Bos PT Jasa Sarana Jadi Tersangka Korupsi Pajak Tambang

- Direktur aktif dan mantan petinggi PT Jasa Sarana ditetapkan sebagai tersangka korupsi pajak tambang oleh Kejaksaan Negeri Sumedang.
- Kerugian negara dari dugaan korupsi ini mencapai Rp3 miliar, dengan modus pembayaran pajak yang tidak sesuai aturan dan penambangan diluar izin usaha pertambangan.
- Kejari Sumedang mengenakan pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 juncto pasal 55 ayat (1) KUHP, dan juncto pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi terhadap dua tersangka ini.
Bandung, IDN Times - Direktur aktif dan mantan petinggi perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Jawa Barat, PT Jasa Sarana ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pajak tambang perusahaan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumedang, Kamis (21/8/2025).
Adapun tersangka dalam perkara ini yaitu Direktur Utama periode 2019-2022 M, Hanif (MH) dan Direktur Utama periode 2022 hingga saat ini, Indrawan Sumantri (IS). Kejari Sumedang mencatat kerugian negara dari dugaan korupsi ini mencapai Rp3 miliar.
"Har ini kami menetapkan dua orang tersangka dan telah dilakukan penahanan terhadap dua tersangka tersebut dalam perkara penyimpangan pendapatan daerah, yaitu berupa pajak tambang PT. Jasa Sarana," ujar Kepala Kejari Sumedang Adi Purnama dalam keterangan resmi.
1. Ada dua modus yang dilakukan dua tersangka

Penetapan tersangka ini, kata Adi, dilakukan berdasarkan alat bukti juga keterangan saksi, keterangan ahli, dokumen, surat, dan petunjuk lainnya, di mana dalam proses pemeriksaan sebelumnya ditemukan dua modus yang dilakukan para pelaku. Adapun PT Jasa Sarana ini beroperasi di wilayah Paseh, Sumedang, dan izinnya sudah diperpanjang satu kali sejak tahun 2019, dan habis di 2024.
Modus yang pertama, Adi menjelaskan, pelaku melakukan pembayaran pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan atau aturan yang berlaku dari Izin Usaha Pertambangan (IUP), di mana jenis komoditas yang dilakukan penambangan mineral logam, bukan batuan.
"Kemudian modus yang kedua yaitu melakukan penambangan yang tidak sesuai izin usaha pertambangan, di mana dari kegiatan eksplorasi pertambangan yang dilakukan oleh PT Jasa Sarana ini, indikasi pertama, menimbulkan kerugian negara sekitar Rp3 miliar," tuturnya.
2. Kejari Sumedang lakukan pendalaman

Disinggung soal kemungkinan adanya ASN yang terlibat dalam kasus ini, Andi belum mau berkomentar lebih jauh. Namun, dia memastikan jika nantinya ditemukan ada pihak lain yang terbukti terlibat, maka akan tetap diproses sesuai prosedur.
"Tentunya masih kami kembangkan dan masih kami gali terus dalam penyidikan apabila ada pihak-pihak lain yang terlibat yang berkontribusi dalam menimbulkan kerugian negara ini kami tidak akan segan-segan untuk menjadikan tersangka juga," katanya.
3. Kerugian negara masih terus didalami

Dalam proses pengembang nantinya akan difokuskan juga untuk mencari dampak kerugian negara lainnya dengan melibatkan ahli, auditor, serta barang bukti. Hanya saja, sejauh ini memang baru ditemukan kerugian sebesar Rp3 miliar.
"Tapi indikasi yang ditemukan sementara dari sektor perpajakan yang tidak disetorkan, kemudian IUP yang dieksplorasi di luar dari ketentuan mineralnya yang ditambang, maka potensi yang ditemukan sementara yaitu Rp 3 miliar," tuturnya.
Terhadap dua tersangka ini, Kejari Sumedang mengenakan pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP, dan juncto Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
"Kepada pengusaha tambang atau pelaku usaha tambang lainnya agar segera mengharmonisasi seluruh perizinan jangan sampai ada yang ilegal dan saya mengimbau untu secara tertib dan taat dalam kontribusi membayar pajak terhadap daerah. Karena itu akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat Sumedang," ujar Adi.
Dua tersangka ini terbilang aktif di PT Jasa Sarana sejak Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum duduk di kursi Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. Saat ini Pemprov Jabar sendiri tengah melakukan audit investigatif kepada seluruh BUMD.