Satu Dekade The Papandayan Jazz: Menjaga Geliat Jazz di Bandung

- The Papandayan Jazz merayakan 10 tahun dengan menjaga ekosistem musik Jazz di Bandung, menampilkan musisi lokal dan memproduksi musisi muda yang tampil di luar negeri.
- Festival ini hadir sebagai respons terhadap kondisi redupnya musik Jazz di Kota Bandung sejak 2013, untuk menghidupkan kembali dan menjadi ekosistem bagi para musisi.
- Gelaran The Papandayan Jazz 2025 dengan tema "A Culture Resonance" menjadi perayaan penting dengan unsur-unsur budaya Jawa Barat, serta memberikan penghargaan seumur hidup kepada Rumah Musik Harry Roesli.
Bandung, IDN Times - The Papandayan Jazz telah resmi memasuki usia sepuluh tahun. Festival musik jazz ini tidak hanya menampilkan para musisi tanah air semata, melainkan turut merawat dan menjaga ekosistem musik jazz di pusat ibu kota Jawa Barat.
Bagi festival musik jazz untuk melalui umur sepuluh tahun bukanlah hal yang mudah, butuh konsistensi dan juga kecintaan yang kuat agar tetap menjaga dan menumbuhkan musik dari Kota Bandung.
Tempatnya pun bukan di lapangan yang luas atau stadion yang biasanya para penonton datang berdesak-desakan, melainkan hotel Papandayan, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung. Namun siapa sangka, dari festival ini juga banyak musisi-musisi jazz yang tumbuh dan kini banyak manggung di luar negeri.
"Kami memproduksi musisi-musisi muda yang sekarang sudah dapat manggung di luar negeri internasional. Artinya The Papandayan Jazz mencoba menghasilkan musisi-musisi yang pada akhirnya dia akan menjadi ambassador Indonesia di level internasional," ujar General Manager The Papandayan sekaligus Founder TP Jazz Management Bobby Renaldi, Sabtu (4/10/2025).
1. Bandung harus tetap jadi produsen

The Papandayan Jazz memang dihadirkan untuk menjadi ekosistem para musisi di Kota Bandung yang mana saat itu kondisi musik khususnya jazz dinilai meredup. Sementara, Bandung merupakan produsen musisi, bukan hanya menjadi tempat panggung semata.
"Secara sejarah, Kota Bandung sebagai produsen musisi mulai redup pada tahun 2013. Ketika para musisi dari Bandung untuk hidup harus ke Jakarta. itu menurut kami adalah masalah gitu," kata Bobby.
Jazz sendiri dipilih karena pada tahun tersebut beberapa aliran musik lainnya masih bisa hidup dan tidak terlalu redup. Oleh karena itu, Bobby sebagai founder menghadirkan The Papandayan Jazz untuk menyalakan kembali geliat jazz dan menjaga para ekosistem para musisi di Kota Bandung.
"Waktu itu genre musik lain bisa hidup dengan sendirinya. Pop, Rock, semua bisa hidup. Tapi Jazz enggak ada yang ngurus nih. Jadi bukan sok-sokan atau gaya-gaya. Ya, kami memang akhirnya mendedikasikan diri untuk mengelola jazz," ujarnya.
2. Menghidupkan kembali tempat les musik

Terlebih, melalui festival ini, Bobby merasakan ada efek berganda (multiplier effect) ke perekonomian terutama para musisi dan juga tempat les musik di Kota Bandung. Menurutnya, hal ini menjadi kabar baik dan turut menjaga konsistensi Kota Bandung sebagai produsen musik.
"Ketika saya dengar setelah munculnya jazz festival ini secara konsisten, saya dengar dari sekolah musik, sekarang katanya kelas jazz itu bertambah kelasnya. Dulu sepi katanya," ujar Bobby.
"Lalu sekarang mulai bermunculan pula semangat di kafe, ada jazz night, ada acara lainnya. Pesisir itu bagus menurut saya," ucapnya.
3. The Papandayan Jazz menghidupkan lampu meja kerja Harry Rusli

Gelaran The Papandayan Jazz 2025 dengan tema "A Culture Resonance" Ini menjadi perayaan sepuluh tahun yang penting. Tidak hanya beda dari tahun sebelumnya, kali ini gelaean ini membuat unsur-unsur budaya Jawa Barat.
"Jawa Barat ini dulunya secara sejarah adalah produsen musisi, musisi berbagai macam musik jazz yang lain. Kami merasa ikut bertanggung jawab untuk hal tersebut. Nah, akhirnya kami menjadi wadah untuk para musisi-musisi muda maupun yang senior," tutur Bobby.
Sementara, The Papandayan Jazz turut memberikan penghargaan seumur hidup kepada Rumah Musik Harry Roesli. Lewat acara ini, sang anak Layala Khrisna Patria turut memberikan beberapa pesan penting dari sang ayah.
Harry, kata Layala berpesan kepada dirinya agar tetap menyalakan lampu di ruangan kerjanya. Hal disampaikan kepada dirinya sesaat sebelum ayahnya meninggal dunia
"Ayah berpesan jangan matikan lampu di meja saya. Jadi kami memaknai untuk meneruskan spirit yang masih bergejolak. Mudah-mudahan spirit-nya masuk ke anak-anak ini. The Papandayan Jazz ikut menyalakan lampu di meja Harry Roesli," tuturnya.