Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Ngaku Berniat Benahi Tata Niaga Timah, Riza Dituntut 12 Tahun Penjara

Ilustrasi korupsi (IDN Times/Aditya Pratama)

Bandung, IDN Times - Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani tidak pernah menyangka bakal dituntut jaksa penuntut umum (JPU) hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. 

Dalam persidangan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ia mengungkapkan datang untuk membantu PT Timah yang sedang kesulitan, namun justru bernasib nahas karena dituduh mendukung tambang illegal.

“Pada 6 April 2016, saya diangkat menjadi Direktur Utama PT Timah (Persero) Tbk. Pada saat itu, tugas pertama yang harus saya lakukan adalah membenahi kinerja PT Timah (Persero) Tbk yang menurun akibat adanya kesulitan memperoleh bijih timah dan juga memperbaiki hubungan perusahaan yang pada saat itu tidak harmonis dengan stakeholder serta para karyawan, terlebih setelah terjadinya demonstrasi para karyawan yang menuntut pergantian Direksi PT Timah pada saat itu,” katanya, di depan majelis hakim.

Kala itu PT Timah (Persero) Tbk juga mengalami kesulitan cashflow, dan berpotensi tidak mampu membayar gaji karyawan akibat kesulitan mendapatkan bahan baku bijih timah yang dibuktikan sebagaimana pada laporan tahunan. Di sisi lain, sudah marak fenomena di masyarakat mengenai penambangan ilegal.

Maraknya kegiatan penambangan ilegal ini dimulai dengan perubahan era Otonomi Daerah pada tahun 1999 disusul dengan terbitnya Kepmenperindag No. 146/1999 tentang ketentuan umum dibidang ekspor di mana timah tidak lagi menjadi barang strategis negara untuk barang ekspor.

Dengan keluarnya peraturan-peraturan tersebut, maka pemerintah daerah mulai membuat kebijakan-kebijakan di daerahnya sendiri.

Pada sektor pertambangan, Pemkab Bangka mengeluarkan Perda No.6 tahun 2001 tentang pengelolaan pertambangan umum. Peraturan ini membuka kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan penambangan, termasuk penambangan timah secara massal di darat. Lokasi yang dimasuki masyarakat pada awalnya adalah lokasi-lokasi penambangan timah PT. Timah (Persero) Tbk.

“Adanya aktivitas penambangan masyarakat di dalam IUP PT Timah membuat suatu permasalahan bagi PT Timah dalam rangka memperoleh bijih timah. Masyarakat penambang masuk tanpa melalui izin dan kerja sama dengan PT. Timah (Persero) Tbk, sehingga pada umumnya disebut tambang inkonvensional atau TI,” ujar Riza.

1. Fenomena smokel di lahan tambang

area pertambangan (pixabay.com)

Kegiatan tambang inkonvensional itu dilakukan di lokasi-lokasi penambangan perusahaan, bahkan di lahan tailing yang sudah direklamasi oleh PT Timah Tbk sehingga menjadi rusak karena penambangan yang dilakukan tidak sesuai dengan kaidah penambangan yang baik (good mining practice). 

Penyelundup pun memanfaatkan situasi ini untuk mengekspor timah secara ilegal. "Menghadapi maraknya aktivitas penambangan inkonvensional dan masih marak aktivitas smokel atau penyelundupan biji timah keluar negeri, kemudian kesulitan mengontrol penetapan biaya kompensasi bijih timah baik berhadapan dengan masyarakat ataupun kolektor bijih timah yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, membuat PT Timah (Persero) Tbk kesulitan untuk memperoleh bijih timah,” kata Riza.

Secara langsung, para smokel ini bisa menawarkan harga yang lebih tinggi kepada masyarakat karena mereka tidak perlu membayar pajak atau royalti. Dengan upaya itu, mereka bisa mengambil bijih timah tanpa hak apapun, baik IUP maupun hak atas tanah, dan langsung mengekspornya tanpa memberikan kontribusi apapun kepada negara.

2. Berniat menghindari konflik dengan masyarakat

Ilustrasi pidana akibat korupsi. (Dok. Pixabay/sajinka2)

Sebenarnya, PT Timah Tbk sudah berulang kali meminta bantuan aparat untuk melakukan penertiban atas aktivitas penambangan inkonvensional. Namun upaya itu dinilai tidak efektif karena penambangan timah sudah menjadi budaya dan sumber mata pencaharian masyarakat Kepulauan Bangka Belitung.

Kehidupan ekonomi masyarakat sudah terlanjur bergantung dengan aktivitas tambang inkonvensional. Penertiban aktivitas penambangan inkonvensional yang berulang-ulang malah meningkatkan resiko konfliks sosial dengan masyarakat.

Buktinya, kata Riza konlik semacam itu telah memicu pembakaran kantor Gubernur Kepulauan Bangka Belitung oleh masyarakat buruh tambang inkonvensional dan industri peleburan timah pada 2006, juga pengrusakan kantor Gubernur Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 5 Oktober 2012.

Riza sendiri telah mencoba menyelesaikan masalah ini dengan melapor pada berbagai pihak. Upaya ini perlahan bisa membuat situasi menjadi kondusif, utamanya ke dalam atau internal terlebih dulu.

“Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, maka saya bersama direksi baru lainnya kemudian melakukan roadshow dengan tujuan menemui seluruh pemangku kepentingan di seluruh wilayah kerja perusahaan dan menemui karyawan operasional di fasilitas kerja perusahaan untuk mendengarkan concern dari para pemangku kepentingan (stakeholder) serta para karyawan,” ujar Riza.

3. Langkah strategis yang diambil PT. Timah

ilustrasi kawasan operasional pertambangan dan pengolahan mineral (dok. MIND ID)

Kunjungan roadshow tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, salah satunya PT Timah perlu melakukan beberapa hal, yaitu mengoptimalkan produksi dari peralatan kerja PT Timah (Persero) Tbk, meningkatkan pengawasan operasi terhadap aktivitas penambangan yang dilaksanakan mitra penambang PT Timah (Persero) Tbk mempersiapkan langkah langkah strategis untuk meningkatkan penguasaan cadangan bijih timah.

Riza mendorong Direktorat Operasi PT Timah di melaksanakan program konservasi mineral melalui pengumpulan sisa hasil penambangan (SHP) melalui program jemput bola.

“Program konservasi mineral ini dilaksanakan dengan mengumpulkan bijih timah dari masyarakat yang mengumpulkan bijih timah di lahan yang sudah pernah ditambang. Program ini merupakan implementasi pelaksanaan program konservasi mineral yang tercantum di Undang-Undnag No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Permen ESDM No. 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri,” tutur Riza.

Apalagi diamanatkan kepada setiap perusahaan pemegang IUP supaya wajib melakukan upaya peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pengolahan. Selanjutnya Pasal 4 Ayat (2) juga mengamanatkan bahwa mineral ikutan timah berupa zircon, rutil, ilmenit, monasit dan senotim wajib dilakukan pengolahan di dalam negeri.

“Program ini juga mengacu kepada Permen ESDM 34 tahun 2017 Pasal 31 Ayat (1) huruf S dan T, yang mengamanatkan untuk mengutamakan potensi lokal baik masyarakat setempat, pengusaha dan sumber daya lokal yang ada di sekitar lokasi operasi pertambangan"

"Aturan ini sekaligus menjadi dasar perusahaan untuk melakukan upaya penangkalan terhadap bijih timah yang dijual ke kolektor-kolektor dengan merangkul masyarakat dengan menjadikan kegiatan pengumpulan sisa-sisa hasil pengolahan atau pencucian sebagai bagian dari kegiatan produksi perusahaan dengan melakukan kerjasama kegiatan tersebut kepada masyarakat,” ujar Riza.

4. Mengaku tidak pernah berniat melanggar aturan

Ilustrasi korupsi (IDN Times/Aditya Pratama)

Namun nahas, jaksa tetap menyakini Riza melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ia pun dituntut 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan dan denda Rp493.399.704.345 (Rp493,3 triliun) subsider enam tahun kurungan. 

“Sekali lagi saya tekankan bahwa sangat mungkin dan lebih mudah serta tidak berisiko bagi saya untuk tidak melakukan apapun, berdiam diri menikmati fasilitas perusahaan dan membiarkan perusahaan berjalan dengan kondisi yang ada."

"(Hukuman) paling maksimal adalah saya diganti dan kemudian ditempatkan di posisi lain dan masih tetap mendapatkan fasilitas. Akan tetapi, saya memilih jalan untuk mengambil keputusan strategis demi menjaga sumber daya mineral perusahaan dan menjaga keberlangsungan usaha PT Timah, Tbk,” katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us