Ribuan Buruh di PHK Sementara Dampak Perbaikan Sungai Citarum

Pemerintah tak memberikan solusi jelas terkait program ini

Bandung, IDN Times - Sorotan pemerhati lingkungan baik dari dalam maupun luar negeri terhadap kerusakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum membuat pemerintah gerah. Pencemaran dari tahun ke tahun yang minim pengawasan membuat salah satu aliran sungai terpanjang di Indonesia ini mengkhawatirkan.

Tak ingin membiarkan sungai sepanjang 270 kilometer (km) tersebut semakin rusak ekosistemnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Presiden (Pepres) Nomor: 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum.

Melalui kebijakan ini pemerintah berharap pencemaran dan kerusakan lingkungan yang mengakibatkan kerugian besar terhadap kesehatan, ekonomi, sosial, ekosistem, sumber daya lingkungan, dan mengancam tercapainya tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bisa diatasi. Aturan ini diundangkan pada 15 Maret 2018.

Sayang, dalam setiap kebijakan pasti akan ada sisi positif dan negatif. Dan kali ini salah satu dampak yang kurang mengenakan adalah adanya sekitar 3.000 buruh pabrik tekstil yang berdiri di sekitar DAS Citarum harus berhenti bekerja. Mereka diberhentikan secara sepihak oleh perusahaan untuk sementara. Alasannya, perusahaan tekstil yang bersangkutan harus memperbaharui atau justru membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Sebelum IPAL ini rampung 100 persen, maka perusahaan tidak bisa memproduksi sebagian mesin yang selama ini dijalankan.

"Untuk angka pastinya kami masih belum ada. Tapi angka itu (3.000) kemungkinan hanya yang masuk anggota API Jabar saja. Bisa jadi di luar anggota juga ada," ujar Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jabar, Rizal Tanzil Rakhman kepada IDN Times beberapa waktu lalu.

IPAL, lanjut Rizal, merupakan instalasi untuk mengolah limbah da
ri pabrik tekstil sebelum dibuang ke Citarum. Saat ini pihak dari Satgas Citarum mulai melakukan penutupan IPAL yang limbah buangannya dianggap tidak sesuai dengan baku mutu. Ketika IPAL itu ditutup jelas pelaku industri tidak mungkin menjalankan produksi manufaktur yang selama ini memang menghasilkan limbah.

1. Pembangunan IPAL butuh waktu dan modal yang tidak sedikit

Ribuan Buruh di PHK Sementara Dampak Perbaikan Sungai CitarumIDN Times/Candra Irawan

Rizal mengatakan, penutupan sejumlah IPAL perusahaan tekstil oleh Satgas Citarum jelas merugikan. Terlebih Satgas meminta perusahaan untuk membangun atau memperbaiki IPAL jika ingin berproduksi secara normal.

Padahal untuk membangun IPAL membutuhkan modal yang tidak sedikit. Rizal menyebut, sedikitnya anggaran yang dibutuhkan industri tekstil membangun pengolahan limbah sedkitnya Rp10 miliar. IPAL dengan dana tersebut terbilang minim. "Untuk IPAL yang agak lumayan pelaku usaha minimal harus ngeluarin uang Rp15 miliar," ujarnya

Pembangunan IPAL pun tidak mudah meski ada uang, sebab perusahaan membutuhkan lahan yang tidak sedikit. Jika lahan tersebut tidak ada di pabrik, maka IPAL harus dibangun di tempat yang cukup jauh dari pabrik dan ini menjadi persoalan lai yang belum terpecahkan.

2. Kapastitas produksi jelas terganggu dengan adanya penutupan IPAL

Ribuan Buruh di PHK Sementara Dampak Perbaikan Sungai CitarumDok.IDN Times/Istimewa

Karena ada penutupan IPAL seccara sepihak yang mayoritas dilakukan Satgas Citarum, saat ini banyak pelaku industri tekstil yang terpaksa tidak menjalankan produksi secara maksimal. Sebab ketika produksi dijalankan maka limbah yang dihasilkan tidak bisa dibuang ke IPAL seluruhnya karena memang tidak bisa tertampung.

Dari pantauan API Jabar saat ini memang sudah ada perusahaan yang berusaha membangun IPAL baru di kawasan pabrik. Karena pembangunan tersebut jelas beberapa titik di dalam pabrik tidak bisa digunakan. Ini berdampak pada operasional mesin yang dihentikan.

"Lah kan dicor, mau gimana," ujarnya.

3. Pemerintah tak memberi solusi dalam perbaikan IPAL industri

Ribuan Buruh di PHK Sementara Dampak Perbaikan Sungai CitarumANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya

Hal yang dianggap menyesakkan oleh para pelaku industri karena pemerintah seakan lepas tangan dalam memecahkan persoalan IPAL pabrik. Pemerintah melalui Satgas Citarum hanya bisa menutup IPAL tanpa memberi solusi pasti bagaimana agar produksi industri ke depan bisa berjalan normal kembali.

Pembangunan IPAL, lanjut Rizal, kenapa tidak murah karena memang teknologi yang ada saat ini mahal. Sebagai penentu kebijakan, pemerintah seharusnya bisa mencari jalan bagaimana ada teknologi IPAL yang sesuai dengan kantung pelaku industri. Kalau saat ini karena investasinya tidak sedikit, maka pembangunan IPAL butuh waktu dan uang.

"Sekarang kita mau pinjam ke bank juga makin sulit karena mereka pikir industri tekstil sudah tidak terlalu bagus," papar Rizal.

4. Perbanyak pembangunan IPAL terpadu

Ribuan Buruh di PHK Sementara Dampak Perbaikan Sungai CitarumIlustrasi industri tekstil (Pixabay)

Sepanjang kawasan DAS Citarum yang padat dengan pembuangan limbah baik domestik maupun industri, pemerintah daerah sebenarnya memiliki IPAL Terpadu Cisirung yang selama ini dijadikan tempat untuk mengolah limbah. Sayangnya kondisi IPAl ini disebut sudah tidak memadai menampung berbagai macam limbah yang dihasilkan industri. Hal ini membuat pelaku industri kemudian memilih mengolah limbahnya secara mandiri meski hasilnya kurang maksimal.

API Jabar pun meminta pemerintah bisa membangun IPAL terpadu lain khususnya untuk industri yang tidak berada dalam satu kawasan. Sebab bagi kawasan industri tertentu mereka biasanya sudah memiliki IPAL komunal yang bisa digunakan bersama-sama.

"Misal pabrik di Banjaran sama Majalengka mereka kan menclok-menclok, jadi IPAL-nya masing-masing. Itu jadi kendala karena IPAL tidak maksimal, lahan juga terbatas," papar Rizal.

Berdasarkan informasi yang dihimpun para pelaku usaha, memang sudah ada sejumlah perusahaan yang berinisitif akan membangun IPAL terpadu seperti di Cisirung. Namun langkah ini akan berat jika pemerintah tidak memberikan dukungan secara penuh.

5. Industri teksil di Jabar kian layu di tengah program Citarum Harum

Ribuan Buruh di PHK Sementara Dampak Perbaikan Sungai CitarumIDN Times/Sukma Mardya Shakti

Hal yang dikhawatirkan API Jabar saat ini adalah kondisi industri tekstil yang semakin loyo. Di Jawa Barat khususnya yang selama ini terkenal dengan banyaknya industri tekstil, perlahan tapi pasti perekonomiannya turun.

Di saat gempuran produk impor kian banjir di Tanah Air, produsen lokal khususnya di Jawa Barat kalang kabut. Keinginan meningkatkan produksi besar-besaran jelas terhalang dengan adanya penutupan IPAL dampak program Citarum Harum. Sebab, produksi justru semakin terbatas karena tidak ada solusi konkrit atau bantuan lain dari pemerintah agar produksi tekstil tetap moncer.

"Kalau produksi garmen mungkin naik ya secara keseluruhan. Tapi untuk semua industri tekstil sekarang sulit. Impor naik drastis," ungkap Rizal.

Dia mengatakan, sejak 2017 penurunan pendapatan dari industri tekstil mulai terasa. Yang paling terlihat adalah yakni  terdapat sekitar 35 ribu buruh di PHK sejak dua tahun lalu untuk kawasan Jabar.

Kondisi ini bisa semakin parah jika pemerintah tidak memberikan bantuan dari berbagai sektor termasuk dalam rangka perbaikan IPAL untuk menunjang program perbaikan DAS Citarum.

6. Ridwan Kamil tak mau ambil pusing

Ribuan Buruh di PHK Sementara Dampak Perbaikan Sungai CitarumDok.IDN Times/Istimewa

Sementara itu, terkait dengan adanya PHK di industri tekstil dampak program Citarum Harum, Gubernur Ridwan Kamil tidak ingin ambil pusing. Menurutnya, perbaikan IPAL memang sudah selayaknya dilakukan sehingga buangan limbah ke sungai sesuai baku mutu. Dengan demikian kondisi DAS Citarum bisa kembali bersih dan memiliki manfaat untuk seluruh masyarakat yang ada di sekitarnya.

"Pokoknya tempatkan segala sesuatu sesuai aturan," ujar Ridwan.

Dia mengatakan, ketika pelaku industri tidak sepakat dengan penutupan IPAL mereka bisa menempuh jalur hukum. Tapi, kalau memang melanggar aturan industri tetap harus memperbaiki IPAL-nya dulu.

"Jangan menyalahkan prosesnya. Jadi gini kalau pekerjaan berjalan melanggar aturan, harus instropeksi dulu dia (industri) melanggar aturan atau tidak. Jangan komplain tentang pekerjaan tapi melanggar aturan juga," pungkas Ridwan.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya