Pilkada Majalengka: Debat Tak Signifikan Pengaruhi Calon Pemilih

Majalengka, IDN Times - Dua kali agenda debat Pilbup Majalengka dinilai tidak terlalu berdampak terhadap arah pilihan masyarakat. Masyarakat, dinilai masih akan tetap sesuai dengan pilihan semula, tanpa mempertimbangkan pemaparan para paslon pada debat kemarin.
Akademisi Universitas Majalengka (UNMA) Otong 'Otsu' Syuhada mengatakan, dalam hal pilihan, masyarakat masih cenderung dalam tren politik parokial. Sehingga, mereka tidak akan terlalu terpengaruh dengan propaganda saat kampanye, termasuk debat.
"Kami masih condong politik parokial, sehingga tidak terpengaruh dengan propaganda dalam kampanye," kata Otsu, Rabu (20/11/2024).
1. Cenderung politik transaksional

Otsu menilai, saat ini masyarakat cenderung lebih kepada politik transaksional. Dengan demikian, gagasan yang disampaikan calon pada kampanye, khususnya debat, tidak terlalu berdampak dalam meraih suara dari masyarakat.
"Di kita yang masih berlaku, ya transaksional," kata dia.
Fenomena transaksional sendiri, ujar dia, bisa dikatakan fenomena baru dalam beberapa kali pesta demokrasi, baik pemilu maupun Pilkada.
Sebelumnya, jelas dia, masyarakat cenderung akan menentukan pilihan sesuai dengan pilihan leluhurnya.
"Kita, dulu ada semacam pemilih tetap. Misalnya ayahnya pilih partai anu, atau calon yang diusung partai anu. Nah anaknya pasti sama juga," kata dia.
"Nah sekarang bergeser ke transaksional. Propaganda calon dan tim, mungkin ada pengaruh terhadap calon pemilih, tapi saya melihatnya tidak signifikan," ujar Dekan Fakultas Hukum itu.
2. Sosok calon lebih menentukan dibanding keberpihakan tokoh tertentu

Di beberapa daerah, tokoh-tokoh Jakarta kerap datang untuk memberikan dukungan terhadap paslon tertentu. Tokoh-tokoh itu biasanya terafiliasi dengan partai pengusung dari salah satu paslon.
Terkait hal itu, Otsu menilai, keputusan tokoh-tokoh nasional yang turun gunung, mungkin saja memberi pengaruh terhadap calon pemilih. Namun, Otsu kembali menegaskan, kehadiran tokoh itu tidak akan memberi dampak terlalu signifikan.
Ditegaskan Otsu, sosok dari paslon tetap menjadi faktor utama masyarakat menjatuhkan pilihan. "Ambil kasus di politik nasional, bergabungnya Jokowi dan Prabowo tidak mendapatkan suara telak. Kalau lihat kekuatan dua tokoh itu, sepertinya bisa lebih dari 58 persen," kata dia
3. Kader 'membelot' jadi hal yang biasa

Sementara itu pada Pilkada Majalengka terdapat fenomena sejumlah kader yang memutuskan berbeda pilihan dengan putusan partai.
Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) DPD PAN Majalengka Tete Sukarsa memutuskan untuk mendukung paslon nomor urut dua, padahal PAN mengusung paslon nomor urut satu. Di sisi lain, mantan anggota DPRD Majalengka yang juga pengurus PDIP Hamzah memutuskan bergabung dengan paslon nomor urut satu, padahal partai itu mengusung nomor urut dua.
Otsu menilai hal tersebut sebagai fenomena yang lumrah. "Baik yang terafiliasi maupun tidak dengan partai, itu hal biasa. Mungkin ada kepentingan tersendiri dari yang bersangkutan," tuturnya.
Sama seperti fenomena lainnya. Otsu menegaskan, fenomena membelot itu pun tidak berdampak besar terhadap dukungan masyarakat. "Ada efek terhadap arah dukungan kepada calon. Tapi besar kecilnya (dukungan) itu relatif," ujarnya.