Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kasus Timah, Harvey Mengaku Tak Pernah Nikmati Rp271 Triliun

Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Harvey Moeis bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/12/2024). (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Bandung, IDN Times - Pengusaha Timah Harvey Moeis akhirnya buka suara secara resmi dalam persidangan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (18/12/2024). Di depan Majelis Hakim, ia keluarga dan terdakwa lainnya mengaku tidak pernah menikmati uang yang disangkakan oleh ahli yakni sebesar Rp271 triliun.

Angka Rp271 triliun berasal dari ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo. Nilai tersebut bukan kerugian negara dalam bentuk cash, melainkan kerusakan alam. Namun, yang tercuat di publik seperti ada pihak yang merasakan keuntungan sebesar Rp271 triliun tersebut.

“Kalau saya tidak salah ingat salah, satu Yang Mulia Majelis pernah menyampaikan ke ahli “saudara ahli kalau tidak benar menghitung, auditor jadi tidak benar, jaksa jadi tidak benar, Majelis juga jadi ikut-ikutan tidak benar. Kita di sini mau menegakkan hukum, jangan sampai kita malah melanggar hukum’.”

“Sungguh analisa yang sangat tepat dan bijaksana, faktanya kita semua sudah kena prank ahli Yang Mulia. Auditor kena prank, jaksa kena prank, masyarakat Indonesia kena prank. Tapi saya yakin, Majelis tidak akan bisa di-prank oleh ahli,” kata Harvey.

1. Bagi Harvey perhitungan kerugian negara tidak adil

Terdakwa Harvey Moeis (kiri) dan Suparta (kanan) duduk menunggu sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/10/2024). (ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan)

Saat ini, Harvey mengaku masih kesulitan mencari pembenaran untuk saksi ahli lingkungan yang bersaksi di persidangan. Pasalnya dari informasi yang ia dapat, ahli lingkungan tersebut menghitung kerugian hingga menghasilkan kerugian Rp271 triliun dengan hanya melakukan kunjungan ke lapangan sebanyak dua kali untuk mengambil 40 sample dari luasan 400.000 hektare.

Dari sisi teknologi juga ia hanya memakai software gratis dengan ketepatan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Namun hasilnya keluar angka kerugian negara terbesar sepanjang Republik Indonesia berdiri.

"Izin membandingkan pengalaman saya melakukan explorasi di tambang batubara Yang Mulia, untuk satu pit yang berukuran 10 hektare, biasanya kami lakukan bor rapat setiap 5 sampai 10 meter, jadi kira-kira bisa lebih dari seribu titik untuk menghitung jumlah cadangan di area 10 hektare. Itupun masih sering salah," kata Harvey.

“Ketika seluruh kami para terdakwa, penasehat hukum, bahkan majelis hakim ingin menggali keterangan saksi di persidangan, dijawab dengan gampangnya ‘saya malas jawab’, ditambah lagi ketika kami memohon hasil perhitungannya untuk lebih diteliti, permohonan kami ditolak,” tuturnya.

2. Harvey bilang masalah ini rugikan masyarakat Bangka Belitung

Terdakwa kasus timah, Harvey Moeis (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Harvey juga menyoroti saksi ahli dari BPKP juga tidak menjalankan audit sesuai standar audit pada umumnya, melainkan menjalankan audit khusus yaitu hanya meng-audit BAP saksi dan hanya data-data yang diberikan oleh penyidik.

Ia menyebut auditor BPKP hanya memakai data satu tabel Excel yang dibuat oleh staf PT Timah di bulan Mei 2024, dengan keterangan “dibuat untuk kepentingan penyidik kejaksaaan agung”.

“Data ini adalah satu-satunya acuan untuk mengambil kesimpulan kalau harga kerja sama sewa-menyewa kemahalan dan membuat 24 orang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Saya sampai dengan detik pembacaan pledoi ini, masih sangat bingung angka Rp300 Trilliun itu datangnya dari mana,” ujar Harvey.

Menurut dia, dampak dari kasus ini membuat 1,5 juta masyarakat Bangka Belitung sengsara, termasuk mengalami rekor pertumbuhan ekonomi terendah se-Indonesia, lebih jelek daripada masa COVID-19.

Terlihat dari pasar sepi, angka kejahatan melambung, terjadi PHK massal, suasana mencekam, bahkan negara tidak bisa bayar BPJS karena terkendala keuangan, yakni sebanyak 63.642 orang tak lagi ditanggung BPJS Kesehatannya oleh pemprov Babel per 1 September 2024.

“Masyarakat yang sudah terbiasa menambang dari puluhan tahun, bahkan sudah menjadi budaya, sudah sempat dibina untuk untuk menjual hasil tambangnya ke pemilik IUP, kemudian diedukasi untuk bayar pajak. Selurunya adalah langkah awal yang sangat bagus, tapi sekarang mereka dicap ilegal.”

“Demikian sehingga mereka terpaksa menjadi orang jahat dengan melakukan kegian illegal seperti penyelundup dan kegiatan kriminal lainnya. apakah ini tujuan dari penegakan hukum?” ujarnya.

3. Indonesia dinilai kehilangan devisa

Ilustrasi cadangan devisa. (IDN Times/Arief Rahmat)

Fakta yang terjadi saat ini adalah ketika harga timah dunia di atas USD30.000/MT, hampir tiga kali lipat harga rata-rata harga timah ketika kerja sama. Ekspor timah Indonesia malah terendah sepanjang sejarah.

Kondisi ini menyebabkan Indonesia kehilangan devisa, pajak, royalti, dividen dari PT Timah, beserta semua pendapatan lain dari roda ekonomi yang terhenti.

Sebaliknya negara tetangga yang tidak punya cadangan timah, tiba mengalami kenaikan produksi yang signifikan, belum lagi posisi PT Timah sebagai eksportir timah terbesar yang otomatis lengser dan dianggap sebelah mata oleh dunia.

“Bagaimana cara mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia 8 persen, ketika pertumbuhan ekonomi di salah satu provinsi tidak sampai 1 persen (0,71 persen)? Bagaimana kita berharap investor asing mau masuk ke Indonesia ketika warga sendiri saja dihukum karena membantu negara?” ujar Harvey Moeis.

4. Menuding kompetitor terlibat dalam kasus ini

Terdakwa kasus timah, Harvey Moeis (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Menurut Harvey, harus diakui posisi Indonesia sebagai salah satu pemain terbesar timah dunia belum signifikan, dan negara lain pasti takut kalau posisi Indonesia lebih kuat. Itulah yang terjadi pada saat anak bangsa bahu membahu menjadikan PT Timah produsen timah nomor satu di dunia.

“Mungkin saja pihak luar selaku kompetitior kita tidak suka dengan fakta itu, lalu melakukan apa yang sekarang sedang terjadi kepada kami. Karena satu-satunya pihak yang diuntungkan dengan kondisi kriminalisasi kami adalah pihak asing selaku kompetitor Indonesia di kancah komoditas timah dunia,” tuturnya.

Harvey lalu membacakan kutipan dari Ahli Socio Legal yakni dr. Bernard yang mengatakan tujuan penegakan hukum berevolusi dari yang paling primitive yaitu gigi diganti gigi, melindungi orang baik dari orang jahat, kemudian mengubah orang jahat jadi baik, bila perlu setengah malaikat.

Namun apa yang terjadi di Babel hari ini adalah kebalikannya.

“Mohon maaf yang Mulia, saya betul betul gagal melihat sisi positif dari penegakan hukum tanpa solusi ini,” kata Harvey Moeis.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us