Datang ke Bandung, Anies Baswedan Beri Pesan Pada Dosen Jika Tak Ingin Diganti AI

- AI bisa jadi musuh tenaga pendidikMantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, menuturkan bahwa para dosen harus belajar hal baru termasuk penggunaan AI agar tidak tergantikan oleh teknologi.
- Terbuka dengan dunia luarAnies mengingatkan para dosen agar melihat ke dunia luar dan menempatkan perspektifnya secara regional hingga global dalam setiap proses pembelajaran.
- Akademisi harus bisa berkontribusi nyata untuk bangsaRektor Unisba Prof Edi Setiadi menekankan pentingnya peran cendekiawan dalam membangun peradaban bangsa serta menjadi scholarship of engagement.
Bandung, IDN Times - Anies Baswedan menghadiri kegiatan para akademisi Universitas Islam Bandung (Unisba) baik mahasiswa hingga dosen. Dalam diskusinya, dia menyentil dosen yang harus bisa mengikui perkembangan zaman dengan kecanggihan teknologi dalam pembelajaran di kampus.
Dia menuturkan pada abad 21 ini ada perubahan yang sangat cepat dalam berbagai hal termasuk di dunia pendidikan. Kenyataan ini tidak bisa disangkal sehingga para dosen harus mengikutinya agar tidak tergantikan sebagai tenaga pendidik.
"Dosen ini berhadapan dengan kenyataan tuntutan administrasi dan birokrasi membuat waktu semakin tersita bukan hanya untuk proses belajar mengajar, dan ini menjadi tantangan harus bisa dicari kesempatannya," kata Anies di Kampus Unisba, Rabu (18/6/2025).
Maka, para pendidik sekarang harus mau untuk menjadi pendengar dan pembelajar sehingga tidak ketinggalan memberikan ilmu dengan cara yang kekinian. Jangan sampai kebiasaan tidak melakukan pembaharuan dalam mengajar membuat dosen tergantikan oleh teknologi yang terus berkembang.
1. AI bisa jadi musuh tenaga pendidik

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menuturkan, artificial intelligence atau kecerdasan buatan sekarang sedang berkembang pesat bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Banyak AI yang dibuat dapat mempermudah siswa maupun mahasiswa mendapatkan informasi dengan tampilan yang menarik.
Maka, jika pendidik tidak ingin posisinya tergantikan oleh AI harus mau belajar hal baru termasuk penggunaan AI itu sendiri. Jangan biarkan ilmu yang sama diajarkan selama sepuluh tahun dengan cara itu-itu saja karena bisa tidak relevan pada mahasiswa saat ini.
"Bila Power Point kita sepuluh tahun gak pernah berubah, itu bisa diganti mudah sekali lewat pengganti teknologi. Tapi bila kita selalu memperbaharui, bila kita selalu membawa kebaharuan, selalu membawa inspirasi, maka teknologi apapun tidak akan pernah bisa menggantikan dosen," kata Anies.
2. Terbuka dengan dunia luar

Hal lain yang diingatkan Anies yaitu para dosen harus mau melihat ke dunia luar. Sebab, generasi yang ada sekarang adalah mereka yang dipersiapkan untuk 20 hingga 30 tahun ke depan. Dengan keterbukaan informasi dan akses ke antarnegara yang kian mudah didapat, maka mahasiswa sekarang harus mampu bersaing dengan mahasiswa dari luar negeri.
Untuk itu, tenaga pendidik sudah seharusnya menempatkan perspektifnya secara regional hingga global dalam setiap proses pembelajaran. Apalagi Bandung sejak dulu sudah menjadi salah satu acuan dalam dunia pendidikan di dalam negeri.
"Ekosistem pendidikan di kota ini sudah terbangun sejak lama, ini paling sulit digantikan. Oleh karena itu para pendidik di kota ini harus terus berkembang sehingga Bandung tetap menghasilkan lulusan kampus yang berkualitas," ujarnya.
3. Akademisi harus bisa berkontribusi nyata untuk bangsa

Sementara itu, Rektor Unisba Prof Edi Setiadi mengatakan, para mahasiswa dan dosen di Unisba selama ini tidak hanya dituntut dalam pendidikan saja tapi juga harus bisa berkontribusi nyata kepada umat dan bangsa. Ini tidak terlepas dari sejarah kampus yang lahir dari semangat Tafaquh Fiddin, yaitu pemahaman agama secara kaffah yang tidak terpisah dari pengetahuan umum.
“Pembelajaran di Unisba diarahkan agar mahasiswanya tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga memiliki akhlakul karimah. Kami menanamkan karakter pejuang (mujahid), pemikir (mujtahid), dan pembaharu (mujaddid) kepada seluruh civitas akademika,” katanya.
Lebih lanjut, Edi menekankan pentingnya peran cendekiawan dalam membangun peradaban bangsa. Ia mengajak seluruh civitas akademika untuk menjadi scholarship of engagement, yakni cendekiawan yang tidak hanya unggul dalam aktivitas akademik.