lomba yang memperebutkan hadiah total Rp100 juta ini akan diampu oleh juri dari civitas akademi dan pelaku industri yaitu Muh. Khayam, Dirjen. Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil, Kementerian Perindustrian RI Johnny Darmawan, Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian, KADIN Indonesia Heru Dewanto, dan Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia Hari Supriyadi, dan guru besar Teknik Kimia ITB Dwiwahju Sasongko.