Provinsi Cirebon Raya Mengemuka Usai Moratorium Pemekaran Dibuka

Cirebon, IDN Times - Di sebuah warung kopi pinggir jalan Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat obrolan warga tak pernah sampai pada soal pemekaran provinsi. Topik yang lebih hangat adalah harga pupuk, jalan berlubang, dan bagaimana anak-anak mereka bisa melanjutkan sekolah tanpa membebani orang tua.
Samsul (52), petani sekaligus ketua kelompok tani lokal, menanggapi santai soal Provinsi Cirebon Raya. “Kalau saya sih, terserah mau dibentuk atau enggak. Tapi yang kami butuhkan sekarang bukan ganti nama wilayah, melainkan jalan yang bisa dilalui truk hasil panen,” ujarnya, Sabtu (3/5/2025).
1. Menguat di pusat, mengambang di akar rumput

Wacana pemekaran wilayah Ciayumajakuning, akronim dari Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan menjadi provinsi sendiri sebenarnya bukan hal baru. Sudah sejak dekade lalu gagasan itu dilontarkan. Namun, tahun ini gairah itu menyala kembali, seiring desas-desus pemerintah pusat membuka kembali keran moratorium pemekaran daerah.
Sejumlah nama seperti mantan Menteri Kelautan Rokhmin Dahuri, para anggota DPR RI dari dapil Jabar, hingga akademisi lokal kembali aktif menyuarakan dukungan. Argumen mereka adalah Ciayumajakuning memiliki potensi budaya, ekonomi, dan sumber daya manusia yang cukup untuk mandiri dari Provinsi Jawa Barat.
Namun narasi besar itu belum tentu menggugah kalangan bawah. Bagi warga seperti Abdul Ghofar (37) mantan warga Plumbon, Kabupaten Cirebon, kebutuhan mendesak tetap berkutat pada pelayanan dasar.
“Jalan desa di tempat saya banyak yang rusak. Tiap musim hujan, air masuk ke rumah karena saluran mampet. Masyarakat ngeluh soal air bersih, bukan soal provinsi baru,” katanya.
Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat tahun 2024 menunjukkan kondisi infrastruktur di kawasan Ciayumajakuning masih menghadapi tantangan besar. Di Indramayu, tercatat 28,6% jalan kabupaten dalam kondisi rusak ringan hingga berat. Di Majalengka, beberapa akses ke daerah wisata unggulan seperti jalur menuju Gunung Ciremai masih minim penerangan dan berlubang parah.
Sementara itu, dari sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Kabupaten Indramayu dan Kuningan masih berada di bawah rata-rata IPM Jawa Barat, yakni 74,39 (data BPS Jabar 2023). Rendahnya IPM menggambarkan masih kurangnya layanan pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat di wilayah tersebut.
2. Pelayanan publik masih dikeluhkan warga

Ika Nuraini (38), warga Desa Kadugede, Kabupaten Kuningan, menceritakan pengalamannya yang melelahkan saat mengurus surat pindah penduduk. Prosesnya berlangsung lebih dari dua bulan karena harus bolak-balik dari kantor desa ke kecamatan, lalu ke kabupaten. Belum lagi, ada pungutan liar yang kerap diminta secara terselubung.
“Bayangkan kalau cuma satu dokumen saja bisa makan waktu dua bulan, gimana urusan lain? Kalau sistem masih begini, terus bikin provinsi baru, buat apa?” ujarnya.
Menurut Ika, pembentukan Provinsi Cirebon Raya hanya akan membawa manfaat jika disertai perombakan sistem pelayanan dan percepatan pembangunan. Tanpa itu, pemekaran justru berpotensi memperlebar jurang ketimpangan dan memperumit akses masyarakat ke layanan dasar.
Kritik serupa juga datang dari kalangan aktivis sosial. Siti Aisyah, penggiat pemberdayaan perempuan di Indramayu, mengatakan bahwa wacana pemekaran belum menjawab kebutuhan riil warga desa. “Kami lebih ingin ada tambahan puskesmas pembantu, penyuluh pertanian, dan pelatihan keterampilan bagi ibu rumah tangga. Bukan seremoni deklarasi,” katanya.
3. Cirebon Raya di persimpangan jalan: mimpi atau janji?

Rokhmin Dahuri, anggota DPR RI menyebutkan, secara ekonomi dan sumber daya manusia telah memiliki kelayakan untuk berdiri sebagai provinsi mandiri. Namun, Rokhmin menekankan pemekaran ini tidak boleh hanya sekadar ambisi politik jangka pendek.
Ia mendorong agar Provinsi Cirebon Raya nantinya tidak bergantung pada dana pemerintah pusat, melainkan mampu membiayai pembangunan secara mandiri melalui optimalisasi potensi daerah.
Menurutnya, banyak provinsi baru yang akhirnya menjadi beban fiskal karena tidak dirancang secara matang. Oleh sebab itu, Rokhmin menyarankan agar proses ini dijalankan dengan visi pembangunan jangka panjang dan kepemimpinan yang berintegritas.
Ia menyebut, naskah akademik dan dokumen pendukung sudah disiapkan dan bahkan telah diajukan ke Prolegnas DPR. Rokhmin berharap tokoh-tokoh muda dari wilayah Cirebon dan sekitarnya mampu tampil sebagai pemimpin masa depan yang mampu membawa perubahan konkret.