Atalia Praratya: Korban Bullying Jangan Takut Speak Up

Bandung, IDN Times - Kasus perundungan atau bullying di Indonesia sudah seperti fenomena gunung es. Para korban cenderung berani mengungkapkan kasusnya setelah sekian lamanya dirundung oleh pelaku. Kondisi seperti ini juga ditemukan di Jawa Barat.
Hal itu disampaikan langsung oleh Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Atalia Praratya saat menggelar reses Sosialisasi UU TPKS dan UU PA di SMAN 16 Bandung, Kamis (9/1/2025). Menurutnya, korban bullying di Jawa Barat ini banyak yang angkat bicara setelah mengalami beberapa kejadian.
"Jadi setelah lama kejadian tuh baru termunculkan itu pun karena yang bersangkutan mengakui, sudah tidak tahan lagi atau sudah mengalami kasus yang berakibat sangat parah," kata Atalia.
1. Atalia melihat langsung dampak korban bullying

Istri dari Ridwan Kamil itu mengungkapkan, kasus yang kini sedang ditanganinya juga merupakan korban yang sudah mengalami bullying hingga berdampak ke psikologis sang ibu. Adapun kasus ini terjadi di Kabupaten Garut, di mana korban merupakan seorang perempuan masih berumur belasan tahun.
"Jadi sang Ibu ini sedang istilahnya menenangkan diri kabur dari wilayahnya yaitu, Kabupaten Garut. Seorang anak usia 12 tahun dia di-bully oleh teman sebayanya yang sama-sama perempuan dengan memasukkan jagung dan terong ke alat vital korban," katanya.
Bahkan, aksi bullying ini sudah terjadi beberapa kali dan dilakukan oleh teman sebayanya, dan kini membuat ibu kandung korban mengalami trauma hebat.
"Jadi kejadian ini sejak tahun 2022 lalu, pada saat saya ketemu dengan sang ibu, ibunya menangis terus karena apa dia mengalami trauma sama seperti anaknya karena ketika ini diproses, dia justru mendapatkan tekanan dari anggota keluarganya," turutnya.
2. Atalia menjamin pendampingan terhadap korban bullying

Korban bersama ibu kandungnya, kata Atalia sempat hendak melaporkan peristiwa ini ke pihak kepolisian, hanya saja saat itu sang anak menangis histeris hingga pingsan. Ia memastikan tetap mengawal kasus ini hingga tuntas.
"Saya harus bereskan kasus itu, saya harus sampaikan kepada masyarakat terkait dengan hal-hal yang bisa kami lindungi, sekolah harus melindungi. Ini sekolahnya tahu sebetulnya tapi mereka tidak melakukan apa-apa," katanya.
Lebih jauh, Atalia melihat, saat ini masyarakat atau orangtua secara khususnya masih beranggapan bawah bullying merupakan hal yang wajar. Padahal, kata dia, hal ini berdampak besar pada keluarga.
"Jadi rata-rata itu mereka melihat bahwa ini ada satu hal yang wajar, ketika seorang anak di-bully di sekolah secara verbal dianggapnya biasa saja atau misalkan pelecehan seksual, cat calling, itu dianggap biasa saja," ucapnya.
3. Masyarakat masih menganggap enteng bullying

Atalia menambahkan, orangtua dan sekolah seharusnya bisa menyadarkan bahwa aksi bullying harus dicegah dan tidak dianggap enteng. Apalagi masih mewajarkan adanya perundungan ke siswa-siswi.
"Jadi mereka menganggap bahwa ketika mereka melaporkan hal tersebut dianggapnya malahan kok manja, cemen, gitu anak muda ya," kata dia.
Persoalan pola komunikasi guru Bimbingan Konseling (BK) juga perlu ditingkatkan agar bisa mencegah adanya aksi perundungan di sekolah.
"Jadi ini juga jadi PR buat kami. Jadi memang ada anak-anak kita yang mereka sungkan apabila harus menyampaikan curhatnya kepada guru BK atau konseling, memang perlu didorong adanya konselor teman sebaya," kata dia.