Rayakan HUT RI, Intip Festival Gotong Rumah di Majalengka

- Festival Gotong Rumah sebagai pengingat peristiwa wakare
- Setelah Jepang kalah, warga kembali ke kampung halaman
- Berharap generasi muda mengambil pelajaran dari peristiwa wakare
Majalengka, IDN Times - Ketika sebagian besar masyarakat menghias kampung halaman untuk menyambut Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) yang jatuh setiap 17 Agustus, warga Kampung Wates, Desa Jatisura, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka tampil berbeda. Mereka justru berbondong-bondong meninggalkan kampung halaman bersama sanak saudara.
Tidak hanya pergi meninggalkan kampung dengan tangan kosong, mereka juga membawa serta ternak peliharaan, bahkan rumah tempat tinggal mereka di kampung. Ada dua rumah yang ikut dibawa warga saat pergi meninggalkan kampung tersebut
1. Festival Gotong Rumah sebagai pengingat peristiwa wakare

Pemandangan tersebut terjadi pada Sabtu (16/8/2025) sore. Aksi tersebut merupakan peragaan dalam festival gotong rumah yang dihelat warga setempat untuk mengingat peristiwa zaman dulu saat masa penjajahan.
Warga setempat menyebut aksi gotong rumah itu dengan sebutan wakare. Kosa kata itu digunakan sebagai gambaran saat warga terpaksa meninggalkan rumah dengan membawa serta rumah mereka untuk menghindari dampak negatif pada masa penjajahan Jepang.
Kekhawatiran itu mengingat saat itu, pasukan Jepang dikonsentrasikan di dekat kampung mereka, tepatnya di daerah Kecamatan Ligung. Saat ini, tempat konsetrasi pasukan Jepang tersebut masuk ke dalam wilayah Lanud S. Sukani.
"Wakare-nya Kampung Wates ke Dukuh Pusing terjadi pada tahun 1943 atas inisiatif warga dan Kuwu (Kades) saat itu yakni Bapak Sayim. Wakare dilakukan karena takut warganya ada yang kena peluru atau bom dari tentara Nipon. Karena kampung Wates berdekatan dengan landasan prajurit Nippon," kata salah satu tokoh masyarakat kampung Wates Dikdik.
2. Setelah Jepang kalah, warga kembali ke kampung halaman

Lokasi wakare warga Kampung Wates sendiri tidak terlalu jauh, hanya berjarak beberapa ratus meter saja. Dilihat dari letak geografis saat ini, lokasi Kampung Wates dan tujuan Wakare mereka di Dukuh Pusing hanya beda blok saja--masih di satu desa yang sama yakni Desa Jatisura.
Secara durasi, wakare yang dilakukan warga Kampung Wates berlangsung sekitar empat tahun. Tahun 1947, masa penjajahan Jepang di Tanah Air berakhir. "Setelah itu, warga yang sempat wakare, balik lagi ke kampung asal," kata Dikdik.
Tidak hanya itu. Sebelum kembali, warga juga ternyata berada di Dukuh Pusing secara penuh hanya pada waktu malam hari saja.
"Saat siang hari, warga beraktivitas di sini. Mengurus padang, ternak. Memang ada ternak yang ikut dibawa wakare, tapi ada juga yang ditinggal," ujarnya.
Dikdik menjelaskan jika lokasi kampung Wates berada di tengah-tengah antara tentara penjajah dengan tentara PETA (Pembela Tanah Air).
3. Berharap generasi muda mengambil pelajaran dari peristiwa wakare

Dalam festival gotong rumah, ada dua bangunan rumah gubuk yang diarak warga. Gubuk-gubuk tersebut terbuat dari bambu, dengan ukuran cukup besar.
Diperlukan belasan orang untuk mengangkat setiap gubuk yang diarak tersebut. Gubuk-gubuk itu diarak sekitar setengah kilometer secara pulang pergi.
"Saat berangkat, itu menggambarkan wakare. Dan ketika kembali, itu menggambarkan warga yang kembali ke kampung setelah Jepang menyerah," ujar Dikdik.
Arak-arakan yang berlangsung di ruas jalan Jatiwangi-Ligung itu menjadi perhatian warga, mulai dari anak-anak sampai orangtua. Selain menggotong rumah, penampila lainnya pun terlihat memikul hasil kebun, sebagai gambaran yang dulu dilakukan juga oleh leluhur mereka.
"(Festival gotong rumah) ini jadi semacam napak tilas lah. Supaya generasi penerus mengetahui bahwa karuhun kita pernah sepahit itu," tutur Dikdik.