Warga Jabar Paling Banyak Terjerat Pinjol, Sekda Akui Kurang Literasi

- Provinsi Jawa Barat memiliki total utang tertinggi di fintech peer-to-peer lending di Indonesia, mencapai Rp20,25 triliun per April 2025.
- Sekda Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, mengakui kurangnya literasi keuangan dan meminta generasi muda untuk menggunakan akses dari lembaga keuangan formal.
- Herman juga mendorong lembaga jasa keuangan formal untuk memperbaiki proses bisnisnya agar bisa bersaing dengan pinjol dan memudahkan masyarakat dalam memenuhi pinjaman sesuai aturan berlaku.
Bandung, IDN Times - Provinsi Jawa Barat tercatat menjadi daerah dengan total outstanding atau utang belum terlunasi di fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) tertinggi di Indonesia. Angkanya melebihi DKI Jakarta dan juga beberapa provinsi lainnya.
Diketahui, berdasarkan data terbaru Statistik Lembaga Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI), outstanding pinjol di Jawa Barat menembus Rp20,25 triliun per April 2025. Pinjaman disalurkan ke 6,57 juta rekening aktif dengan tingkat kredit macet 3,72 persen.
Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman tidak menampik mengenai data tersebut. Menurutnya, tidak hanya Pinjol, tapi Judi Online (Judol) juga ada kaitannya dengan banyaknya pinjaman online ini.
"Pinjol dan judol (judi online) Jawa Barat kan relatif tinggi dan itu saling berkelindan sehingga yang harus kita lakukan adalah eduksi tentang literasi keuangan," kata Herman saat diwawancara di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (15/9/2025).
1. Masyarakat diminta memanfaatkan produk perbankan yang lebih layak

Herman menjelaskan, untuk memenuhi kebutuhan modal, ada banyak sekali akses dari lembaga keuangan formal selain pinjaman online, dan dia meminta agar generasi muda dapat menggunakan akses dari lembaga keuangan tersebut.
"Kalau toh butuh uang, ya silakan akses lembaga-lembaga keuangan yang formal kan ada industri jasa keuangan, ada perbankan, ada koperasi, ada lembaga keuangan dan sebagainya," katanya.
Termasuk dengan skema jasa keuangan yang bekerjasama dengan pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan.
"Skema pemerintah yang jasanya di subsidi itu banyak, ada KUR perumahan, ada KUR super mikro, ada KUR industri padat karya, ada KUR alsintan dan lain sebagainya, tinggal dimanfaatkan," katanya.
2. Perbaikan bisnis juga perlu dilakukan penyedia Pinjol

Mengenai kemudahan akses keuangan di aplikasi pinjaman online, Herman mengakui jika pinjol memiliki kecepatan dalam mengakses sebuah keuangan sehingga, pemerintah akan mendorong lembaga jasa keuangan formal untuk memperbaiki proses bisnisnya.
"Hanya saja tadi kalau literasinya terbatas butuh uang langsung ke pinjol karena pinjol kelebihannya cepat, dari sisi remajanya maupun dari sisi masyarakatnya harus terus diedukasi bersama 27 Kabupaten Kota," katanya.
"Di sisi yang lain juga kita minta pihak industri jasa keuangannya melakukan perbaikan bisnis prosesnya dipangkas jangan lama," sambungnya.
3. Perbankan normal juga harus lebih cepat dibandingkan Pinjol

Menurut Herman ditengah kondisi yang serba cepat ini, lembaga keuangan formal juga perlu mengikuti proses bisnis yang cepat, sehingga nantinya bisa bersaing dan bisa memudahkan masyarakat dalam memenuhi pinjaman sesuai aturan berlaku.
"Paling tidak kalau pinjaman online bisa satu hari ya lembaga keuangan jangan sampai lebih dari dua hari dong, persyaratannya juga dipermudah aksesnya lebih cepat," ucapnya.
Dia merasa optimistis dengan mempercepat prosea bisnis, maka angka peminjam di fintech peer-to-peer (P2P) lending di Jawa Barat bisa turun.
"Saya kira dengan begitu komprehensif dan kemudian dimonitor oleh Pemda Kabupaten Kota oleh Provinsi Sinergi dengan BI dengan OJK pasti bisa kita turunkan," kata dia.