Jabar Jadi Provinsi Penyumbang Terbanyak Kasus Talasemia 

Penyakit ini sangat sulit untuk disembuhkan

Bandung, IDN Times - Provinsi Jawa Barat saat ini menjadi daerah dengan kasus talasemia paling banyak di Indonesia. Dari 12 ribu kasus terdeteksi pada 2023, sekitar 40 persen berada di Jawa Barat.

Ketua Yayasan Talasemia Indonesia Ruswandi mengatakan, angka orang dengan talasemia setiap tahunnya terus bertambah, termasuk di Jawa Barat. Padahal orang dengan penyakit ini sangat sulit disembuhkan dan harus terus berobat.

Untuk mencegah penyebaran ini, Yayasan Talasemia Indonesia gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat termasuk mahasiswa, salah satunya di Kota Bandung.

"Kami mengadakan ini merupakan gerakan skrining talasemia, karena masyarakat sampai hari ini masih banyak yang tolak mengetahui talasemia itu apa, kita bikin acara ini supaya masyarakat tahu apa itu talasemia," kata dia usai menghadiri kegiatan skrining talasemia yang digelar Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STFI) di salah satu hotel di Kota Bandung, Rabu (22/11/2023).

1. Masih sedikit orang yang paham tentang talasemia

Jabar Jadi Provinsi Penyumbang Terbanyak Kasus Talasemia talasemia.org

Screening dan sosialisasi mengenai talasemia sangat penting karena kasus ini menjadi penyakit dengan tingkat kematian tinggi. Pengobatan pengidap penyakit ini pun harus dilakukan terus khususnya dalam menambah darah.

"Masyarakat sering berpikir salah, seperti mengatakan penyakit ini menular, itu salah, ini murni faktor genetik, ini bisa dicegah, masalahnya kalau gak dicegah, semakin lama semakin berat beban negara dan pemerintah, terutama BPJS," katanya.

Untuk itu masyarakat perlu tahu cara untuk mencegah agar penyakit ini tidak terus menyebar.

2. Waspada pernikahan antara carrier penyakit talasemia

Jabar Jadi Provinsi Penyumbang Terbanyak Kasus Talasemia Ilustrasi Pernikahan (IDN Times/Mardya Shakti)

Ruswandi mengimbau warga yang belum menikah, untuk mencari pasangan yang normal karena masih banyak. Jika bertemu dengan pasangan pembawa sifat talasemia, maka jangan heran jika ke depannya harus menjalani tranpusi darah dan itu membutuhkan biaya mahal.

Disingung sebab orang bisa alami telesemia, Ruswandi menyebut jika dahulu kala orang-orang menikahkan anaknya di lingkungan saudara agar kekayaannya tidak lari keluar keluarga. Akibatnya, ada kesalahan genetik dan terjadilah telesemia.

"Sebetulnya, potensi jadi talasemia memang betul. Tapi apakah dia pembawa sifat atau bukan, tapi kalau dia normal gak mungkin. Normal dan normal, jadinya normal," turunnya.

3. Mari bersama-sama turunkan angka talasemia di Indonesia

Jabar Jadi Provinsi Penyumbang Terbanyak Kasus Talasemia Ilustrasi Talasemia. (IDN Times/ Aditya Pratama)

Sementara itu, Ketua STFI Dr. apt Adang Firmansyah mengatakan, jika masyarakat tidak diberikan pemahaman secara masif dikhawatirkan terjadi ledakan kasus talasemia di Indonesia.

Saat ini angka yang terdata bagaikan gunung es karena banyak juga warga yang tidak tahu apakah mereka ini bisa menjadi pembawa penyakit talasemia atau tidak

"Talasemia ini karena belum banyak yang ter-screening, ini bisa jadi gunung es sebetulnya karena yang ketahuan baru sedikit. Bahkan banyak orang yang tidak tahu, penderitaan hanya 12-20 ribu tapi habiskan BPJS Rp600 miliar. Satu orang bisa habiskan Rp400 juta untuk transfusi darah," ujar Adang.

Dia pun mendorong seluruh warga Indonesia untuk melakukan screening sejak dini. Menurutnya, sebetulnya screening ini tujuannya banyak, salah satunya guna pencegahan itu agar tidak terjadi pernikahan antara carrier.

"Seandainya screening, database ada, tidak terjadi pernikahan antara carrier, makin lama angka talasemia makin turun. Kalau 2016 saja dulu cuma sekitar 6 ribu, sekarang 12-20 ribu karena kurangnya pengetahuan masyarakat," ujarnya.

Baca Juga: 5 Perbedaan antara Talasemia Alfa dan Talasemia Beta

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya