Tolak Kekerasan Seksual, PPNI Cirebon Tetap Dampingi Perawat Terduga

- PPNI Kabupaten Cirebon memberikan pendampingan hukum terhadap oknum perawat yang terlibat kasus pelecehan seksual di rumah sakit.
- Organisasi menegaskan penolakan terhadap pelanggaran hukum dan etika profesi, serta menyediakan bantuan administratif, etik, dan hukum bagi anggotanya.
- Keluarga korban melaporkan kasus ke Polres Cirebon Kota, dengan polisi sudah memeriksa empat saksi dan berencana memanggil dua saksi tambahan untuk mengungkap kasus ini.
Cirebon, IDN Times - Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Cirebon memastikan, memberikan pendampingan dan perlindungan terhadap anggota yang sedang menghadapi persoalan hukum sesuai prinsip keadilan dan asas praduga tidak bersalah.
Sikap ini disampaikan menyusul mencuatnya dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang oknum perawat di salah satu rumah sakit di wilayah Kabupaten Cirebon.
1. Komitmen etik dan penolakan kekerasan seksual

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) PPNI Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni, menegaskan pihaknya sangat menyesalkan munculnya dugaan kasus pelecehan seksual tersebut. Mereka menyampaikan keprihatinan dan empati kepada semua pihak yang terdampak, terutama kepada korban dan institusi layanan kesehatan tempat peristiwa itu terjadi.
“DPD PPNI Kabupaten Cirebon menyatakan keprihatinan mendalam atas munculnya kasus ini dan menyampaikan empati kepada semua pihak yang terdampak, khususnya kepada korban serta institusi layanan kesehatan terkait,” kata Eni dalam pesan tertulis, Minggu (11/5/2025).
PPNI juga menyampaikan sikap tegas dalam menolak segala bentuk pelanggaran hukum dan etika profesi, khususnya tindakan kekerasan seksual yang dianggap bertentangan dengan nilai dasar keperawatan: penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia.
2. Pendampingan hukum sesuai prinsip keadilan

Dalam kapasitasnya sebagai organisasi profesi, PPNI memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan mendampingi anggotanya yang sedang menghadapi persoalan hukum.
Namun, perlindungan tersebut tidak berarti menutup mata terhadap pelanggaran. DPD PPNI Kabupaten Cirebon menekankan pendampingan dilakukan dalam kerangka hukum yang adil dan tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
Pendampingan yang diberikan meliputi aspek administratif, etik, serta rujukan bantuan hukum bila diperlukan. Organisasi juga memastikan bahwa proses hukum terhadap anggota tetap berjalan secara objektif dan akuntabel.
Selain itu, langkah-langkah organisasi telah diaktifkan, termasuk verifikasi keanggotaan pelaku, koordinasi dengan Dewan Pertimbangan dan Etik Keperawatan, serta pembinaan internal untuk menjaga standar etika keperawatan.
“Kami tidak mentoleransi pelanggaran, tetapi juga tidak serta-merta menghakimi anggota. Setiap individu berhak mendapatkan pendampingan hukum selama proses penyelidikan berlangsung,” tegas Eni.
3. Remaja 16 tahun diduga jadi korban pencabulan

Diberitakan sebelumnya, seorang remaja perempuan berinisial S (16) diduga menjadi korban pelecehan oleh seorang perawat berinisial DS (31) saat menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Kejadian ini terungkap setelah korban menceritakan pengalaman traumatisnya kepada sang ibu, yang kemudian melaporkan kasus tersebut ke pihak berwajib.
Menurut keterangan keluarga, korban, dirawat di ruang isolasi rumah sakit tersebut pada 20–26 Desember 2024 akibat penyakit tuberkulosis (TBC). Selama masa perawatan, DS, seorang perawat yang bertugas diduga melakukan tindakan tidak senonoh terhadap korban.
“Anak saya bercerita kalau perawat itu mendatanginya saat ruangan sepi, awalnya mengganti infus, tapi kemudian melakukan hal yang tidak pantas,” ujar NH, ibu korban, saat diwawancarai, Sabtu (10/5/2025).
Setelah mendengar pengakuan anaknya, NH segera melaporkan kasus ini ke Polres Cirebon Kota pada Senin (5/5/2025). Penyidik pun langsung bergerak cepat untuk mengumpulkan bukti dan memeriksa saksi-saksi terkait.
Kapolres Cirebon Kota, AKBP Eko Iskandar mengatakan, hingga saat ini, pihaknya telah memeriksa empat saksi, termasuk keluarga korban, staf rumah sakit, dan rekan kerja DS.
“Kami juga berencana memanggil dua saksi tambahan untuk memperjelas kasus ini,” ujarnya.
Jika terbukti bersalah, DS bisa dijerat dengan Pasal 81 UU No. 17/2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 5–15 tahun penjara. Selain itu, Organisasi Profesi Perawat (PPNI) dapat mencabut izin praktiknya secara permanen.
“Kami tidak akan mentolerir kekerasan terhadap anak, apalagi yang dilakukan oleh tenaga medis yang seharusnya melindungi pasien,” tegas AKBP Eko.
Ibu korban sebelumnya sudah menghubungi pihak rumah sakit untuk meminta penjelasan. Namun, dari tiga kali upaya mediasi yang dilakukan, belum ada titik terang atau solusi yang membuat NH merasa puas dan tenang.
“Sudah tiga kali saya coba selesaikan secara baik-baik, tapi tidak pernah ada kejelasan. Saya akhirnya memutuskan buat lapor ke polisi,” jelasnya.
Rumah sakit yang dimaksud berlokasi di Desa Klayan, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon. NH mengaku sangat kecewa karena anaknya yang sedang dalam kondisi sakit justru menjadi korban saat berada di tempat yang seharusnya memberi perlindungan.
Ia berharap aparat penegak hukum bisa mengusut tuntas dugaan tersebut. NH juga ingin pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya agar anaknya bisa kembali merasa aman dan mendapatkan keadilan.
“Saya cuma ingin keadilan buat anak saya. Dia sudah cukup menderita. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi ke anak-anak lain,” katanya lirih.
Pihak kepolisian memastikan akan memproses perkara ini secara hati-hati dengan tetap mengedepankan perlindungan terhadap korban yang merupakan anak di bawah umur.