Pemprov Jabar Bersih-bersih Lahan Negara di Cirebon

Cirebon, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Barat memulai aksi besar-besaran membersihkan jalur strategis milik negara dari okupasi ilegal. Di bawah komando Gubernur Dedi Mulyadi, penertiban dimulai dari kawasan Watu Belah, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, pada Senin (5/5/2025).
Kawasan ini menjadi titik awal pembongkaran ribuan kios dan bangunan liar yang berdiri tanpa izin di atas lahan provinsi. Langkah ini bukan hanya respons terhadap kondisi kumuh di sepanjang jalan, tetapi juga bagian dari agenda jangka panjang dalam pengelolaan aset negara.
Kepala Bidang Trantib Satpol PP Jawa Barat, Khoirul Naim, mengatakan, operasi ini dilakukan dengan mengedepankan prinsip kolaborasi antara provinsi dan kabupaten.
“Kami menjalankan instruksi gubernur untuk mengembalikan fungsi ruang publik. Ini kolaborasi strategis antara Pemprov Jabar dan Pemkab Cirebon,” ujarnya saat meninjau langsung lokasi.
1. Operasi besar dimulai, Satpol PP Jabar sisir jalur strategis

Setelah Watu Belah, kawasan yang menjadi perhatian utama berikutnya adalah ruas Jalan Fatahillah, yang dikenal sebagai pusat kepadatan aktivitas dan langganan kemacetan.
Bangunan liar, parkir sembarangan, serta deretan kios yang menutup sebagian jalan membuat kawasan tersebut dinilai tidak layak sebagai jalur provinsi.
Menurut data Satpol PP, lebih dari seribu bangunan di sepanjang Jalan Fatahillah berdiri di lahan milik negara. Tanpa dokumen izin, bangunan-bangunan tersebut telah mengganggu aksesibilitas dan menciptakan potensi risiko lalu lintas.
“Kami sudah siapkan tim pengawasan dan metode penertiban yang sistematis. Operasi ini tidak hanya bersifat sementara. Ke depan akan ada patroli rutin untuk mencegah bangunan ilegal berdiri kembali,” tutur Khoirul.
Pemprov Jabar juga akan menetapkan status “zona merah” untuk lahan-lahan yang telah ditertibkan. Zona ini menandai wilayah yang tidak boleh lagi diduduki untuk kegiatan apapun tanpa izin resmi. Petugas akan terus memantau titik-titik ini agar tidak kembali menjadi lahan liar.
2. Diusir dari lahan, pedagang kecil terancam kehilangan nafkah

Bagi sejumlah pedagang yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidup di pinggir jalan, operasi ini menjadi tamparan keras. Meskipun sudah mendapat surat pemberitahuan sepekan sebelumnya, mereka tetap merasa terkejut dan bingung harus mencari tempat usaha baru.
Warsa (45), salah satu pedagang mie ayam di Watu Belah, mengaku telah berjualan di lokasi itu sejak tahun 2000. “Saya sudah puluhan tahun di sini. Sekarang harus pergi, tapi belum tahu pindah ke mana. Ini satu-satunya mata pencaharian saya,” ujarnya dengan raut bingung.
Sebagian pedagang lainnya bahkan menyimpan harapan agar pemerintah daerah tidak hanya membongkar, tetapi juga memberi solusi nyata. “Kalau bisa kami dikasih tempat yang layak untuk usaha. Jangan cuma dibongkar saja,” ungkap Warsa.
Menjawab kekhawatiran itu, Khoirul menegaskan, pemerintah tidak menutup mata terhadap dampak sosial. Pemprov akan mendorong Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk menyediakan tempat relokasi yang memadai bagi pedagang terdampak, terutama pelaku usaha mikro dan kecil.
“Kita akomodasi kelompok rentan yang memang mengandalkan usaha kaki lima. Tujuan utama kita bukan menggusur, tapi menata agar semuanya tertib dan saling menguntungkan,” tegasnya.
3. Tata kelola aset daerah dan masa depan ruang publik Cirebon

Penertiban ini bukan sekadar menyingkirkan bangunan liar, tetapi juga bagian dari langkah reformasi tata ruang dan tata kelola aset daerah. Selama bertahun-tahun, ribuan meter persegi lahan negara di Cirebon diduduki secara ilegal, tanpa kontribusi apa pun kepada negara.
Pemprov kini melakukan inventarisasi menyeluruh terhadap aset di sepanjang jalur provinsi, terutama yang berpotensi strategis untuk pembangunan infrastruktur maupun fasilitas publik.
Inventarisasi ini penting agar lahan negara tidak kembali diduduki tanpa pengawasan.
“Kita tidak bisa biarkan aset negara dikuasai begitu saja. Apalagi ini jalan provinsi, fungsinya sangat vital bagi konektivitas antarkawasan. Maka dari itu, langkah ini harus menyeluruh dan terukur,” ujar Khoirul.
Pemerintah juga berencana memanfaatkan sebagian lahan yang telah dibersihkan untuk pembangunan fasilitas umum, seperti taman kota, halte transportasi massal, atau area parkir resmi.
Hal ini dilakukan untuk mengembalikan wajah jalan-jalan utama di Cirebon agar lebih rapi, aman, dan nyaman bagi masyarakat.