Asal Usul Poe Ibu Gerakan Dedi Mulyadi yang Kini Menjadi Kontroversi

- Gerakan Poe Ibu kontroversial karena menyarankan warga menyisihkan uang Rp1.000 untuk membantu sesama, namun dituding menjadi cela keuntungan beberapa pihak tertentu.
- Surat Edaran Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang gerakan ini diterbitkan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pada 1 Oktober 2025 dan ditujukan kepada berbagai pihak terkait.
- Gerakan ini difokuskan untuk membantu masalah pendidikan dan kesehatan dalam skala terbatas yang sebetulnya bisa diselesaikan oleh masyarakat sendiri, serta sifatnya imbauan dan hanya untuk yang mampu.
Bandung, IDN Times - Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang dikeluarkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menuai kontroversi. Gerakan yang menyarankan warga menyisihkan uang Rp1.000 untuk membantu seksama ini justru dituding menjadi cela keuntungan beberapa pihak tetertentu.
Meski begitu, Dedi Mulyadi memastikan hal tersebut bukan untuk pemerintah provinsi atau pemerintah daerah. Melainkan untuk warga di daerah itu sendiri.
Gerakan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
1. Uang dikumpulkan untuk membantu sesama masyarakat itu sendiri

SE tersebut diterbitkan dan ditandatangani secara elektronik oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pada 1 Oktober 2025. Surat pun ditunjukkan kepada Bupati/Wali Kota se-Jawa Barat, Kepala Perangkat Daerah di lingkungan Pemda Provinsi Jabar, serta Kantor Wilayah Kementerian Agama Jabar.
Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman menjelaskan maksud adanya gerakan ini. Dia mengatakan, gerakan Poe Ibu ini semangatnya menjadi upaya untuk menggugah rasa gotong-royong warga Jabar. Menurutnya, dinamika kehidupan masyarakat di 27 Kabupaten/Kota di Jabar, kata Herman, sangat kompleks, terutama persoalan pendidikan dan kesehatan.
"Makanya pada saat dibuka layanan pengaduan di Lembur Pakuan Subang, dari mana-mana datang, bukan hanya dari Jabar, ada dari luar Jabar, kasian. Padahal yang dibutuhkan hanya Rp1 juta misalnya, untuk membantu tunggu yang sakit," kata Herman, dikutip Senin (6/10/2025).
2. Masyarakat nantinya tidak perlu lagi ke Lembur Pakuan

Sehingga, kata Herman, gerakan Poe Ibu ini difokuskan untuk membantu masalah pendidikan dan kesehatan dalam skala terbatas yang sebetulnya bisa diselesaikan oleh masyarakat sendiri. Artinya, gerakan ini murni untuk saling bantu antar masyarakat itu sendiri.
"Jangan sampai, masyarakat ada kesulitan kecil, harus ke Lembur Pakuan, harus ke Provinsi, padahal bisa diselesaikan di lingkungannya," katanya.
Herman mencontohkan, persoalan pendidikan dan kesehatan dalam skala terbatas yang dimaksudnya adalah, misalnya siswa tidak memiliki seragam sekolah atau warga sakit, tapi keluarganya tidak punya bekal untuk menunggu di Rumah Sakit (RS).
"Itu kan kebutuhannya terbatas banget, dan itu bisa diselesaikan dari, oleh dan untuk masyarakat. Oleh karena itu, Pak Gubernur tempo hari mengeluarkan surat edaran tentang gerakan rereongan Poe Ibu," katanya.
3. Rekening bisa dokeola sendiri

Gerakan ini, kata Herman, ruang lingkupnya akan dimulai dari jajaran Pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan instansi lain untuk aparatur negara. Kedua, untuk sekolah, baik sekolah menengah maupun sekolah dasar di Jawa Barat dan ketiga untuk masyarakat luas.
"Konsepnya ini kan dari, oleh dan untuk masyarakat. Jadi, silakan membuat rekening sendiri, misalnya di sekolah SMA 3, silakan bikin rekening sendiri, dikelola sendiri, disalurkan sendiri, kemudian nanti dilaporkan bisa ke Medsos. Sehingga betul-betul akuntabel, transparan," ucapnya.
Persoalan berat kaitan dengan Pendidikan dan Kesehatan, tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah. Dana yang dikumpulkan itu, kata Herman, tidak akan diambil untuk keperluan tersebut.
"Kita kan ada Puskesmas, ada institusi sekolah. Tapi kalau yang sederhana, kami harapkan dari, oleh dan untuk masyarakat sembari lebih jauhnya menjaga gotong-royong," katanya.
Herman mencontohkan, ketika sebuah RW sudah mengumpulkan Rp1 juta dari gerakan Poe Ibu dan ada warganya yang membutuhkan, bisa langsung disalurkan tanpa melalui mekanisme yang kaku.
"Langsung disalurkan saja, tentu kepada warga yang tidak mampu. Kalau ternyata dana nya belum terkumpul, bisa menyampaikan ke Desa, atau bisa dari RW tetangganya," ucapnya.
Gerakan Poe Ibu ini, sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk Jawa Barat sekitar 50 juta jiwa dengan rata-rata 4 anggota keluarga per Kepala Keluarga (KK), maka akan terkumpul uang Rp12,5 per hari, dengan tingkat partisipasi 100 persen.
Dikatakan Herman, gerakan ini sifatnya imbauan dan hanya untuk yang mampu. Pengecualian terhadap ASN karena dianggap mampu dengan upah minimum yang sudah ditetapkan Pemerintah.
"Rereongan Sapoe Sarebu itu bagi yang mampu, yang tidak mampu menjadi pihak yang akan dibantunya. Kalau ASN kan pasti mampu ya. Jadi tidak serta-merta seperti hitungan tadi yang mampu ada berapa, ini kan imbauan ya," katanya.
Herman pun memastikan tidak ada sanksi apapun bagi yang tidak ikut dalam gerakan ini.
"Kalau ini kan sekali lagi imbauan ya, bukan kewajiban, kalau masyarakatnya tidak mampu ya jangan," ucapnya.