Tambang di Beber Cirebon Ditutup Polisi, Belum Kantongi Izin Lingkungan

- Polisi temukan kegiatan tambang aktif tanpa dokumen lingkungan lengkap, meski perusahaan memiliki SIPB.
- Lokasi disegel, operator dan komisaris diamankan untuk pencegahan kerusakan lebih besar.
- Polresta Cirebon berkoordinasi dengan instansi terkait untuk penelusuran administratif dan tanggung jawab menjaga keselamatan masyarakat.
Cirebon, IDN Times - Polisi baru saja menutup aktivitas pertambangan di wilayah Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat menyusul temuan indikasi pelanggaran administratif dan kekhawatiran terhadap dampak lingkungan.
Tambang tersebut diketahui dikelola oleh perusahaan bernama CV Bakti Agung Jaya yang tengah melakukan eksploitasi material batuan di Desa Patapan.
Tindakan penutupan ini dilakukan oleh Kepolisian Resor Kota (Polresta) Cirebon pada Kamis (19/6/2025), sebagai hasil inspeksi mendadak anggota kepolisian
Penegakan hukum ini mendapat perhatian karena dilakukan di tengah maraknya aktivitas tambang yang beroperasi tanpa dokumen lingkungan lengkap.
1. Penambangan aktif tapi dokumen tak lengkap

Dalam sidak itu, polisi menemukan kegiatan tambang yang berlangsung aktif dengan menggunakan tiga unit alat berat jenis ekskavator.
Di area tersebut juga tampak antrean truk pengangkut material sebanyak 38 unit yang menunggu giliran untuk memuat hasil galian. Meski pihak CV Bakti Agung Jaya telah memiliki Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB), ditemukan kalau perusahaan belum melengkapi dokumen penting lainnya, seperti persetujuan lingkungan dan rencana penataan lokasi pasca-tambang.
Kedua dokumen tersebut merupakan syarat wajib dalam regulasi pertambangan nasional dan menjadi penentu legalitas penuh operasi tambang.
"Kalau SIPB itu hanya salah satu aspek. Tapi tidak bisa dijalankan tanpa kelengkapan dokumen lingkungan. Kami tidak bicara izin formal saja, tapi tanggung jawab terhadap keselamatan dan keberlanjutan lingkungan," kata Kapolresta Cirebon, Sumarni.
2. Polisi segel lokasi, amankan operator dan komisaris

Sebagai langkah pencegahan terhadap kerusakan yang lebih besar, lokasi langsung disegel dan diberi garis polisi (police line). Polisi juga mengamankan sejumlah orang yang diduga terlibat dalam aktivitas pertambangan tersebut, baik sebagai operator maupun pengelola usaha.
Mereka yang diamankan terdiri dari tiga operator ekskavator berinisial H (28 tahun), S (34), dan S (40), masing-masing berasal dari Indramayu, Majalengka, dan Greged.
Selain itu, polisi juga membawa ER (33), yang merupakan Komisaris CV Bakti Agung Jaya dan berdomisili di Perum Kota Alam, Beber, untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Tak hanya itu, puluhan sopir truk yang berada di lokasi turut didata. Mereka mengangkut urugan dari lokasi tambang untuk kebutuhan proyek perumahan dan konstruksi di wilayah sekitar.
"Kami ingin memastikan ke mana saja distribusi material dilakukan, dan apakah pembeli turut menyadari status hukum lokasi penambangan," kata Sumarni.
3. Koordinasi lintas instansi: penertiban bersama

Usai penyegelan, Polresta Cirebon langsung berkoordinasi dengan instansi terkait, di antaranya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat.
Tujuannya adalah untuk melakukan penelusuran administratif dan mengkaji potensi pelanggaran yang terjadi dari sisi tata ruang maupun dampak ekologis. Sumarni menyampaikan, upaya ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal tanggung jawab menjaga keselamatan masyarakat sekitar lokasi tambang.
Ia menegaskan, kejadian bencana di tambang ilegal seperti longsor dan korban jiwa jangan sampai terulang.
"Kami bertindak cepat bukan semata-mata karena tidak ada izin, tetapi karena ada potensi bahaya serius. Pertambangan yang tidak memperhitungkan aspek lingkungan bisa menyebabkan kerusakan jangka panjang, bahkan bencana alam yang tak terduga," ujarnya.
Sumarni juga menyebutkan, mereka akan melakukan pemantauan terhadap lokasi-lokasi pertambangan lainnya di Kabupaten Cirebon, terutama yang beroperasi di zona rawan bencana atau dekat pemukiman.
Menurutnya, langkah preventif jauh lebih penting daripada bertindak setelah terjadi korban. Ia mengimbau para pelaku usaha tambang untuk patuh terhadap semua ketentuan, termasuk melakukan studi lingkungan dan pengajuan rencana pasca tambang.
“Semua pihak harus melihat bahwa izin bukan hanya sekadar formalitas. Di balik itu ada tanggung jawab besar kepada warga sekitar dan kepada lingkungan hidup. Jangan sampai hanya karena ingin untung, kita mengorbankan keselamatan,” tegasnya.