Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

LBH Bandung Sulit Akses ke Polda untuk Berikan Advokasi Massa yang Masih Ditahan

IMG_20250901_145933.jpg
Aksi di depan dprd jabar. IDN Times/Debbie Sutrisno
Intinya sih...
  • Prediksi ada yang salah tangkap
    • Massa yang ditangkap mengalami tindakan sewenang-wenang aparat.
    • Banyak korban merupakan karyawan dan orang yang tengah lewat.
    • Korban mengalami luka-luka serius dan harus membayar biaya pengobatan sendiri.
    • Jangan ada kesewenang-wenangan
      • Korban belum masuk proses pemeriksaan kembali mengalami pemukulan dari aparat kepolisian.
      • Tersangka ditahan berdasarkan pasal-pasal yang dipaksakan beserta alat-alat bukti yang tidak memenuhi syarat.
      • Kepolisian menutup
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung masih mencoba melakukan advokasi terhadap massa yang ditahan di Polda Jabar setelah ikut aksi beberapa waktu lalu. Namun, akses untuk advokasi tersebut sulit sehingga LBH pun tidak mendapat data pasti berapa banyak yang telah dan masih ditahan.

Direktur LBH Bandung Heri Pramono mengatakan, pihaknya telah mendapatkan 230 pengaduan orang hilang, tertangkap dan luka-luka pada aksi demonstrasi yang dimulai sejak Jumat (29/08/2025). Mengacu pada data di tanggal 29 Agustus 2025, telah teridentifikasi 100 orang yang bebas, 13 orang menjadi tersangka, 48 orang luka-luka dan terdapat 69 orang lain tidak diketahui status lanjutannya.

"Lebih dari setengah data yang masuk tidak bisa dikonfirmasi statusnya.Polda Jabar bersikukuh enggan memberikan data orang-orang yang mereka tangkap dan mereka bebaskan. Tindakan menutup informasi yang dilakukan oleh Polda Jabar menjadi peluang tindakan sewenang-wenang mereka," kata Heri melalui siaran pers, Rabu (10/9/2025).

1. Prediksi ada yang salah tangkap

Ilustrasi borgol. (pexels.com/Kindel Media)
Ilustrasi borgol. (pexels.com/Kindel Media)

Bahkan, lanjut Heri, menurut laporan yang diterima sejak awal orang yang ditangkap memang telah mengalami tindakan sewenang-wenang aparat. Mereka selalu dipukul saat ditangkap. Dari data yang didapat dari aduan hotline, beberapa dari mereka merupakan korban salah tangkap.

"Banyak di antaranya merupakan karyawan yang pulang bekerja, orang yang tengah lewat, berolahraga atau sekedar nongkrong. Setelah dibebaskan pun ada di antara mereka yang harus menanggung kerugian karena menutup toko, tidak sekolah sampai tidak bekerja karena tetap ditahan lebih dari 1 x 24 jam," paparnya.

Banyak yang tertangkap kemudian mengalami luka-luka berupa memar di berbagai bagian tubuh, bengkak pada seluruh permukaan wajah, kepala bocor hingga patah tulang. Hal ini terjadi karena tindakan penangkapan sewenang-wenang yang diiringi tindakan kekerasan.

"Buruknya, banyak dari mereka yang harus membayar biaya pengobatan akibat tindakan kesewenang-wenangan ini secara mandiri," paparnya.

2. Jangan ada kesewenang-wenangan

IMG_20250830_155915.jpg
Rusak Gedung DPRD Jabar, Sejumlah Orang Diamankan Dipolisi

Tidak berhenti sampai di situ, Heri mengatakan bahwa banyak dari mereka yang ditangkap belum masuk proses pemeriksaan kembali mengalami pemukulan dari aparat kepolisian. Mereka bahkan tidak didampingi oleh penasihat hukum saat proses pemeriksaan.

"Tentu hal ini bisa membuka peluang kesewenang-wenangan aparat kembali terjadi," kata Heri.

Akhirnya, banyak dari mereka yang ditersangkakan dan ditahan berdasarkan pasal-pasal yang dipaksakan beserta alat-alat bukti yang juga tidak memenuhi syarat. Mulai dari Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang bahan peledak; Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang ujaran kebencian berdasarkan SARA;

Pasal 187 KUHP tentang tindak pidana menimbulkan pembakaran; Pasal 214 KUHP tentang tindak pidana kejahatan yang ditujukan kepada pegawai/pejabat negara (kekuasaan) yang sedang menjalankan tugasnya; Pasal 170 KUHP tentang tindak pidana bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang; dan Pasal 406 KUHP tentang tindak pidana perusakan barang. Bahkan, Polda Jabar pun secara sembarangan menerapkan Pasal 234 KUHP Baru tentang tindak pidana terhadap bendera negara, padahal undang-undang tersebut belum berlaku saat ini.

"Kepolisian kerap menutup akses bantuan hukum yang hendak LBH Bandung berikan sejak awal. Mereka secara sewenang-wenang melanggar Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dengan mengatakan jika LBH Bandung hanya bisa mendampingi setelah pemeriksaan selesai," ungkap Heri.

3. Data masih ditutupi polisi

IMG_20250829_171839.jpg
Massa di Bandung membakar sebuah rumah di depan DPRD Jabar. IDN Times /Debbie Sutrisno

Bahkan setelah selesainya pemeriksaan pun, aparat kepolisian masih tetap menutup peluang LBH Bandung untuk memberikan pendampingan. Aparat kepolisian beralasan jika mereka telah menunjuk penasihat hukum lain untuk mendampingi. Terlebih banyak keluarga dengan anak atau kerabatnya yang mengadu dan meminta LBH Bandung menjadi penasihat hukum mereka.

Namun, aparat kepolisian terus menolak upaya pendampingan LBH Bandung. Padahal, telah dilakukan pemberian kuasa dan penandatangan pemilihan penasehat hukum oleh pihak keluarga tersangka pada LBH Bandung lebih dulu.

"Sehingga LBH Bandung hanya mengetahui 13 (tiga belas) nama orang yang menjadi tersangka. Itu pun tanpa diketahui bagaimana proses pemeriksaannya. Jelasnya, mereka jadi tersangka tanpa dibersamai oleh pendamping hukum," ungkapnya.

4. Ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia

IMG_20250829_141605.jpg
Aksi solidaritas ojol bandung di depan DPRD Jabar. IDN Times/Debbie Sutrisno

Meski LBH Bandung telah berada di Polda Jabar sejak proses penangkapan yang dilakukan sejak 29 Agustus 2025, Polda Jabar tetap enggan memberikan akses LBH Bandung melakukan pendampingan pada setiap massa aksi yang ditangkap.

Hingga saat ini, tidak diketahui jumlah keseluruhan orang yang menjadi tersangka dan ditahan. LBH Bandung juga tidak mengetahui alasan mereka hingga jadi tersangka dan bagaimana proses pemeriksaan hingga mereka akhirnya jadi tersangka.

Pastinya, LBH Bandung mengetahui terdapat 69 (enam puluh sembilan) orang pengadu yang tidak diketahui status maupun keberadaannya. Aduan ini tidak bisa dilanjutkan karena Polda Jabar bersikukuh enggan membuka data siapa saja yang mereka tahan hingga saat ini.

Situasi ini jelas merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Praktik penahanan tanpa akses hukum juga merupakan pelanggaran terhadap prinsip fair trial sebagaimana dijamin Pasal 14 ICCPR, yang menegaskan hak setiap orang untuk diadili secara adil, termasuk hak untuk segera diberitahu tuduhan terhadap dirinya dan hak untuk memperoleh bantuan hukum dari penasihat hukum pilihannya sendiri.

Di tingkat nasional, Pasal 54 KUHAP menegaskan hak tersangka untuk mendapat bantuan hukum dari penasihat hukum sejak saat penyidikan. Bahkan Pasal 56 KUHAP mewajibkan negara menunjuk penasihat hukum bila tersangka terancam pidana lima tahun atau lebih.

"Penolakan aparat terhadap LBH Bandung yang sudah diberi kuasa oleh keluarga tersangka jelas merupakan pelanggaran hukum yang serius dan pembangkangan terhadap prinsip due process of law," kata dia.

5. Layangkan empat tuntutan

IMG_20250830_171028.jpg
Polda Jabar Siaga Satu, Polisi Rapatkan Barisan di DPRD Jabar

Lebih jauh, penutupan informasi mengenai status dan keberadaan 117 orang hingga saat ini berpotensi masuk kategori praktik penghilangan orang secara paksa (enforced disappearance). Praktik ini dilarang keras oleh Pasal 9 UU HAM yang menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.

Selain itu, Pasal 66 UU HAM secara tegas menyebutkan bahwa hak untuk tidak dihilangkan secara paksa tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Indonesia juga memiliki kewajiban internasional untuk mencegah penghilangan paksa berdasarkan prinsip-prinsip HAM universal.

Atas dasar itu, LBH Bandung:

1. Mendesak Polda Jabar segera membuka data lengkap orang-orang yang ditangkap, ditahan, dan dibebaskan sejak 29 Agustus 2025.

2. Mendesak agar seluruh korban penangkapan sewenang-wenang segera dibebaskan tanpa syarat, serta diberikan pemulihan berupa pemenuhan hak kesehatan dan ganti rugi.

3. Mendorong Komnas HAM, Kompolnas, Ombudsman RI dan lembaga pengawas independen lainnya untuk segera turun tangan dan menyelidiki praktik pelanggaran HAM yang dilakukan aparat kepolisian.

4. Memastikan seluruh proses hukum yang berjalan menjamin prinsip due process of law, termasuk hak atas bantuan hukum sejak awal.

Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us

Latest News Jawa Barat

See More

10 Negara yang Paling Sering Dilanda Bencana Alam, Indonesia Termasuk!

10 Sep 2025, 18:00 WIBNews