Kertajati Tak Ramai Lagi, Ekonomi Ciayumajakuning Kembang Kempis

- Kinerja 2025 terjun bebas setelah lonjakan sementara 2024
- Ketergantungan tinggi pada pasar Singapura dan Malaysia
- Perlu integrasi wisata dan transportasi Ciayumajakuning
Majalengka, IDN Times - Arus wisatawan mancanegara (wisman) yang tiba di Jawa Barat melalui Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati terus melorot tajam sepanjang tahun 2025.
Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, jumlah kedatangan pada Agustus 2025 hanya mencapai 231 orang, turun 12,17% dibandingkan bulan Juli, dan merosot hingga 82,01% dibandingkan Agustus tahun lalu.
Tren ini menandai melemahnya kembali sektor wisata internasional di wilayah Ciayumajakuning, setelah sempat menggeliat di 2024.
Kepala BPS Jawa Barat, Darwis Sitorus, menegaskan penurunan ini menjadi tanda serius perlambatan minat wisatawan asing untuk masuk melalui Kertajati.
“Tahun lalu lonjakannya tinggi karena ada penerbangan charter dan promosi besar-besaran. Sekarang ketika itu berhenti, angkanya langsung anjlok,” ujar Darwis, Jumat (31/10/2025).
1. Kinerja 2025 terjun bebas setelah lonjakan sementara 2024

BPS mencatat sepanjang Januari hingga Agustus 2025, total kunjungan wisman ke Kertajati hanya 2.303 kunjungan, atau turun hampir 69% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 7.492 kunjungan.
Padahal, pada 2024 BIJB Kertajati sempat mencatat lonjakan besar dengan 10.309 wisman, naik tajam dari hanya 3.221 kunjungan pada 2023.
Kenaikan tersebut, menurut Darwis, bersifat sementara karena ditopang kegiatan promosi dan kerja sama penerbangan musiman.
“Begitu promosi berhenti dan penerbangan charter dikurangi, angka kedatangan langsung anjlok. Ini menunjukkan belum ada fondasi kuat dalam strategi pariwisata Kertajati,” jelasnya.
2. Ketergantungan tinggi pada pasar Singapura dan Malaysia

Dari sisi asal negara, dominasi wisatawan dari Singapura dan Malaysia masih sangat tinggi.
Data BPS menunjukkan, wisatawan asal Singapura menyumbang 41,99% dari total kunjungan Agustus 2025, diikuti Malaysia 12,55%, Tiongkok 2,16%, dan Filipina 0,43%. Sisanya, 42,86% berasal dari negara lain dengan porsi kecil masing-masing.
Darwis menilai, ketergantungan semacam ini membuat pariwisata Jawa Barat menjadi rapuh. “Begitu permintaan dari Singapura menurun, dampaknya langsung terasa di Kertajati,” ujarnya.
Selain itu, penurunan frekuensi penerbangan langsung dari luar negeri dan minimnya promosi destinasi di pasar regional turut memperparah kondisi tersebut.
Kertajati kini juga menghadapi persaingan ketat dari bandara besar lain seperti Soekarno-Hatta (Banten) dan Yogyakarta International Airport (YIA), yang menawarkan konektivitas lebih luas.
3. Perlu integrasi wisata dan transportasi Ciayumajakuning

BPS menilai, pemulihan jumlah kunjungan tidak cukup hanya dengan menambah jadwal penerbangan. Diperlukan langkah terpadu antara pemerintah daerah, pengelola bandara, dan pelaku industri wisata.
“Tanpa destinasi kuat dan akses darat yang mudah, wisman akan terus memilih bandara lain. Kertajati punya potensi besar, tapi harus ada paket wisata dan integrasi transportasi menuju daerah-daerah menarik seperti Cirebon, Majalengka, Kuningan, dan Indramayu,” kata Darwis.
Ia juga mengingatkan, penurunan wisatawan bukan sekadar persoalan angka statistik. Dampaknya langsung terasa pada ekonomi lokal, terutama bagi sektor perhotelan, transportasi, serta UMKM wisata yang menggantungkan hidup pada pergerakan turis asing.
“Setiap penurunan kunjungan berarti berkurangnya peredaran uang di daerah. Ini bukan sekadar data di tabel, tapi tentang kehidupan masyarakat yang menggantungkan nafkah dari wisata,” tegasnya.


















