Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Ada Utang yang Harus Dibayar di Balik Megahnya Masjid Al Jabbar

Masjid Al Jabbar (IDN Times/Azzis Zulkhairil)
Masjid Al Jabbar (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Bandung, IDN Times - Sumber anggaran pembangunan Masjid Raya Al Jabbar kini tengah menjadi sorotan publik, setelah Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, membuka semua anggaran dan utang yang harus dibayarkan dalam masa kepemimpinannya ke depan.

Masjid Raya Al Jabbar sendiri dibangun pada masa kepemimpinan Gubernur dan wakil Gubernur Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum pada 2018-2023. Namun, rencana dan usulannya sudah dilakukan sejak periode 2013-2018, di bawah kepemimpinan gubernur masa itu; Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar.

Desain Masjid Raya Al Jabbar sendiri digambar langsung oleh Ridwan Kamil. Selain itu karpet yang saat ini digunakan juga diimpor langsung dari luar negeri. Namun, di balik kemegahan masjid yang berlokasi di Gedebage, Kota Bandung ini ternyata tidak semuanya dibangun memakai APBD, melainkan ada dorongan utang.

Mulanya, alokasi anggarannya untuk masjid ini sebanyak Rp360 miliar. Namun, setelah adanya wabah COVID-19 dipangkas dan menyisakan anggaran sekitar Rp31,5 miliar. Sementara, berdasarkan hasil akhir pembangunan, masjid yang berdiri di atas tanah seluas 25,99 hektare ini mengeluarkan total anggaran Rp1,2 triliun.

Baru-baru ini terungkap, sumber-sumber dana pembangunan masjid milik provinsi oleh Dedi Mulyadi, kerena ingin ada transparansi dan berapa hutang yang harus dibayarkan.

1. Sebagian dana berasal dari utang PEN COVID-19

Masjid Al Jabbar (IDN Times/Azzis Zulkhairil)
Masjid Al Jabbar (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Buka-bukaan anggaran ini disampaikan langsung Dedi Mulyadi melalui akun media sosialnya saat melakukan pertemuan langsung bersama dengan Tim Transisi kecil yang dibentuk oleh Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin.

Dalam beberapa tayangan video itu, turut dijelaskan oleh tim transisi bahwa pada medio tahun 2020 dan 2021 Pemprov Jabar mendapatkan dana pinjaman pemerintah pusat melalui Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp 3,4 triliun. Program PEN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020.

"Tahun 2020 masa COVID yang akhirnya APBD kami refocusing penerimaan juga menurun, sehingga dilakukan pemulihan nasional," ujar Dedi Mulyadi, dikutip Rabu (5/2/2025).

Pria yang akrab dengan sapaan KDM itu melanjutkan, sedikitnya ada sebelas kegiatan yang pembiayaannya menggunakan PEN. Rinciannya, untuk infrastruktur jalan sebanyak 68 kegiatan, dan anggaran yang digunakan Rp950 miliar.

Lalu, untuk pengairan irigasi selama dua tahun sebesar Rp28 miliar, penataan air limbah Rp10 miliar, infrastruktur untuk rutilahu Rp877 miliar, infrastruktur untuk ruang terbuka publik seperti taman dan alun alun 12 titik sebesar Rp165 miliar.

"Infrastruktur perkotaan bangunan publik seperti creative center dengaan tiga kegiatan memakan anggaran Rp21 miliar. Kemudian, infrastruktur perkotaan dan sarana peribadatan seperti Masjid Aljabar sebesar Rp207 miliar," katanya.

Berikutnya, infrastruktur pariwisata dengan total 15 keigiatan memakan anggaran Rp173 miliar, revitalisasi pasar 12 kegiatan Rp137 miliar, pembangunan pasar kreatif Rp11,3 miliar, lalu untuk sektor sosial kesehatan Rp816 miliar.

"Biar seluruh warga Jabar tahu utangnya digunakan untuk apa," ujarnya.

2. Bey membenarkan bahwa pembangunan merupakan hasil utang

Masjid Al Jabbar (IDN Times/Azzis Zulkhairil)
Masjid Al Jabbar (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Dalam video tersebut, dijelaskan bahwa pinjaman itu dilakukan dengan tujuan memulihkan ekonomi, apalagi penerimaan daerah berkurang. Hanya saja, pada periode yang sama Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyerahkan hibah Rp11 triliun.

"Dalam posisi kecukupan (punya anggaran Rp11 triliun), makanya dihibahkan. Artinya uangnya cukup, tapi kami pinjam (dana PEN ke pemerintah pusat)," ujarnya.

Pernyataan Dedi Mulyadi ini juga dibenarkan oleh Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin. Ia mengatakan, pembangunan Masjid Raya Al Jabbar sebagian anggarannya dari PEN saat COVID-19.

"Rp207 miliar dari PEN, sampai sekarang yang sudah dibayarkan baru pokoknya, cicilannya Rp500 miliar ya selama delapan tahun. Kan cicilannya langsung dari pinjaman Rp3,4 triliun," kata Bey.

Bey mengungkapkan, pinjaman PEN ini memang tidak berbunga, namun pemerintah provinsi tetap harus membayar sisa utang tersebut.

"Pak Dedi mulai sedang mencoba melunasi langsung, kami lunasi langsung ataukah mungkin ada kebijakan dari pemerintah pusat seperti apa. Jadi saya datang ke sini kan sebagai pejabat gubernur dan PEN itu sudah ditetapkan oleh gubernur sebelumnya (Ridwan Kamil)," kata dia.

3. Transparansi ini bukan untuk menyudutkan kepemimpinan terdahulu

(IDN Times)
(IDN Times)

Di sisi lain, Bey menegaskan, transparansi utang ini tidak bermaksud untuk menyudutkan para pemimpin terdahulu. Ia juga tidak mengetahui mengapa akhirnya saat itu utang PEN diambil untuk pembangunan Masjid Raya Al Jabbar.

"Kami melihatnya lebih komprehensif ya, dan saya pikir pak Dedi pun tidak bermaksud menyalahkan siapa-siapa. Beliau kan hanya menanyakan (utang) itu digunakan untuk apa saja, betul, dan kebijakannya apa?" tuturnya.

Hal ini juga pernah ia alami waktu bertanya soal rencana obligasi daerah yang mana hal itu sempat diusulkan saat masa kepemimpinan Ridwan Kamil. Ia mengaku langsung menolak rencana tersebut.

"Seperti saya, kemarin kan saya ditanya juga obligasi kan. Obligasi itu nilainya Rp600 miliar. Kalau saya dengan tegas tidak mau menggunakan obligasi itu, karena apa? Itu kan utang juga," ucapnya.

"Saya itu enggak enak aja, saya (memimpin) cuma satu tahun 17 bulan lah di sini, tapi buat saya itu enggak enak ada utang. Bagi saya daripada mesti pinjam obligasi mending lakukan efisiensi atau relokasi. Atau APBD dimaksimalkan," tutur Bey, melanjutkan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
Azzis Zulkhairil
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us