Ada 17 Ribu Lebih Warga Kota Bandung Terlilit Utang ke Rentenir

- Rincian peminjaman kepada rentenir
- Targetkan ada 24 kampung bebas rentenir di 2025
- Edukasi kepada korban rentenir harus dimasifkan
Bandung, IDN Times - Meski pemerintah kota terus menyerukan agar tidak ada warga yang melakukan pinjaman ke rentenir atau bank emok, nyatanya masih banyak yang meminjam ke mereka. Berdasarkan data Pemkot Bandung ada sekitar 17.430 orang yang mengaku terlilit utang ke rentenir.
Hal ini diketahui dalam forum pembahasan dan evaluasi program Satgas Anti Rentenir. Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menuturkan, pemkot terus memperkuat komitmen dalam mengentaskan praktik rentenir yang membelenggu masyarakat menengah ke bawah.
Menurut Wali Kota, permasalahan rentenir tidak sekadar persoalan pinjam-meminjam uang, melainkan menyangkut struktur ketimpangan sosial ekonomi yang kronis.
“Banyak masyarakat yang terjebak karena beban finansial yang berlebihan dan dorongan kebutuhan hidup yang tinggi, hingga menjadikan rentenir sebagai satu-satunya jawaban instan,” ujarnya.
1. Ini rincian peminjamannya

Hingga pertengahan 2025, tercatat 17.430 pengaduan telah ditangani. Sebanyak 38 persen pengaduan berasal dari warga yang terjerat pinjaman rentenir untuk modal usaha, 27 persen untuk kebutuhan hidup, 5 persen pendidikan, 4 persen kesehatan, dan sisanya kebutuhan lain.
Menurut Farhan, program Satgas Anti Rentenir, yang telah dibentuk sejak 2017 dan diperkuat kelembagaannya di bawah Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) sejak 2021, menunjukkan dampak signifikan.
Satgas ini memiliki tugas utama berupa sosialisasi, advokasi, mediasi, hingga kemitraan dan verifikasi pengaduan.
Farhan menegaskan pentingnya pendekatan komunitas dalam menumbuhkan kesadaran kolektif masyarakat.
Pendekatan ini diyakini lebih efektif untuk membentuk keuangan inklusif dan mengakhiri ketergantungan pada pinjaman dari rentenir. KBR pun lahir sebagai jawaban konkret dari pendekatan tersebut.
“KBR (kampung bebas rentenir) bukan hanya tempat tinggal yang bebas dari rentenir, tetapi harus menjadi tempat edukasi, informasi, pemberdayaan ekonomi, bahkan destinasi wisata,” kata Farhan.
2. Targetkan ada 24 kampung bebas rentenir di 2025

Targetnya, pada setiap KBR terdapat sedikitnya 40 warga binaan baik yang pernah terjerat rentenir maupun yang rentan menjadi korban. Mereka didampingi, dilatih, dan dikembangkan potensinya agar mampu menularkan nilai-nilai produktif ke masyarakat lainnya. Selain korban rentenir, sasaran program juga mencakup pelajar, mahasiswa, pelaku UMKM, ASN, guru, hingga kelompok disabilitas.
Saat ini, Kota Bandung telah memiliki 14 titik KBR yang tersebar di berbagai kecamatan. Dua lokasi pertama sebagai pilot project yaitu Kecamatan Ujungberung dan Sukajadi, dimulai pada tahun 2023.
Tahun ini ditargetkan penambahan 10 titik baru, sehingga jika terealisasi, akan ada total 24 titik KBR dari 30 kecamatan yang ada. Sisanya akan dikejar penyebarannya dalam roadmap hingga tahun 2026.
KBR juga hadir dengan berbagai inovasi berbasis kawasan. Program ini tidak berjalan sendiri, melainkan dibangun melalui kolaborasi multipihak model hexahelix yang melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, media, dan lembaga keuangan.
Di antaranya seperti Rumah Lansia, Universitas Islam Bandung (Unisba), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Baznas, Gereja, TPA Qurataayun, LPM Cisaranten, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kami ingin semua kelompok ini terdata dalam sistem, memiliki identitas yang valid, dan bisa masuk dalam skema produktif atau minimal mendapat bantuan sosial melalui NIK mereka di DTKS,” ujarnya.
3. Edukasi kepada korban rentenir harus dimasifkan

Di sisi lain, Satgas Anti Rentenir tetap menjalankan dua peran utamanya, yaitu edukasi kepada korban dan pengawasan terhadap pelaku rentenir yang kini mulai menyamar dalam bentuk lembaga keuangan informal.
Farhan menyebut bahwa sekarang ada dua kecamatan awal menjadi benchmark pengembangan di kecamatan lain.
“Ekosistem Ujungberung dan Sukajadi kuat karena sudah memiliki pusat pertumbuhan ekonomi, mereka bisa saling bantu memberdayakan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya menyusun literasi keuangan dan menjadikan Musrenbang sebagai ruang aspirasi pengembangan program. Tahun depan ditargetkan 8 titik tambahan agar semua kecamatan dapat terjangkau.
“Kami tidak hanya ingin mengusir para rentenir, tapi juga ingin memampukan masyarakat secara ekonomi dan sosial,” pungkasnya.