Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Komunitas Ojol Bandung Tolak Wacana Komisi 10 Persen, Ini Alasannya

Spanduk protes yang dibentangkan para driver ojol (IDN Times/Eko Agus Herianto)
Spanduk protes yang dibentangkan para driver ojol (IDN Times/Eko Agus Herianto)
Intinya sih...
  • Potongan 20 persen bukan hambatan bagi ojol
  • Potongan komisi 20 persen memberikan rasa aman, asuransi kecelakaan, layanan bantuan darurat, dan program diskon kebutuhan harian.
  • Khawatir banyak program positif yang terhenti akibat penurunan komisi
  • Program pelatihan keselamatan berkendara, apresiasi bagi driver berprestasi, dan penyuluhan digitalisasi bisa terhenti jika komisi dipangkas.
  • Bisa jadi mimpi buruk bagi ojol
  • Penurunan komisi menjadi 10 persen tanpa insentif, layanan rusak, dan bantuan komunitas berhenti akan menjadi mimpi buruk bagi para pengemudi ojol.

Bandung, IDN Times – Berbagai komunitas ojek online (ojol) terus menyuarakan pendapatnya, terutama setelah aksi besar yang dilakukan di Monumen Nasional, Jakarta, beberapa waktu lalu. Tidak sedikit komunitas ojol yang protes dengan wacana penurunan komisi dari 20 persen menjadi 10 persen.

Namun di Kota Bandung, yang terjadi justru berbeda. Alih-alih menyambut baik wacana tersebut, sejumlah komunitas pengemudi ojol justru menyatakan penolakan. Mereka menilai bahwa skema komisi 20 persen yang selama ini diterapkan masih realistis, adil, dan memberikan banyak manfaat bagi para mitra pengemudi.

Empat komunitas pengemudi online dari Bandung, yaitu Jarambah, Kolong Tegalluar, SGC 06, dan Transformers, menyampaikan pernyataan sikap bersama yang ditujukan kepada Kementerian Perhubungan. Dalam pernyataan itu, mereka meminta agar rencana perubahan kebijakan komisi tidak dilakukan secara tergesa-gesa, apalagi tanpa melibatkan suara dari driver aktif yang masih setiap hari bekerja di jalanan.

1. Potongan 20 persen sejauh ini bukan hambatan bagi ojol

GoSend (Dok. Gojek)
GoSend (Dok. Gojek)

Menurut Ananta Sagita, Ketua Komunitas Jarambah, potongan komisi sebesar 20 persen selama ini bukan menjadi hambatan bagi mitra pengemudi untuk menjalani profesinya. Bahkan, ia menyebut bahwa skema tersebut telah membentuk sistem kerja yang lebih manusiawi dan terlindungi.

“Bagi kami, potongan 20 persen itu bukan sekadar pengurangan penghasilan. Itu adalah bagian dari sistem yang memberi kami rasa aman saat bekerja. Kami mendapat akses ke asuransi kecelakaan, layanan bantuan darurat, program diskon kebutuhan harian lewat GrabBenefits, serta dukungan dari satgas aplikator yang selalu siaga jika ada masalah,” ujar Ananta Sagita, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Jumat (18/7/2025).

Ia menambahkan, jika komisi diturunkan menjadi 10 persen namun berdampak pada berkurangnya layanan, insentif, dan fasilitas, maka hal itu justru akan merugikan para driver aktif.

“Yang kami khawatirkan adalah efek domino dari kebijakan tersebut. Jika perusahaan kehilangan kemampuan finansial untuk memberi layanan yang kami butuhkan, lalu kami kehilangan dukungan di lapangan, siapa yang akan menanggung risiko kami saat terjadi kecelakaan atau saat ada keluhan pelanggan?” katanya.

2. Khawatir banyak program positif yang terhenti akibat penurunan komisi

Massa aksi pengemudi ojek online saat menggeruduk kantor Gojek Surabaya, Selasa (20/5/2025). (IDN Times/Khusnul Hasana)
Massa aksi pengemudi ojek online saat menggeruduk kantor Gojek Surabaya, Selasa (20/5/2025). (IDN Times/Khusnul Hasana)

Di sisi lain, dukungan terhadap skema 20 persen juga disuarakan oleh Andre Mulia, Ketua Komunitas Kolong Tegalluar. Ia menyebut bahwa selama ini potongan komisi tersebut bukan hanya kembali dalam bentuk layanan, tapi juga program pemberdayaan komunitas yang sangat dirasakan manfaatnya oleh para pengemudi di Bandung.

“Di komunitas kami, kami sudah beberapa kali terlibat dalam pelatihan keselamatan berkendara, program apresiasi bagi driver berprestasi, serta penyuluhan digitalisasi untuk peningkatan kualitas pelayanan. Ini semua hanya mungkin berjalan jika perusahaan aplikator punya dana dan sistem yang sehat. Kalau komisi dipangkas, apakah semua itu masih bisa bertahan?” tutur Andre.

Setali tiga uang, Ketua Komunitas SGC 06, Andi Eko Ludiro, menyoroti pentingnya pengambilan keputusan yang berbasis realitas lapangan. Menurutnya, terlalu banyak kebijakan yang lahir hanya karena tekanan dari pihak-pihak yang tidak lagi aktif di industri ini.

“Kami adalah mitra yang setiap hari onbid, yang hidup dari orderan. Kami yang tahu bagaimana sistem ini bekerja dan apa yang kami butuhkan. Jangan sampai kebijakan yang akan mempengaruhi nasib jutaan pengemudi justru didasarkan pada opini dari segelintir orang yang tidak lagi aktif narik di lapangan,” katanya.

3. Bisa jadi mimpi buruk bagi ojol

Kumpulan pengemudi ojek online dari platform Gojek dan Grab (Foto: Marketivate)
Kumpulan pengemudi ojek online dari platform Gojek dan Grab (Foto: Marketivate)

Suara yang sama diutarakan oleh Komunitas Transformes Bandung, Naufal. “Kalau komisi diturunkan menjadi 10 persen, tapi insentif hilang, layanan rusak, dan bantuan komunitas berhenti, maka itu mimpi buruk bagi kami,” ujar Naufal.

Keempat komunitas ojol tersebut mengajak pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, untuk tidak hanya mendengar suara-suara yang lantang di media sosial, tetapi juga membuka ruang dialog langsung dengan pengemudi aktif dari berbagai kota, agar kebijakan yang lahir benar-benar berpihak kepada mereka yang paling terdampak.

Keempat komunitas ini sepakat bahwa stabilitas sistem jauh lebih penting ketimbang sekadar perubahan nominal potongan komisi. Mereka menilai, selama aplikator masih mampu menyediakan ekosistem yang sehat, mendukung, dan aman, maka potongan 20 persen bukanlah beban yang memberatkan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us