Budaya Sadar Risiko jadi Kunci Indonesia Emas 2045

- Mengubah cara pandang terhadap risiko di kehidupan sehari-hariKesadaran terhadap risiko kini menjadi elemen penting dalam kehidupan modern. Di sektor transportasi, masyarakat mulai memahami pentingnya penggunaan helm dan sabuk pengaman.
- Pendekatan pengurangan bahaya sebagai strategi bertahapDalam konteks kesehatan publik, strategi pengurangan bahaya atau harm reduction menjadi salah satu inovasi penting. Prinsipnya sederhana: jika seseorang belum bisa menghilangkan risiko sepenuhnya, maka upaya menguranginya menjadi langkah realistis untuk menjaga keselamatan dan kesehatan.
- Kolaborasi lintas sektor menuju budaya sadar risiko nasionalKegiatan yang di
Bandung, IDN Times - Risiko adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Ia hadir di setiap keputusan, di setiap langkah pembangunan, dan di setiap lapisan masyarakat. Namun, kesadaran untuk mengenali serta mengantisipasi risiko sering kali belum menjadi budaya yang kuat di Indonesia.
Melihat realitas ini, Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo) menggelar diskusi publik bertema “Sadar Risiko dalam Perspektif Inovasi dan Pembangunan” di Jakarta, Rabu (5/11/2025). Kegiatan ini menjadi bagian dari Road to Hari Sadar Risiko Nasional 2025 yang akan diperingati pada 15 Desember 2025.
Acara tersebut diharapkan menjadi momentum memperkuat sinergi lintas sektor dalam membangun budaya sadar risiko, sejalan dengan semangat menuju Indonesia Emas 2045. Kesadaran terhadap risiko kini bukan hanya tentang menghadapi bencana, melainkan juga soal bagaimana bangsa ini mempersiapkan diri terhadap ketidakpastian di bidang ekonomi, sosial, dan teknologi.
Ketua MASINDO, Dimas Syailendra Ranadireksa, menegaskan pentingnya perubahan paradigma masyarakat: dari reaktif menjadi antisipatif.
“Kita perlu bergeser dari pola pikir bagaimana nanti menjadi nanti bagaimana. Artinya, bukan menunggu risiko datang, tetapi menyiapkan sistem agar dampaknya bisa ditekan,” ujarnya, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Rabu (5/11/2025).
1. Mengubah cara pandang terhadap risiko di kehidupan sehari-hari

Kesadaran terhadap risiko kini menjadi elemen penting dalam kehidupan modern. Di sektor transportasi, masyarakat mulai memahami pentingnya penggunaan helm dan sabuk pengaman.
Di bidang kesehatan, muncul tren konsumsi makanan rendah gula untuk mencegah diabetes. Sementara di ruang digital, isu keamanan data pribadi semakin mendapat perhatian publik.
Menurut Dimas, semua contoh tersebut menunjukkan bagaimana pendekatan pengurangan risiko dapat diterapkan secara nyata dalam keseharian. “Risiko selalu ada, tapi cara kita meresponsnya menentukan masa depan,” katanya.
2. Pendekatan pengurangan bahaya sebagai strategi bertahap

Dalam konteks kesehatan publik, strategi pengurangan bahaya atau harm reduction menjadi salah satu inovasi penting. Prinsipnya sederhana: jika seseorang belum bisa menghilangkan risiko sepenuhnya, maka upaya menguranginya menjadi langkah realistis untuk menjaga keselamatan dan kesehatan.
Dimas menjelaskan, hal ini juga berlaku dalam isu penggunaan produk tembakau.
“Untuk perokok dewasa yang belum bisa berhenti sepenuhnya, transisi ke produk tembakau alternatif yang tidak melalui proses pembakaran, seperti rokok elektronik atau produk tembakau dipanaskan, bisa menjadi opsi untuk menurunkan risiko kesehatan,” tuturnya.
Pendekatan seperti ini menempatkan manusia pada posisi rasional: bukan menolak perubahan secara mutlak, tetapi mengarahkan perilaku menuju pilihan yang lebih aman dan berisiko lebih rendah.
3. Kolaborasi lintas sektor menuju budaya sadar risiko nasional

Kegiatan yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan ini juga menyoroti pentingnya kolaborasi. Hadir di antaranya Prakosa Grahayudiandono, Direktur Sistem dan Manajemen Risiko Bappenas, serta Dr. Nurma Midayanti, Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS.
Prakosa menekankan bahwa penerapan Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2023 menjadi langkah penting untuk memastikan kebijakan pembangunan lebih adaptif terhadap ketidakpastian global.
“Pendekatan risiko harus bisa menyesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di setiap daerah,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. Nurma menegaskan pentingnya pemanfaatan data statistik untuk pemetaan risiko sosial dan ekonomi.
“Tanpa data yang kredibel, sulit bagi pemerintah memahami arah pembangunan dan sulit pula bagi masyarakat untuk ikut mengawasi,” katanya.
















