Capai 2.152 Aduan, Tata Kelola Industri Asuransi Jadi Perhatian

Ada apa dengan industri asuransi dalam negeri?

Bandung, IDN Times - Tata kelola industri asuransi di Indonesia diminta untuk lebih sehat. Tuntutan yang dilayangkan para pelaku industri asuransi ini muncul akibat banyaknya aduan terkait produk unit link dan kasus gagal bayar.

Pengawas dan Pembina Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Kornelius Simanjuntak mengatakan, kolaborasi antara perusahaan asuransi dengan pialang asuransi merupakan salah satu jalan keluar dari masalah tata kelola industri asuransi.

Kolaborasi di antara keduanya, kata Kornelius, mesti dilakukan guna menghilangkan sikap saling mencurigai. Pasalnya, sikap tersebut selalu muncul dan dapat merusak kelangsungan dua entitas bisnis tersebut.

"Hilangkan saling menyalahkan, yang selama ini muncul adalah broker ini katanya merusak pasar. Katanya, kalau masuk broker pasti preminya hancur," kata Kornelius dalam Webinar bertema Pembenahan Tata Kelola Industri Asuransi, Kamis (23/12/2021).

1. Pemerintah didesak bikin LPPP

Capai 2.152 Aduan, Tata Kelola Industri Asuransi Jadi PerhatianWebinar Pembenahan Tata Kelola Industri Asuransi Indonesia (IDN Times/Istimewa)

Tak hanya itu, Kornelius pun meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah segera membentuk Lembaga Penjamin Pemegang Polis (LPPP). Langkah ini dianggap sebagai upaya mendorong minat masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi.

Selain itu, LPPP juga dapat mengembalikan citra perusahaan asuransi, setelah maraknya permasalahan yang terjadi pada sederet perusahaan asuransi.

Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, lembaga tersebut sudah harus dibangun. Sebab, UU mengamanatkan lembaga tersebut harus sudah ada paling lambat tiga tahun setelah undang-undang perasuransian terbit.

Kepala Bagian Pengawasan Asuransi Umum dan Reasuransi OJK Muhammad Ridwan mengamini pentingnya keberadaan LPPP. Dia memastikan bahwa saat ini LPPP masih dalam proses penggodokan.

Bahkan, ia telah mengajak Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan untuk merumuskan desain lembaga ini. "Kami sedang mendesain bagaimana nanti bentuk lembaganya, apakah kemudian dia nanti akan melekat di Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) atau kemudian menjadi lembaga yang mirip dengan LPS," ujar Ridwan.

2. Perusahaan asuransi mesti memahami manajemen risiko

Capai 2.152 Aduan, Tata Kelola Industri Asuransi Jadi PerhatianPixabay/Gerd Altmann

Sementara bagi Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi Indonesia (Apparindo), Mohammad Jusuf Adi, pembenahan industri asuransi nasional memerlukan kesadaran dari para perusahaan asuransi untuk melakukan bisnis sesuai kecukupan modal.

Dengan begitu, kata dia, Apparindo akan lebih mudah melakukan penyeleksian perusahaan asuransi bagi nasabah.

“Mungkin ke depan perlu pertimbangan. Perusahaan asuransi perlu melakukan spesialisasi sesuai dengan kemampuan internal mereka. Kalau modal Rp3 triliun, misalnya, jangan main untuk risiko sampai Rp10 triliun, sehingga kami di pialang dalam rangka melakukan penyeleksian perusahaan asuransi lebih mudah,” katanya. 

Sementara Direktur Teknis IFG Rianto Ahmad menekankan perlunya manajemen risiko yang diimplementasikan oleh perusahaan-perusahaan agar menjadi budaya. Tujuannya, tak lain guna mendorong iklim industri asuransi yang sehat.

Selain itu, dalam pembenahan tata kelola industri ini juga ia mendorong peranan aktuaris.

"Kita wajibkan harus ada satuan kerja aktuaris di perusahaan anak kita. Di level direksi kita juga mengupayakan penguatan dari sisi keaktuariaan, manajemen risiko, yang sifatnya lebih memainkan pedal, kopling atau rem," kata dia.

3. Tahun 2021 dibanjiri aduan di bidang asuransi

Capai 2.152 Aduan, Tata Kelola Industri Asuransi Jadi Perhatianidntimes.com

Menurut Wakil Ketua BPKN RI, M. Mufti Mubarok, pembenahan industri asuransi merupakan sesuatu yang mendesak, karena jumlah pengaduan konsumen asuransi yang ia terima cukup banyak.

Pada 2021 BPKN telah menerima sebanyak 2.152 pengaduan terkait dengan Asuransi. Mufti menjelaskan, empat persoalan masalah asuransi yang menjadi catatan BPKN tahun ini meliputi penolakan klaim, missleading produk, pailit, dan gagal bayar.

"Jumlah konsumen yang mengadu ke kami luar biasa banyak. Kami menyebut berkah atau bencana. Rabu ini kami terima rekor MURI mendapat aduan terbanyak di bidang asuransi," ujarnya..

Baca Juga: 5 Hal Tentang Asuransi yang Harus Kamu Ketahui Sebelum Menolaknya

Baca Juga: Industri Asuransi Jiwa Catatkan Total Pendapatan Rp171,3 Triliun

Baca Juga: Yuk Mulai Proteksi Diri! Ini 5 Hal soal Asuransi yang Perlu Kamu Ketahui

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya