Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Awal Mula Dedi Mulyadi Digugat 8 Organisasi Sekolah Swasta ke PTUN

IMG-20250806-WA0025.jpg
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung (IDN Times/Azzis Zulkhairil)
Intinya sih...
  • Delapan organisasi SMA Swasta di Jawa Barat menggugat Gubernur Dedi Mulyadi ke PTUN Bandung terkait kebijakan penambahan rombongan belajar di beberapa SMA negeri.
  • Rencana penambahan rombel dilakukan untuk memfasilitasi siswa dari keluarga berpenghasilan rendah tetap diterima di sekolah negeri, namun menuai protes dari sekolah swasta.
  • Gugatan tersebut telah dikabulkan oleh PTUN Bandung dan proses pemeriksaan akan dilakukan, sementara Pemprov Jabar siap menghadapi gugatan dengan landasan hukum yang akuntabel.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Sebanyak delapan organisasi SMA Swasta di Jawa Barat telah resmi melayangkan gugatan kepada Gubernur Dedi Mulyadi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Gugatan yang dilayangkan mengenai kebijakan penambahan rombongan belajar (Rombel) 40-50 siswa di beberapa SMA negeri di Jabar.

Adapun delapan organisasi yang melayangkan gugatan ini yaitu; Forum Kepala Sekolah SMA Swasta (FKSS) Provinsi Jawa Barat, Badan Musyawarah Perguruan Swasta Kabupaten Bandung, Badan Musyawarah Perguruan Swasta Kabupaten Cianjur, Badan Musyawarah Perguruan Swasta Kota Bogor.

Kemudian, Badan Musyawarah Perguruan Swasta Kabupaten Garut, Badan Musyawarah Perguruan Swasta Kota Cirebon, Badan Musyawarah Perguruan Swasta Kabupaten Kuningan, Badan Musyawarah Perguruan Swasta Kota Sukabumi.

Perjalanan gugatan ini tergolong cukup panjang, dimana sebelumnya, salah satu penggugat yaitu dari FKSS sudah lebih dulu vokal mengenai kebijakan penambahan Rombel yang sudah dibuat oleh Dedi Mulyadi.

Lalu seperti apa para sekolah swasta di Jabar mencari keadilan atas kebijakan Dedi Mulyadi yang dirasakan mereka kurang berpihak ini?

1. Awalnya sudah berkonsultasi dengan Kemendikdasmen

IMG-20250806-WA0020.jpg
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Rencana awal kebijakan penambahan rombongan belajar ini diungkapkan langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Jabar Herman Suryatman, pada Kamis (19/6/2025). Saat itu, dia mengatakan akan meningkatkan jumlah Rombel pada tahun ajaran baru 2025/2026.

Hal ini dilakukan untuk memfasilitasi para siswa dari keluarga berpenghasilan rendah tetap diterima di sekolah negeri. Rencana ini diungkapkannya sudah disampaikan langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti saat pertemuan beberapa waktu lalu.

"Sekarang ada sekolah yang Romblenya 36 orang, Menteri memberikan ruang bisa bahkan sampai 50. Kami sedang hitung, dan tentu ini kita dedikasikan untuk anak-anak yang miskin dengan tetap memberikan ruang persepsi sekolah swasta," ujar Herman.

Pemprov Jabar sudah melayangkan proses administrasi yang dibimbing langsung oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk tindak lanjut. Meski begitu, nantinya calon siswa-siswi SMA dan SMK dari keluarga berpenghasilan rendah akan tetap diberikan pilihan untuk sekolah di negeri atau swasta dengan pembiayaan yang dijamin oleh Pemprov Jabar.

"Karena di negeri, di backup oleh pemerintah, kita akan optimalkan yang di negeri, tetapi yang di swasta juga sama, karena kita kan ada BPMU, yang mungkin nanti direct bantuannya ke anak-anak yang miskin itu," katanya.

Herman memastikan, Pemprov Jabar akan melakukan berbagai upaya agar masyarakat tetap menyekolahkan anaknya di hingga tingkat SMA dan SMK. Hal ini dilakukan agar angka putus sekolah bisa berkurang.

"Angka putus sekolah di Jawa barat, tahun ini akan jauh menurun, mudah mudahan tidak ada, terutama bagi yang miskin salah satu pemantik kan yang kasus di Cirebon ya," ucapnya.

"Kami kan prihatin bagaimana anak ingin membeli apa perlengkapan sekolah, ingin melanjutkan tetapi satu dan lain hal orang tua ada kendala sampai seperti itu, nah itu tidak boleh terjadi dan negara harus hadir," sambung Herman.

2. Kepgub keluar di akhir proses SPMB

IMG-20250805-WA0038.jpg
Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Setelah itu, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menegaskan, penambahan Rombel akan diterapkan dalam proses SPMB tahun ini. Penambahan siswa dalam satu kelas ini akan diberikan di sekolah SMAN dan SMKN tertentu.

Menurutnya, penambahan Rombel ini tidak dipermasalahkan, namun tetap ada batasan yang harus dipatuhi. Hal ini juga sudah berdasarkan persetujuan langsung dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).

"Rencananya kami naikan dari 36 ke 45 Rombel, toleransi sampai 50. Itu nantinya ditempatkan di sekolah-sekolah yang memungkinkan nanti, lagi dikaji, lagi disortir," katanya.

Selang beberapa hari kemudian muncul lah Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) Jenjang Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat.

Gubernur Dedi Mulyadi meluruskan, aturan itu nantinya bakal disesuaikan berdasarkan jumlah serta kebutuhan penduduk karena tidak semua sekolah negri dalam kondisi dipenuhi oleh siswa. Artinya tidak dipukul rata seluruh sekolah dapat menambah Rombel.

"Jadi, begini. Kan dari data yang saya lihat, itu tidak semua kelas itu bisa 50 ada sekolah-sekolah (negri) malah kekurangan siswa," ungkap Dedi Mulyadi, dikutip Sabtu (5/7/2025).

Seperti di daerah daerah terpencil, kata Dedi, nantinya akan dipastikan penambahan Rombel di sekolah negri. Berdasarkan data yang dimilikinya, beberapa sekolah ini ada di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, kabupaten dan kota Depok, Bekasi serta Bogor.

Dedi mengklaim sudah menghitung jumlah kursi dan bangunan yang dibutuhkan untuk penambahan Rombel di lembaga satuan pendidikan negri tertentu. Dan itu bakal di bahas dalam anggaran perubahan APBD Jabar di tahun ini.

"Saya sudah menghitung berapa kebutuhan kursi, berapa kebutuhan jumlah bangunan. Jadi yang nanti muridnya 50 itu nanti ditambah bangunannya, sehingga nanti ada 35, ada 30, ada 25, rasionya seperti itu," katanya.

Soal adanya kekhawatiran dari sekolah swasta akan tidak kebagian murid, Dedi memastikan, sekolah swasta masih akan kebagian murid baru. Mengingat, di tahun ini saja ada sebanyak 400 ribu siswa lebih yang tidak tertampung ke sekolah negri.

Berdasarkan data yang ada, jumlah SMA dan SMK di Jabar itu ada 801, sedangkan jumlah ruang kelasnya untuk kelas satu, ada 8.727 dan yang digunakan Rombel 48 sampai 50 siswa hanya 384 kelas.

Menurutnya, sekolah swasta yang muridnya mengalami penurunan, masih bisa mencari cari jalan lain agar tetap pendidikan berjalan.

Dedi mengklaim pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tidak ada keributan, tidak ada protes-protes. Kondisi ini dirasakannya berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya atau sebelum muncul beberapa kebijakan yang dikeluarkannya.

"Dulu sampai ada di Bogor, saya ingat betul masih anggota DPR RI, ada siswa ngukur jalan dari rumah ke sekolah di meter loh, bayangin," katanya.

3. FKSS menolak rencana ini karena siswa banyak cabut berkas ikut program PAPS

IMG-20250805-WA0036.jpg
Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Dari hal ini, Forum Kepala Sekolah SMA Swasta Jawa Barat (FKSS JABAR) menolak rencana Pemerintah Provinsi menambah kuota Rombel disetiap satuan lembaga pendidikan negri dari 36 menjadi menjadi 50 siswa.

Ketua Umum FKSS Jabar, Ade D. Hendriana mengatakan, penambahan Rombel ini ditakutkan bakal berdampak terhadap mutu pendidikan di sekolah swasta. Termasuk berpotensi terhadap tutupnya sekolah swasta karena kekurangan murid.

"Jika Rencana Kuota sekolah negeri ditambah menjadi 50 siswa per Rombel akan berdampak pada Mutu pendidikan terancam menurun, guru Sertifikasi Kekurangannya Jam dan banyak sekolah swasta yang berpotensi tutup dan berdampak pada kepasa Guru dan Karyawan," kata Ade melalui keterangan resmi, Senin (30/6/2025).

Sebelum Rombel siswa di sekolah negri ditambah, pelaksanaan SPMB di sekolah swasta di Jabar dikatakan masih sangat sepi peminat. Bahkan sampai hari Selasa 24 Juni 2025 rata-rata keterisian bangku di sekolah swasta masih dibawah 50 persen persen.

"SPMB sekolah swasta di Jawa Barat tahun 2025 sampai hari Selasa 24 Juni 2025 rata-rata baru terisi 30 persen," ungkapnya.

Ade menilai, Dinas Pendidikan Provinsi Jabar tidak memperhatikan rambu-rambu permendikbudristek No.47 Tahun 2023 Pasal 8 ayat 6 huruf b terkait kesedian sarana prasarana.

Ade mengatakan, dengan adanya program PAPS ini membuat para calon murid banyak mencabut berkas dan masuk ke sekolah swasta.

"Setelah pengumuman terakhir. SMA swasta bukannya bertambah malah pada mencabut berkas dalam artian mereka diterima dalam program PAPS artinya program itu kan intuk pencegahan anak untuk putus sekolah tidak tepat sasaran juga," katanya.

Berdasarkan kondisi di lapangan saat ini, Ade menilai, penjaringan siswa PAPS ini justru tidak tepat sasaran dan berdampak kepada SMA swasta di mana para calon murid banyak mencabut berkas pendaftaran, dan kini banyak ke sekolah negeri.

"Kenapa tidak tepat sasaran, karena mereka kan mampu di sekolah swasta. Kemudian ada salah satu SMA favorit di Kota Bandung menerima siswa dari SMP favorit juga. Artinya SMP dengan cara bayar tinggi kenapa bisa masuk jalur PHPS itu kan sudah tidak masuk kategori PHPS," jelasnya.

Ade terang-terangan menyebut ada 120 pendaftar di dua SMA swasta di Kota Bandung yakni SMA Pasundan 1 dan SMA PGII 1 yang mencabut berkas setelah diterima di sekolah negeri melalui jalur PAPS.

"Bandung sakolah elit juga hancur, rontok. Ada 120 calon murid cabut berkas diterima jalur PAPS, ada yang hampir 2 kelas cabut berkas. Itu di Pasundan 1 dan PGII 1," kata Ade.

Kondisi itu membuat keterisian siswa baru di 1.334 sekolah swasta di Jabar yang semula rata-rata 30 persen, kini semakin berkurang.

"Sekarang menurun karena banyak cabut berkas, saya belum koordinasi lagi (pastinya berapa), diprediksi menurun," ujarnya.

Dengan kondisi ini, untuk mengantisipasi kekurangan murid pada tiga tahun ke depan, FKSS tengah menyiapkan langkah hukum untuk menggugat kebijakan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebelum ke jenjang tersebut, Ade berencana melayangkan somasi.

"Hari kemarin saya sudah tanda tangan surat kuasa ke tim hukum kami dan gugatan sudah kita susun bersama apa yang menjadi gugatan kita. Tentunya minggu ini kita siapkan somasi dan selanjutnya kita akan melakukan pengajuan gugatan ke PTUN," kata Ade.

Ade melanjutkan, nantinya ada empat hingga lima poin gugatan yang disiapkan FKSS dalam poin gugatan nantinya, dan kini masih membuka ruang kolaborasi dengan lembaga lain seperti Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) dan FKSS SMK.

FKSS mengugut aturan tersebut karena untuk jangka panjang ke depan. Ade mengatakan, jabatan gubernur itu sampai lima tahun, dan nantinya ditakutkan beberapa sekolah swasta tutup karena sudah tidak ada muridnya. Namun, untuk saat ini masih ada beberapa murid di kelas 11 dan 12.

"Karena masih ada kelas 11 dan kelas 12 harus tetap jalan, (tapi) ini dikhawatirkannya untuk 3 tahun ke depan, dimana Pak Gubernur ini masa jabatannya 5 tahun. Artinya ada empat kali lah SPMB yang kalau tidak dicegah dari sekarang itu berpotensi tutup," ungkap Ade.

Di luar Kota Bandung, Ade mengungkapkan, situasinya bahkan lebih parah, seperti di Indramayu dari 28 sekolah swasta yang ada, hanya dua sekolah yang menerima murid baru dengan jumlah di atas 50 orang.

"Kemarin saya lihat itu ada yang hanya menerima empat siswa, enam siswa, lima belas siswa, dua siswa. Mengkhawatirkan lah," ujar Ade.

Ade juga menyoroti dampak lanjutan dari kebijakan ini di sekolah negeri, yang kini mulai mengalami kelebihan kapasitas. Dia pun menilai kebijakan gubernur saat ini dibuat tanpa melalui kajian lebih dulu.

"Seharusnya kalau ada program seperti ini direncanakan dulu dari awal-awal," kata dia.

3. Gugatan dikabulkan dan diproses PTUN Bandung

IMG-20250806-WA0041.jpg
(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Akhirnya, FKSS dengan tujuh organisasi sekolah swasta lainnya melayangkan gugatan dan telah dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, dan telah teregistrasi melalui nomor perkara: 121/G/2025/PTUN.BDG.

"Gugatannya ini diajukan tertanggal 31 Juli 2025 dan oleh ketua pengadilan telah ditetapkan majelisnya yang akan memeriksa, dan majelis hakim yang ditugaskan untuk mengadili perkara tersebut telah menetapkan jadwal persidangan," ujar Humas PTUN Bandung, Enrico Simanjuntak saat ditemui, Rabu (6/8/2025).

Meski gugatan dikabulkan, Enrico menjelaskan, proses pemeriksaan terhadap perkara ini akan tetap dilakukan. Dimana PTUN Bandung akan memeriksa mengenai formalitas gugatan dari pihak penggugat untuk kemudian dimatangkan oleh majelis hakim.

Selain itu, nantinya penggugat akan dimintai informasi atau data-data terkait dengan adanya objek sengketa ini.

"Jadwal persidangannya akan diadakan besok tanggal 7 Agustus 2025 pukul 10.00 WIB dengan agenda pemeriksaan persiapan pertama," ucap Enrico.

Pemeriksaan persiapan itu, kata Enrico, jangka waktunya sekitar 30 hari dan setelah itu akan dilanjutkan dalam tahap pembacaan gugatan, setelah pembacaan gugatan nanti ada jawaban. Kemudian dilanjutkan dengan replik, duplik, pembuktian.

"Pembuktian dimulai dari bukti surat, bukti elektronik, menghadirkan saksi, ahli, dan, alat bukti lainnya yang terkait. Setelah pembuktian nanti kesimpulan, baru setelah kesimpulan dilanjutkan dengan tahap akhir yaitu putusan begitu," katanya.

Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman mengatakan, pemerintah provinsi tidak merasa keberatan mengenai adanya gugatan tersebut, karena hal ini merupakan hak dari warga negara.

"Tidak apa-apa, kita kan negara demokrasi, kita negara hukum. Jadi, semua warga negara punya hak yang sama untuk mendapatkan keadilan hukum. Dan tentu salah satunya melalui gugatan ke PTUN," ujar Herman saat ditemui di DPRD Provinsi Jawa Barat, Rabu (6/8/2025).

Pemprov Jabar, ungkap Herman, menghormati atas adanya gugatan oleh delapan organisasi sekolah SMA swasta yang merasakan keberatan atas keputusan dari Gubernur Dedi Mulyadi. Selanjutnya, upaya untuk menghadapi gugatan ini juga tengah dipersiapkan.

"Kami hormati dan tentu kami persiapkan untuk menghadapi gugatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Memastikan kebijakan yang ditetapkan Pak Gubernur memiliki landasan hukum baik dari sisi filosofis, dari sisi yuridis, dari sisi sosiologis, dan Insyaallah kami yakinkan akuntabel," tuturnya.

Herman mengklaim, kebijakan penambahan Rombel untuk menangani anak putus sekolah dikeluarkan dengan sudah adanya kajian.

"Ya, karena sebelum kebijakan itu ditetapkan terkait dengan pencegahan anak putus sekolah, kami melakukan kajian yang mendalam dari sisi yuridis, dari sisi filosofis tadi dan dari sisi sosiologis, dan tentu nanti kita akan sampaikan di PTUN," jelasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us