Industri Padat Karya Harus Beroperasi Meski Pandemi COVID-19 Mengintai

Jika industri berhenti maka PHK massal bisa terjadi

Bandung, IDN Times - Di tengah pandemi wabah corona (COVID-19) tekanan kepada pelaku industri untuk menghentikan sementara operasionalnya terus bermunculan. Industri padat karya seperti tekstil dan produk tekstil ditakutkan menjadi tempat penyebaran masif karena mempekerjakan banyak orang.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat (Jabar) Rizal Tanzil menuturkan, saat ini memang sudah ada sejumlah perusahaan yang mengurangi produksinya. Namun, jika harus diberhentikan secara total itu tidak mungkin. Operasional tetap harus jalan untuk keberlangsungan perusahaan.

"Karena pabrik ini kan tidak bisa kalau mau WFH (work from home). Mesin tetap harus beroperasi. Kalau mesin berhenti, usaha kita berhenti juga," ujar Rizal saat dihubungi, Senin (30/3).

1. Lebih mengutamakan pencegahan ketimbang menghentikan pekerjaan

Industri Padat Karya Harus Beroperasi Meski Pandemi COVID-19 MengintaiIlustasi seorang pria menggunakan masker (Pixabay.com/OrnaW

Rizal menuturkan, untuk mengantisipasi penyebaran virus ini di pabrik, API Jabar telah menginstruksikan seluruh anggotanya agar meningkatkan pencegahan. Misalnya, setiap karyawan yang masuk dan bekerja dicek terlebih dahulu suhu tubuhnya. Kemudian mereka pun diimbau agar rajin mencuci tangan. Semprotan disinfektan pun kerap dilakukan di dalam pabrik agar virus berbahaya ini tidak menyebar.

Di sisi lain, dari segi kesehatan, pihak perusahaan pun menambah fasilitas di klinik yang ada di dalam pabrik. Dengan demikian, ketika ada hal yang kaitannya dengan COVID-19 bisa ditangani terlebih dahulu sebelum dirujuk ke rumah sakit terdekat.

"Kita lebih ke sana (pencegahan). Karena kalau operasional berhenti dan karyawan di rumahkan, mereka kan tetap harus dibayar," papar Rizal.

2. Tak menginginkan adanya PHK massal

Industri Padat Karya Harus Beroperasi Meski Pandemi COVID-19 MengintaiANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Rizal mengatakan, kebijakan untuk mengistirahatkan pekerja sementara waktu atau bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi opsi perusahaan yang sebenarnya tidak diinginkan. Dengan pemberhentian operasional pabrik bisa jadi akan ada karyawan yang dirumahkan sementara dan tidak mendapat gaji atau bahkan terkena PHK.

Dan saat ini API Jabar sepakat untuk tidak melakukan kedua hal tersebut kepada para karyawannya. "Kita usahakan agar industri tetap selamat. Jadi opsi PHK adalah keputusan terakhir kalau memang kondisinya sangat parah," papar Rizal.

3. Ajukan sejumlah bantuan dari pemerintah untuk menopang bisnis ini

Industri Padat Karya Harus Beroperasi Meski Pandemi COVID-19 MengintaiPexels/Super Kuncheek

API Jabar pun telah melakukan konsolidasi dengan para anggotanya. Rizal menuturkan, perubahan yang terjadi secara mendadak ini akan memberikan dampak – tidak hanya dampak kejut, tapi cenderung dampak destruktif terhadap industri jika pendekatan pemerintah masih
seperti dalam keadaan normal.

Penurunan permintaan pasar yang signifikan akan mengakibatkan penurunan drastis terhadap kinerja dan kemampuan bayar industri. API pun memohon intervensi pemerintah untuk memberikan relaksasi pembiayaan
tekait dampak pandemic COVID-19 ini agar TPT dapat menjaga aktivitas produksi dan mempertahankan serapan tenaga kerja, terutama menjelang Ramadan dan hari raya.

Berikut sejumlah hal yang diharap bisa dibantu pemerintah:

A. Sektor Keuangan

1. Relaksasi berupa penundaan sementara pembayaran pokok minimal 1 tahun tanpa
limitasi jumlah kredit.
2. Penurunan bunga kredit pinjaman.
3. Stimulus modal kerja untuk tetap berproduksi sehingga tidak jadi PHK di sektor TPT.

B. Sektor Perpajakan

1. Agar pemerintah memberi keringanan Pajak PPH Badan 50% untuk tahun 2020.
2. Kami juga mengusulkan kesempatan Perbaikan SPT Badan & Pribadi dengan membayar Pokok saja, dan penghapusan Sanksi.
3. Penundaan Tenggat Pembayaran PPH Badan yang semula 30 April menjadi 30 Oktober dan PPH Pribadi yang semula 31 Maret menjadi 30 September dengan penghapusan denda dan bunga.
4. Memperpanjang masa pembayaran PPN Keluaran menjadi 90 hari, sebagai contoh yang sekarang berjalan penjualan Maret PPN harus di setor April, kita mohon diperpanjang menjadi Juli. Pertimbangannya adalah barang yang dijual rata rata tempo pembayarannya 120 hari dan sebagai antisipasi perpanjangan waktu pembayaran lanjutan dari konsumen sebagai dampak dari perlambatan pasar.

Baca Juga: Imbas Pandemi Corona, 1.200 Buruh Pabrik Tekstil PT Kahatex Dirumahkan

Baca Juga: Ribuan Karyawan dan Buruh Jabar Masih Bekerja di Tengah Ancaman Corona

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya