Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Keluarga Korban Ogah Damai, Kasus Ustaz Cabul di Cirebon Tetap Lanjut

Foto hanya ilustrasi. (Pexels.com/RDNEstockproject)

Cirebon, IDN Times - Keluarga Wildan, seorang ustaz di Pondok Pesantren Darurrohmah, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat yang kini berstatus tersangka kasus pencabulan kepada santri berusia 12 tahun berupaya mengajak keluarga korban untuk menempuh jalur damai.

Sementara itu keluarga korban masih menolak tawaran tersebut. Mereka mengaku menghargai niat baik dari pihak tersangka, tetapi tetap menginginkan keadilan bagi anggota keluarga mereka yang menjadi korban.

Namun, keluarga korban menolak ajakan damai tersebut. Mereka menegaskan akan tetap menempuh jalur hukum agar kasus ini diproses sesuai ketentuan yang berlaku.

"Mohon maaf pak, tadi kyai diminta bantu ibu dan keluarga Wildan untuk mengantar ke rumah. Mereka ingin jumpa, silaturahim katanya, barangkali masih bisa kekeluargaan pak. Mohon maaf kalau mengganggu pak," tulis seorang utusan Pondok Pesantren Darurrohmah kepada keluarga korban.

1. Tidak ada kata berdamai

Ilustrasi anak merenung (freepik.com/freepik)

S, ayah korban mengaku tidak akan memberikan ruang kepada tersangka maupun pondok pesantren untuk berdamai. Tersangka pun harus mendapatkan hukuman seberat-seberatnya atas perilakunya itu.

"Kami menolak untuk berdamai karena ini bukan perkara kecil. Anak saya masih trauma. Apalagi waktu orang dari pesantren datang, dia ketakutan," ujar S kepada IDN Times, Rabu (26/5/2025).

Ayah korban, Syaiful, mengungkapkan dirinya tidak menyangka kejadian tragis ini menimpa anaknya. Berdasarkan keterangan yang disampaikan dalam laporan ke pihak kepolisian, kejadian pertama diduga terjadi pada Kamis, 7 November 2024, sekitar pukul 05.00 pagi di lingkungan pesantren. Sementara itu, kejadian kedua dilaporkan terjadi pada Jumat, 14 November 2024.

"Mendengar kabar itu, saya marah, kesal. Kenapa kejadian itu bisa terjadi di lingkungan pondok pesantren? Anak saya sudah saya tarik dari pesantren itu, sekarang sudah di rumah," ujar Syaiful saat dihubungi oleh IDN Times pada Selasa (25/2/2025).

Menurut S, keluarga ingin kasus ini diselesaikan melalui jalur hukum agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dan menjadi pelajaran bagi lembaga pendidikan lainnya untuk lebih menjaga anak-anak di bawah pengasuhannya.

"Ini bukan hanya soal anak saya, tapi juga anak-anak lain. Jangan sampai ada korban berikutnya," ujarnya.

2. Trauma healing diberikan untuk korban

ilustrasi tindakan kekerasan (pexels.com/@cottonbro/)

Anak korban kekerasan seksual sering kali mengalami trauma mendalam yang dapat berdampak jangka panjang pada kondisi psikologis dan sosial mereka.

Hal ini juga dirasakan oleh anak S, yang saat ini masih berada dalam kondisi ketakutan dan enggan untuk berinteraksi dengan orang-orang tidak dikenalnya.

Manajer Program Women Crisis Center (WCC) Mawar Balqis Cirebon, Sa'adah, mengatakan ia menerima informasi mengenai kejadian tersebut pada Senin, 25 Februari 2025. Proses assesment pun dilakukan untuk memberikan pendampingan terhadap korban.

"Yang pasti kami akan lakukan pendampingan untuk melakukan assesment dan pemetaan kasus," kata Sa'adah, saat dihubungi.

Kejadian ini menyoroti pentingnya peran lembaga pendidikan, khususnya pesantren, dalam melindungi anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan. Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi peserta didik untuk belajar dan berkembang.

3. Ditetapkan jadi tersangka

Ilustrasi penjara. (Dok.IDN Times)

Namun, kasus ini menunjukkan masih ada kelemahan dalam sistem pengawasan dan perlindungan di lingkungan pendidikan. S menekankan pentingnya sistem pengawasan yang lebih ketat di lembaga pendidikan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual.

Ia berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh lembaga pendidikan untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan mengawasi tenaga pengajar serta staf lainnya. "Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tidak bisa ditoleransi. Harus ada sistem pengawasan yang lebih baik," katanya.

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polresta Cirebon, AKP I Putu Prabwa Kartima Utama, mengonfirmasi, ustaz tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sedang ditangani kepolisian.

Keputusan ini diambil setelah penyidik menemukan bukti yang cukup untuk menaikkan statusnya menjadi tersangka. Proses hukum terhadap yang bersangkutan kini terus berjalan sesuai prosedur yang berlaku.

"Saat ini polisi sedang melakukan penyidikan lebih lanjut dan melengkapi pemberkasan perkara," kata Putu saat dihubungi.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan dalam laporan ke pihak kepolisian, kejadian pertama diduga terjadi pada Kamis, 7 November 2024, sekitar pukul 05.00 WIB di lingkungan pesantren. Sementara itu, kejadian kedua dilaporkan terjadi pada Jumat, 14 November 2024.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us