Urun Dana Warga Jabar Riskan Dikorupsi, Penerima Belum Jelas Segmennya

- Dinas punya peran atasi kebutuhan warga
- Bisa dikerjasamakan dengan lembaga filantropi
- Jangan sekedar jadi gimmick
Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Barat menginstruksikan agar aparatur sipil negara (ASN) dan warga lainnya bisa urun dana Rp1.000 setiap hari. Uang yang dikumpulkan tersebut harapannya bisa saling membantu warga lain yang membutuhkan.
Meski demikian, urun dana yang diminta oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dianggap kurang tepat dan kurang jelas. Sebab, dana ini sangat riskan bisa dikorupsi. Selain itu, tidak ada segmentasi khusus siapa yang berhak mendapatkan dana bantuan tersebut yang sebenarnya belum tentu diberikan secara sukarela oleh masyarakat.
"Sebenarnya tujuannya baik. Tapi kan yang sulit adalah akuntabilitas dari pengumpulan uang tersebut. Karena bisa kejadian seperti waktu pengumpulan dana bagi Persib, ini ASN yang diminta terus uangnya tidak diterima PT PBB. Nah uang itu terus mau diapakah?" kata pengamat kebijakan publik Yogi Suprayogi kepada IDN Times, Minggu (5/9/2025) malam
1. Dinas punya peran atasi kebutuhan warga

Akademisi dari Universitas Padjadjaran ini mengatakan ada prinsip keuangan yang harus dihormati ketika memang ada pengumpulan sejumlah uang atau bantuan lainnya. Akan sulit ketika nantinya uang tersebut tidak jelas akan diberikan kepada segmen seperti apa.
Karena ketika yang meminta bantuan adalah untuk melunasi pendidikan, itu sebenarnya sudah ada di ranah dinas pendidikan. Kemudian ketika ada perbaikan rumah, itu juga sudah ada dinas terkait.
"Maka segmen penerima ini harus jelas. Jangan tumpang tindih," paparnya.
Ketika obyek penerima tidak jelas, maka warga yang ingin menyisihkan sebagian uangnya akan berpikir dua kali. Mereka tidak akan mau asal memberi uang ketika pengelolaan dan penerima bantuan tersebut belum rinci,
2. Bisa dikerjasamakan dengan lembaga filantropi

Menurut Yogi, urun dana ini sebenarnya bisa dikerjasamakan dengan lembaga filantropi atau amil zakat yang selama ini ada. Mereka sudah punya ekosistem bagaimana cara pengumpulan uang dan ke mana akan disalurkan.
Walaupun memang akan ada pemangkasan sekian persen untuk operasionalnnya, tapi itu lebih memudahkan uang ini terkontrol. Ketimbang uang itu akan dikelola bendara yang ditunjuk baik dari ASN atau pihak lainnya, itu sangat riskan untuk dikorupsi.
"Kemudian kalau tidak salah harus juga ada izin dari OJK selaku otoritas yang mengawasi pengumpulan dana seperti ini. Karena ini kan sistemnya mengumpulkan uang dari masyarakat," kata dia.
3. Jangan sekedar jadi gimmcik

Yogi juga mengingatkan agar Pemprov Jabar termasuk Gubernur Dedi Mulyadi tidak menjadikan uang dari pengumpulam tersebut sebagai gimmick dalam pemerintahan. Uang yang disalurkan masyarakat itu merupakan uang yang bukan untuk pamer seseorang atau sekelompok orang.
Jangan sampai uang itu dijadikan seperti kegiatan di Lembur Pakuan, di mana orang bisa datang kemudian meminta bantuan dan bantuannya justru diberikan dari urun dana ASN dan warga Jabar lainnya.
"Jangan pansos (panjat sosial) lah intinya," kata dia.