Penjaminan Polis Jadi Instrumen Penting Kepentingan Pengguna Asuransi

- Penjaminan Polis (PPP) penting untuk stabilitas ekonomi
- Desain PPP di Indonesia sedang dirancang dengan batasan cakupan dan nilai maksimum penjaminan
- Ketersediaan data polis berbasis pemegang polis, tertanggung, dan peserta akan diawasi penuh sesuai UU P2SK
Bandung, IDN Times - Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis Lembaga Penjamin Simpanan, Ferdinan D. Purba mengatakan, Program Penjaminan Polis (PPP) menjadi instrumen penting dalam melindungi pemegang polis dan turut serta memelihara stabilitas sistem keuangan/asuransi.
Dia mencontohkan, di Korea Selatan, Kanada, Inggris dan Malaysia penerapan, penerapan PPP juga terbukti meningkatkan kepercayaan publik, mempercepat penanganan asuransi gagal, serta memperkuat stabilitas sektor asuransi.
"Negara-negara tersebut mampu mendorong penguatan manajemen risiko, transparansi, serta tata kelola industri yang lebih baik,” ujarnya pada acara Chief Operation Officer (COO) Summit 2025 yang diadakan oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia melaluibl siaran pers diterima IDN Times, Jumat (7/11/2025).
Keberadaan PPP merupakan bagian dari bagian yang komprehensif untuk menghadapi skenario terburuk atau opsi terakhir dari kegagalan perusahaan asuransi, sekaligus berperan sebagai bagian dari financial safety net nasional, guna memastikan proses resolusi perusahaan asuransi berjalan dengan efektif.
1. Bantu jaga stabilitas ekonomi

Menurutnya, PPP itu sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi dan turut serta menjaga stabilitas ekonomi. Hal tersebut sama dengan pentingnya program penjaminan simpanan yang telah dilaksanakan oleh LPS. Keberadaan LPS membuat masyarakat lebih percaya pada sistem perbankan, yang kemudian mendorong meningkatnya dana pihak ketiga setelah beroperasinya LPS.
“Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan dana pihak ketiga yang tumbuh lebih tinggi setelah LPS beroperasi dibanding sebelum LPS beroperasi. Dari sebesar 7,7 perse sebelum LPS beroperasi meningkat menjadi 15,3 persen setelah LPS beroperasi,” jelasnya.
Sebagai contoh di Malaysia, adanya program penjaminan polis asuransi ternyata mendorong peningkatan pendapatan premi. Hal ini terlihat dari ratarata pertumbuhan pendapatan premi yang tumbuh lebih tinggi setelah aktivasi penjaminan polis dibanding sebelumnya. Dari sebesar 5,5 persen sebelum aktivasi PPP meningkat menjadi 9,7 persen.
Ferdinan menjelaskan, sesuai dengan mandat baru, LPS saat ini sedang mengintensifkan pelaksanaan PPP yang diharapkan diaktivasi sebelum tahun 2028. Menurutnya, LPS sekarang sedang merumuskan kebijakan pelaksanaan PPP dan kebijakan resolusi perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah.
“Apabila prasyarat dapat dicapai sesuai target waktu, perusahaan asuransi jiwa dan asuransi umum perlu bersiap untuk mulai melakukan registrasi kepesertaan PPP pada triwulan III tahun 2026. Faktor penting dalam implementasi PPP ini adalah koordinasi yang erat antara LPS dan OJK, khususnya dalam hal pertukaran data asuransi.” jelasnya.
LPS menargetkan pertukaran data asuransi melalui Sarana Pertukaran Informasi Terintegrasi (SAPIT) antara kedua lembaga dapat go-live di tahun 2025 ini.
2. Desain PPP sedang dirancang

Adapun, desain PPP di Indonesia yang sedang dirancang LPS saat ini tentunya mengacu kepada hal yang baik dan prinsip dasar yang berlaku secara internasional. LPS juga menyambut baik proses perubahan Undang-Undang nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang berlangsung saat ini dan menilai sebagai kesempatan untuk memperkuat desain PPP.
LPS menilai bahwa mandat sebagai Risk Minimizer akan meningkatkan efektivitas fungsi penjaminan dan resolusi dalam rangka melindungi pemegang polis dan menjaga stabilitas sektor keuangan/asuransi. Kemudian, cakupan dan nilai maksimum penjaminan PPP perlu dibatasi untuk meminimalisir biaya penanganan perusahaan asuransi dan kebutuhan pendanaan serta mencegah moral hazard.
“LPS sedang mengkaji produk atau lini usaha yang akan dijamin dalam PPP, dengan pertimbangan antara lain karakteristik produk, loss ratio, dan market share,” jelasnya.
Selanjutnya, perihal iuran, berdasarkan survei The International Forum of Insurance Guarantee Schemes (IFIGS), mayoritas otoritas penjamin polis menerapkan sistem premi secara tetap atau flat, namun LPS saat ini sedang mempertimbangkan opsi penerapan sistem premi berbasis risiko atau premi diferensial dalam beberapa tahun ke depan, hal ini sebagai bentuk dorongan dan insentif bagi perusahaan asuransi yang menerapkan praktik manajemen risiko yang baik dan prudent.
3. Akan diawasi penuh

Nantinya, salah satu elemen kunci dalam penyelenggaraan PPP yang kredibel adalah ketersediaan data polis berbasis pemegang polis, tertanggung dan peserta. Data polis tersebut didefinisikan sebagai informasi menyeluruh yang mencakup detail mengenai pemegang polis, tertanggung dan cadangan, nilai klaim serta manfaat yang dijamin oleh LPS sesuai dengan ketentuan PPP.
“UU P2SK mewajibkan perusahaan asuransi, untuk menyampaikan data polis berbasis pemegang polis, tertanggung, dan/atau peserta kepada LPS. Data inilah yang akan menjadi dasar bagi LPS dalam menentukan polis yang berhak mendapatkan penjaminan atau layak bayar,” tambahnya.


















