Salahi Aturan, Ini Duduk Perkara Pagar Laut di Bekasi

Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Barat memastikan, pemasangan pagar bambu di pesisir laut Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi oleh PT. Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) menyalahi perjanjian kerja sama (PKS). Mereka memasang pagar laut itu atas inisiatif sendiri.
Diketahui, pemasangan pagar laut ini tidak hanya dilakukan oleh PT TRPN, namun juga PT Mega Agung Nusantara (MAN). Namun, pemerintah Provinsi Jawa Barat hanya bekerja sama dengan PT TRPN untuk penataan dan pengembangan Kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya.
Lahan yang masuk objek PKS ini yaitu seluas 5.700 meter persegi yang diperuntukan untuk akses jalan, dari 7,4 hektare milik pemerintah provinsi. Belakangan, pihak ketiga ini membangun pagar bambu di area reklamasi yang jaraknya berdekatan dengan area milik provinsi.
Adapun PT. TRPN mengklaim memiliki sertifikat area itu dari hasil jual beli dengan masyarakat. Akan tetapi, kegiatan PT TRPN di area reklamasi ini tidak mempunyai izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang saat itu ada di tingkat pemerintah provinsi sebelum adanya Undang-undang Cipta Kerja (UUCK).
Setelah UUCK terbit, peraturan izin langsung ditangani oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, PT TRPN harus tetap mengantongi rekomendasi dari pemerintah provinsi, saat itu sikap pemerintah provinsi juga menolak memberikan rekomendasi.
1. Tidak sesuai dengan RTRW

Hal ini juga sudah ditegaskan oleh Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin. Ia menegaskan, penolakan ini sudah dilakukan selama tiga kali berturut-turut. Bahkan, pemerintah daerah sudah menyampaikan langsung ke KKP.
"Kami telah menolak (rekomendasi) tiga kali. Kenapa ditolak karena antara lain tidak sesuai dengan RTRW, jadi kami sudah tegas-tegas menolak dan sudah dilaporkan kepada Kementerian Kelautan," ujar Bey di Gedung Sate, Kamis (30/1/2025).
Penolakan rekomendasi ini dipastikan Bey sudah terjadi sejak kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum, tepatnya bersamaan dengan pengesahan UUCK.
"Tapi setelah Undang-undang Cipta Kerja, ya 2022 berarti. Jadi dua kali ditolak dan kenapa tetap bangun, Harusnya kan mereka paham, ini ditolak," katanya.
2. KKP tidak segera mencabut pagar bambu

Pagar laut di Bekasi ini sendiri masih belum dicabut, baru sebatas penyegelan baik dari KKP dan kini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Bey memastikan kewenangan pencabutan dan penertiban ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Yang bisa menindak adalah Kementerian Kelautan. Kami Pemprov dalam hal ini DKP sudah ke lokasi dengan KKP dan baru turun dan sudah melakukan rapat bersama," ucapnya.
Kemudian, mengenai klaim PT TRPN yang mengklaim sudah memberikan kompensasi kepada nelayan dan disampaikan kepada pihak Provinsi Jawa Barat. Bey memastikan, pemerintah provinsi hanya menerima uang sewa-menyewa yang ada di dalam PKS sebesar Rp2,65 miliar.
"Saya sampaikan ada yang terima uang gak? Tidak ada. Saya bilang kalau ada yang terima uang komit, saya pecat, ya komit mereka dari DKP akan komit seperti itu. Jadi mereka jamin uang yang diterima hanya uang sewa-menyewa," ujarnya.
Bey menegaskan, Pemprov Jabar tidak pernah mengarahkan kepada pihak ketiga ini untuk memberikan uang kompensasi di luar perjanjian. Uang sewa-menyewa juga kini sudah masuk ke kas daerah secara langsung.
"Kalau ada yang bisa membuktikan ada oknum pegawai pemprov yang terlibat atau menerima uang, silakan laporkan kami, kami akan proses untuk pemecatan," katanya.
3. Mengakui salahi aturan

Sebelumnya, kuasa hukum PT TRPN, Deolipa Yumara juga mengakui salah atas adanya pemasangan pagar laut ini. Hal ini ia sampaikan saat meninjau bersama Gubernur Jabar terpilih Dedi Mulyadi beberapa hari kemarin. Bahkan, ia tidak mempersoalkan jika harus dibongkar.
"Tidak ada persoalan (jika pagar laut dibongkar) karena kalau diminta kami untuk membongkar, lalu kami laksanakan pembongkaran," ucap Deolipa.