Upaya Pemprov Jabar untuk Perlindungan Guru Masih Lemah

Bandung, IDN Times - Perlindungan profesi guru di Jawa Barat masih lemah. Kasus kriminalisasi terhadap tenaga pendidik sudah banyak terjadi di Tanah Pasundan. Seperti di Kabupaten Majalengka, seorang guru SD harus berurusan dengan hukum setelah mencukur rambut siswanya.
Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) menyatakan, kasus tersebut merupakan sebagian kecil dari banyak kasus lainnya mengenai lemahnya perlindungan terhadap guru. Dalam hal pendamping hukumnya pun tidak semudah membalikkan telapak tangan.
"Memang kondisinya seperti itu, jadi guru sangat hati-hati (dalam memberikan sanksi) baik fisik maupun psikologis itu bisa dipidanakan orangtua murid. Akhirnya lebih baik dibiarkan daripada dapat tuntutan pidana dari orang tua murid, di kriminalisasi," ujar Ketua FAGI, Iwan Hermawan saat dikonfirmasi, Kamis (31/10/2024).
1. Guru rawan didiskriminasi

Tidak hanya mencukur rambut, kasus lain seperti mencubit tangan atau lainnya dianggap sebagai kekerasan karena hak itu berkaitan dengan UU Perlindungan Anak. Tidak jarang, kata Iwan, para guru harus berhadapan dengan hukum.
"Karena di UU perlindungan anak itu tidak hanya kekerasan fiaik kekerasan psikologis bisa dikriminalisasikan. Jelas UU perlindungan anak ada sanksi pidana. Jadi kalau UU kena perlindungan anak otomatis kena KUHP," ujarnya.
Sementara dalam Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen masih belum ada pasal yang mengatur mengenai siapapun yang melakukan kekerasan terhadap guru bisa dipidanakan.
"Begitu juga tentang Permendikbud tentang perlindungan guru itu gak ada. Bahkan Pemprov Jabar sudah mengeluarkan Pergub (Peraturan Gubernur) nomor 54 Tahun 2020, di mana Pasal 6 ayat (3) menyatakan harus dibentuk tim perlindungan guru," katanya.
2. Pergub perlindungan guru harus dijalankan

Menyambung soal Pergub, Iwan mengatakan, dalam peraturan tersebut turut menyatakan untuk dibentuk tim khusus untuk perlindungan guru. Kenyataannya, hingga saat ini tak urung ada tim itu.
Apalagi, pembentukan tim ini hanya diberikan waktu selama dua tahun.
"Tapi sampai sekarang 2024 belum ada. padahal cuma diberikan waktu dua tahun. Perhatikan provinsi belum maksimal tim perlindungan guru belum dibuat," ucapnya.
Masih kata Iwan, kelemahan dari semua peraturan yang ada ini yaitu tidak adanya aturan pasti perlindungan hukum terhadap guru saat menghadapi hukum.
Dengan begitu jika ada kasus yang melakukan kekerasan terhadap guru, akan dikenakan Undang-Undang KUHP. Bukan melanggar UU Guru.
"Kedua mana tega guru pidanakan muridnya tapi kalau orangtua pidanakan guru itu semangat. Tapi guru gak tega murid dikriminalisasikan. Guru itu maha pengampun. Nah ini bedanya," ungkapnya.
Oleh karena itu, untuk meminimalisir terjadinya kriminalisasi terhadap guru dan tenaga pendidik di Jabar, Pergub nomor 54 tahun 2020 harus ditindaklanjuti dengan segera dibentuk tim perlindungan meskipun non-litigasi.
"Segera dibuat itu sudah empat tahun kalau gubernur perhatian terhadap guru tolong secepatnya. Nanti ada yang membantu tim itu jika ada guru dipidanakan oleh orangtua murid maka tim ini bertindak."
"Walaupun nonlitigasi, tapi bisa minta bantuan hukum. Sekarang tim tidak ada dalam aturan dua tahun terbentuk sekarang empat tahun belum apa-apa," kata dia.
3. Perlindungan membuat guru nyaman bekerja

Senada dengan Iwan, Guru Besar Universitas Pendidik Indonesia (UPI), Prof. Cecep Darmawan turut mendorong agar Pergub nomor 54 tahun 2020 itu harus segera ditindaklanjuti untuk memberikan perlindungan yang lebih terhadap guru.
"Pergub itu harus diimplementasikan, bukan karena ada kasus, tapi sebagai upaya preventif soal ketenangan guru bekerja, jadi lembaga khusus atau badan guru sesuai amanat gubernur Jabar harus segera diwujudkan," ujar Cecep.
"Saran saya gubernur jangan pintar bikin pergub tapi tidak implementatif," katanya.
Sementara Anggota Komisi V DPRD Jabar, Zaini Shofari mengatakan, mengenai Pergub tersebut dirinya belum mengetahui secara pasti. Hanya saja, jika hal itu baik untuk memberikan perlindungan terhadap guru maka harus diterapkan.
"Saya sih ikut selama buat kebaikan pendidikan di Jabar kami apresiasi. Cuma saya belum tahu Pergub tersebut. Tapi turun dari UU hingga Permen selama itu bisa dilakukan melalui Pergub kenapa tidak," kata Zaini.
Terlepas dari peraturan, ia mendorong perlindungan terhadap guru bisa dilakukan adanya komitmen antar wali murid dan guru yang di dalamnya turut melibatkan unsur aparat penegak hukum. Sehingga, ketika ada pengaduan, langsung diterima dan diselesaikan dengan mediasi dan lainnya.
"Kemudian juga, orangtua harus buat komitmen ketika masuk sekolah segala hal harus diberikan kewajiban ke sekolah. Sekolah memformulasikan seperti apa cara belajar memberikan kedewasaan, saksi dan lain sebagainya diberikan kepada sekolah," kata dia.