Ahli Gizi Sentil Menu MBG di Cirebon: Gizi Tipis, Gula Melimpah

- Menu MBG di Cirebon dinilai melenceng dari tujuan awalnya
- Anak-anak terus disuguhi makanan kemasan berpotensi memiliki persepsi keliru tentang makanan sehat
- Sebagian besar produk susu dalam paket MBG memiliki kadar susu murni yang rendah dan minim gizi
Cirebon, IDN Times - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dinilai melenceng dari tujuan awalnya. Program yang semestinya membangun kebiasaan makan sehat bagi anak sekolah itu kini justru dipenuhi menu olahan pabrikan dengan kandungan gizi minim.
Sekretaris Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Kabupaten Cirebon, Musrifah, menilai pelaksanaan MBG di lapangan tidak lagi mencerminkan semangat edukasi gizi.
Banyak satuan penyedia di sekolah, menurutnya, memilih cara instan dengan membagikan makanan kemasan seperti biskuit, roti manis, hingga susu UHT.
“Program ini bukan sekadar soal perut kenyang, tapi tentang pembiasaan konsumsi makanan bergizi yang utuh dan diolah dari bahan segar,” ujarnya, Selasa (28/10/2025).
1. Menu bergizi yang kehilangan arah

Ia menegaskan, anak-anak yang terus disuguhi makanan kemasan berpotensi memiliki persepsi keliru tentang apa yang disebut “makanan sehat”.
“Kalau tiap pekan dapat roti manis dan susu kotak dari pemerintah, mereka bisa berpikir itu sehat. Padahal kandungan gulanya tinggi,” kata Musrifah.
Menurutnya, justru dari program inilah anak-anak seharusnya belajar mengenali lauk, sayur, dan buah sebagai sumber gizi utama. Jika yang disajikan hanya produk olahan, maka nilai edukatif MBG hilang sama sekali.
2. Minim gizi, tanpa panduan resmi

Lebih jauh, Musrifah mengungkapkan bahwa sebagian besar produk susu dalam paket MBG memiliki kadar susu murni yang rendah. Hasil pengamatannya menunjukkan banyak produk hanya berisi sekitar 30 persen bahan susu, sedangkan sisanya air dan gula.
“Kalau dilihat dari komposisi, itu bukan susu murni, tapi air bergula dengan sedikit susu. Kadar sukrosanya tinggi, jauh dari ideal,” ujarnya.
Idealnya, kata dia, kadar susu murni minimal mencapai 80 persen agar dapat memenuhi asupan protein dan kalsium harian anak.
Ia juga menyoroti persoalan biaya yang membuat penyedia MBG mencari bahan semurah mungkin. Namun langkah efisiensi tersebut justru menurunkan kualitas gizi sekaligus menghapus nilai edukasi dari program tersebut.
“Banyak dapur MBG yang mengganti menu harian dengan roti kemasan supaya praktis. Bahkan hari Sabtu sering hanya disajikan makanan kering tanpa olahan segar,” ujarnya.
Lebih ironis lagi, Dinas Kesehatan setempat disebut tidak memiliki petunjuk teknis (juknis) resmi dari Badan Gizi Nasional (BGN) terkait standar penyusunan menu MBG. Akibatnya, setiap penyelenggara membuat tafsir sendiri soal makanan bergizi.
“Tidak ada juknis yang detail. Jadi kami tidak tahu apakah biskuit atau susu manis kemasan itu sebenarnya diperbolehkan atau tidak,” ungkapnya.
Musrifah menilai, tanpa regulasi dan pengawasan ketat, MBG berpotensi menjadi sekadar formalitas tahunan. “Kalau edukasi gizinya tidak jalan, MBG hanya jadi kegiatan bagi-bagi makanan, bukan pembentuk pola makan sehat,” katanya.
3. SPPG didesak evaluasi kelayakan menu

Sejumlah orangtua di salah satu sekolah swasta di Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, mengeluhkan menu Makanan Berbasis Gizi (MBG) yang disajikan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Menu yang disiapkan untuk anak-anak sekolah tersebut dinilai tidak sesuai dengan prinsip makanan bergizi seimbang dan justru didominasi oleh produk olahan pabrikan. Dari pantauan orangtua, paket MBG yang dibagikan kepada siswa berisi biskuit gandum kemasan, donat, susu UHT, dan pisang.
Meskipun secara tampilan terlihat menarik, menu itu dianggap kurang mewakili konsep makanan bergizi seimbang karena sebagian besar merupakan makanan olahan dengan kadar gula dan lemak tinggi.
“Kami khawatir anak-anak malah terbiasa makan yang instan dan manis-manis. Harusnya kalau namanya pemenuhan gizi, menunya lebih alami dan bervariasi,” ujar salah satu orangtua siswa yang enggan disebutkan namanya, Senin (27/10/2025).
Sejumlah orangtua juga menyoroti kemungkinan adanya bahan tambahan seperti pewarna, pemanis, dan pengawet buatan dalam produk MBG tersebut. Menurut mereka, makanan seperti donat dan biskuit kemasan bukan termasuk kategori makanan sehat jika dikonsumsi rutin oleh anak-anak usia sekolah dasar.
“Donat dan biskuit itu jelas pakai bahan tambahan pangan. Kalau cuma sesekali mungkin tidak masalah, tapi kalau jadi program rutin, kami keberatan."


















